Mohon tunggu...
Hans Panjaitan
Hans Panjaitan Mohon Tunggu... -

Biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Jokowi yang Malang

25 Maret 2015   14:20 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:02 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Foto: intelijen.co.id

JOKO Widodo bagaikan meteor yang melesat di angkasa Indonesia. Sulit dipercaya, orang yang sepuluh tahun lalu “tidak ada apa-apanya” ini, sekarang menjadi presiden di negara sebesar Republik Indonesia, menjadi pimpinan bagi kurang-lebih 250 juta rakyat. Indonesia bahkan menjadi negara terbesar ke-4 di dunia, ditinjau dari segi banyaknya penduduk. Artinya, presiden Indonesia sedikit-banyak pasti dipandang dalam pergaulan internasional.

Saya pribadi mulai “mengenal” Jokowi saat mobil Esemka populer. Media-media saat itu ramai memberitakan tentang Esemka, dan Walikota Solo Jokowi, sebagai sosok yang dianggap berjasa besar dalam membidani Esemka disanjung setinggi langit.

Di antara jutaan pemuja Jokowi saat itu, ada beberapa yang sinis, salah satunya saya sendiri. Di kolom-kolom interaksi media-media online yang mempublish kehebatan Jokowi dan Esemka-nya, saya pasti berkomentar miring. Saya menulis kalau itu semua hanya kedok untuk cari popularitas. Banyak yang mengatakan keberhasilan Jokowi dalam membangun Kota Solo, tetapi bagi saya itu tidak istimewa. Pokoknya, tidak pernah ada yang positif di mata saya tentang seorang Jokowi yang saat itu sudah menjalani periode ke-2 sebagai walikota Surakarta.

Namun saya mulai terkesan dengan beliau ketika membaca berita tentang keberaniannya “melawan” Gubernur Jawa Tengah ketika itu, Bibit Walujo. Jokowi yang dikenal pro-rakyat disebut menolak permintaan Gubernur Bibit untuk menggusur sebuah bangunan tua bekas pabrik gula. Kalau saya tidak salah, konon katanya, kalau lahan itu sudah berhasil dibebaskan, di sana akan dibangun mal, perumahan elite, atau hal-hal yang berbau komersial lainnya. Namun Jokowi membangkang, sampai-sampai Pak Gubernur mengatakan Jokowi sebagai “walikota bodoh”.

Nah, di sinilah saya mulai terkesan dengan sosok pria bertubuh kurus, wajah ndeso, penampilan sederhana, meskipun dia seorang walikota dan (mantan) pengusaha mebel. Dan ketika namanya santer disebut-sebut sebagai calon gubernur DKI Jakarta, saya mendukung. Dan ketika dia menjadi calon presiden pun, saya tidak ragu memilihnya. Sebab saya yakin, di balik kepolosan, keluguan, dan tubuhnya yang terlihat ringkih, Jokowi punya kekuatan yang mahadahsyat, yang bahkan tidak ada pada seorang Prabowo yang jenderal sekalipun! Bayangkan, jika seorang walikota berani membangkang perintah gubernur, demi kepentingan rakyat banyak, orang ini tentu bukan orang sembarangan. Dan saya yakin kalau manusia semacam ini tidak akan takut kehilangan jabatan sekalipun.

Maka apabila Jokowi menjadi presiden, dia akan menggunakan hak prerogatifnya secara benar. Artinya dia tidak akan mau didikte, disetir oleh orang lain, dalam hal ini ketua umum partai politik dan DPR. Jokowi akan bekerja sesuai nurani dan tidak akan mau kebijakannya dicampuri oleh orang lain. Sebab, saya selalu yakin bahwa seorang Jokowi tidak akan takut apabila dia diusik oleh parpol, dan tidak takut kalaupun harus kehilangan jabatan, demi prinsip, demi konstitusi dan kepentingan rakyat. Kira-kira seperti itu gambaran saya—dan juga banyak teman—seputar Jokowi. Hingga akhirnya dia pun dilantik menjadi presiden RI ke-7. Jokowi sendiri mungkin sesekali masih seperti bermimpi saat ini.

Resminya Jokowi menjadi presiden disambut banyak rakyat dengan bahagia. Hari-hari pertama, minggu-minggu pertama berlalu bagaikan bulan madu. Kita percaya, bahwa menteri-menteri yang akan diangkat oleh Jokowi murni untuk bekerja bagi rakyat. Jujur dan profesional. Namun akhirnya kita kecele berat ketika beberapa sosok yang tidak layak masuk dalam kabinet kerjanya. Nyata sekali banyak campur tangan orang lain dalam pembentukan kabinet. Kita mulai sadar, bahwa Jokowi sama sekali tidak mandiri. Dia disetir!

Kenyataan pahit kembali ditelan rakyat yang mendambakan perubahan, setelah Jokowi tidak kuasa menolak Komjen BG menjadi calon kapolri, padahal jauh-jauh sudah santer kalau BG ini punya rekening yang tidak wajar. Bahkan belakangan berstatus tersangka oleh KPK. Malangnya, KPK pun akhirnya tumbang. Jokowi tidak berdaya melindungi dan mempertahankan pasukan pemberantas korupsi yang terpercaya ini. Tragis, progaram nawa cita, revolusi mental yang dijual Jokowi semasa kampanye ternyata hanya omong kosong. Belum setengah tahun menjadi presiden, ejekan bahwa dia adalah “presiden boneka”, dan “negara hancur kalau Jokowi presiden”, mulai menampakkan kebenaran. Kini di media-media sosial banyak pihak yang menuntut agar Jokowi mundur.

Jokowi yang malang, sekarang terlihat bingung dan kurus, dan minta diberikan waktu. Sayang sekali, waktunya sudah habis. Dalam ujian pertama dan sangat urgen soal BG dan KPK, ternyata dia tidak lulus. Benarlah kata seorang penulis kolom di sebuah majalah beberapa waktu lalu: Jokowi ibarat penulis cerpen yang sekarang tertatih-tatih memaksakan diri menulis novel.

Duh....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun