18
TERGODA
GAGAL mendekati Putrie Haryono Martono, tidak lantas membuat Poltak Suhardo lama-lama larut dalam rasa malu dan penuh kesengsaraan. Hasratnya untuk mendapatkan pacar tetap berkobar. Target untuk memiliki pasangan sebelum semester pertama berakhir, masih tetap berlaku.
Satu hal yang sangat dia syukuri adalah Putrie tidak mengadu kepada bapak dan ibunya. Maka masa depan Poltak di rumah sahabat pamannya itu pun secara teoritis tidak terancam. Dia aman saja di sana. Tetapi Poltak sudah bertekad akan pindah saja dari rumah itu dan tinggal di tempat kos. Dia yakin, dengan tinggal di tempat kos sepak terjang dan kreativitasnya untuk memburu cewek yang pas dijadikan pacar akan lebih leluasa dan terencana. Nama Putrie sudah dia hapus dari “daftar buruan”.
Targetnya tidak berubah: harus sudah punya gandengan tetap sebelum semester awal berakhir. Untuk mewujudkan rencana itu, langkah pertama adalah keluar dari rumah Pak Haryono Martono. Minggu depan, dia akan menghadap Paman Johnson untuk mengutarakan niatnya itu. Tetapi sebelumnya dia harus mencari alasan atau argumentasi yang kuat dan masuk akal dulu supaya pamannya memberikan restu. Tanpa itu, jangan harap Paman Johnson akan mengijinkan dia pindah dari rumah Pak Haryono.
Sabtu siang, Poltak Suhardo sudah berada di komplek perumahan Paman Johnson. Namun hingga dia berdiri di depan pagar rumah pamannya itu, dirinya belum punya argumentasi yang kuat supaya permohonannya dikabulkan. Sekalipun demikian dia tetap datang untuk menemui pamannya. Siapa tahu saat mengobrol nanti tiba-tiba muncul ide yang brilian.
Pintu pagar rumah paman digembok rapat dari dalam. Poltak pun membanting-bantingkan gembok ke pintu besi itu untuk menarik perhatian orang yang ada di dalam. Karena suara gembok versus besi yang bertalu-talu itu tidak mempan, dia pun berteriak-teriak memanggil nama sepupunya sampai dia capek dan bosan.
“Gomossssssssss...”
Tidak ada juga yang nongol. Dia lalu memanggil-manggil nama pembantu rumah tangga freelance itu berkali-kali:
“Bu Dariyaaaah!”
Nihil!
Poltak pun mulai kesal. Nama Gomos tidak manjur, nama Dariyah tidak mumpuni. Akhirnya dia nekat memanggil nama pamannya sendiri dengan sangat kencang:
“Johnson! Where are you now?!!”
Suasana tetap hening mencekam. Apa gerangan yang terjadi?
Hingga sekian lama tidak ada yang datang untuk membuka pintu gerbang, dia pun dia menelepon pamannya. Tapi HP tidak diangkat oleh paman. HP Gomos juga non-aktif. Dia pun mengirimkan SMS ke pamannya, dan mem-forward pesan yang sama ke Gomos. Lama menunggu tiada ada jawaban.
“Apa gerangan yang terjadi kok tidak ada seorang pun yang mau membukakan pintu untuk saya?” keluh Poltak dalam hati yang sekonyong-konyong merasa bingung dan gelisah. Dia yakin pasti ada orang di dalam rumah saat itu. Lampu di dalam rumah menyala kok. Bahkan pintu gerbang pun digembok dari dalam. Artinya ada orang di dalam. Tetapi kenapa tidak ada yang datang untuk membukakan pintu gerbang? Kenapa SMS tidak dibalas?
Kenapa telepon tidak diangkat? “Apakah kini saya sudah di-black list masuk ke sini? Kalau ya, apa alasannya? Apa gerangan salah dan dosaku?” Poltak cemas dan semakin tidak mengerti.
Tiba-tiba Poltak teringat si Putrie. Kini dia mulai bisa menebak-nebak. “Wah, jangan-jangan si Putrie malah mengadu ke pamanku, sehingga paman merasa malu dan marah, dan tidak menginginkan diriku kembali ke rumahnya?”
Poltak sudah mulai yakin dengan dugaannya itu, dan bersiap-siap untuk putar balik, pulang ke rumah Pak Haryono. Dia berencana mengemas barang-barangnya dari rumah Pak Haryono hari itu juga, lalu pindah sementara ke kamar salah satu teman sekelasnya. Setelah nanti ayahnya mentransfer sejumlah uang, dia akan mulai mencari tempat kos.
Poltak berkesimpulan, bahwa paman dan tantenya sudah tahu skandal yang memalukan itu. Berarti Pak Haryono dan istri pun sudah tahu, namun berpura-pura seperti tidak terjadi apa-apa. Dan Putrie telah berbohong sekalipun sudah mengangkat sumpah. Artinya Putrie punya bakat menjadi pejabat di negeri ini.
“Ternyata tidak ada wanita yang bisa dipercaya...” gerutunya dalam hati. “No woman no cry,” gumamnya. Entah apa pula hubungannya.
Ketika Poltak sudah mau melangkah balik, tiba-tiba terdengar pintu depan rumah dibuka. Seorang gadis muda, ABG, tampak keluar dari rumah. Dia cantik dan manis. Mirip iklan di tivi. Antara malu-malu dan takut-takut si gadis ABG mendekati pintu gerbang di mana Poltak bercokol.
Poltak menelan ludah. Berani sumpah, gadis itu sesuai betul dengan kriteria dan seleranya. Kecantikannya sekelas di bawah Putrie. Tetapi siapa dia? Seingat Poltak, pamannya tidak punya anak gadis.
Apakah dia ini pacarnya si Gomos? Rasanya mustahil. Dalam sejarah, Gomos belum pernah memiliki pacar. Gomos memang pintar dan jenius, namun seleranya akan cewek sungguh memprihatinkan. Pernah Poltak mengorek informasi seputar cewek idaman saudara sepupunya tersebut. Tetapi apa jawaban Gomos?
“Mau cakep kek, mau jelek kek, yang penting punya lobang!”
“Hahahaha...” Poltak tidak bisa menahan tawa ketika itu. Dan dia sering tersenyum sendirian seperti orang kurang waras apabila tiba-tiba ingat jawaban sepupunya tersebut. {} BERSAMBUNG...
19
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H