Mohon tunggu...
Hans Panjaitan
Hans Panjaitan Mohon Tunggu... -

Biasa aja

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Jomblo Mencari Cinta (30)

20 Oktober 2014   23:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:20 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

30
Cinta Pertama Bersemi Kembali

SELAMA satu semester dirundung kesialan cinta secara beruntun, tak ayal telah membuat mental Poltak sedikit down. Kondisi itu membuatnya merasa lelah lahir dan batin. Akhir-akhir ini dia cepat merasa capek, pusing, tiada nafsu makan, gairah dan semangat hidupnya seolah hilang. Tapi dia masih merasa bersyukur karena puncak dari segala penderitaan batin itu baru terasa setelah dia selesai menempuh ujian semester. Tidak bisa terbayangkan apabila situasi yang tidak bagus itu melanda dirinya di tengah masa-masa perkuliahan, bisa jadi semangat belajarnya akan jatuh. Ujian semester berantakan. Nilai jeblok. Terancam tidak bisa lulus, akhirnya malah bisa disuruh pulang kampung.

Tapi semua kemungkinan buruk itu tidak pernah terjadi. Rasa tanggung jawabnya kepada orang tua dan kepada masa depannya sendiri membuat dia tetap sadar bahwa semua masalah itu hanya kerikil yang bisa disingkirkan. Sekarang dia ingin kondisinya pulih kembali dengan segera. Maka pagi harinya, Poltak mengunjungi klinik khusus mahasiswa di kampusnya.

Dokter yang bertugas pagi itu segera menangani Poltak. Mereka sudah saling kenal, ketika sebagai mahasiswa baru Poltak diperiksa kesehatannya secara umum oleh si dokter. Sambil mengukur tensi darah, dokter yang masih muda itu bertanya:

“Bagaimana, lancar?”

“Lancar-lancar saja Dok. Saya tinggal menunggu nilai ujian semester. Semoga hasilnya bagus,” jawab Poltak Suhardo.

“Yang mau saya tanyakan tadi itu soal buang-buang air kamu, lancar enggak?” dokter meralat ucapannya sambil tersenyum.

“Oh...lancar Dok. Lancar sekali, sampai-sampai beberapa kali saya nyaris buang air besar di celana,” jawab Poltak sambil terkekeh-kekeh.

“Hehehehehehehe...” dokter itu tak bisa menahan tawa.

Setelah memeriksa lebih lanjut, dokter berkesimpulan bahwa kondisi kesehatan Poltak baik-baik saja. Hanya saja, dia perlu beristirahat dan rileks selama beberapa hari ini.

“Kamu baik-baik saja kok. Sehat! Hanya saja kamu akhir-akhir ini banyak pikiran dan terlalu serius belajar,” kata dokter.

“Ya Dok.” Jawab Poltak, tetapi dia tidak ingin menceritakan bahwa petualangan asmaranya yang gagal-lah penyebab musibah ini.

“Maka saya sarankan kamu refreshing dulu, berlibur selama beberapa hari untuk memulihkan kondisi,” lanjut dokter. “Mumpung masih libur panjang, lebih bagus kalau kamu jalan-jalan ke luar kota. Refreshing!”

“Bisa juga, Dok. Kalau begitu saya mau pulang kampung saja dulu. Liburan di kampung halaman,” kata Poltak.

Tiba-tiba dia memutuskan untuk pulang kampung saja, menghabiskan masa liburan panjang yang lamanya sebulan ini.

***

Poltak tiba di kampung halaman disambut dengan suka cita, haru, bangga, bahagia oleh bapak, ibu dan adik-adiknya di rumah.

Pada hari pertamanya kembali di rumah, Poltak dan adik-adiknya ngumpul di rumah, sambil bersendau-gurau. Kompak. Semua bergembira. Hampir setengah hari abang dan adik-adiknya itu tertawa bersama. Nyanyi bersama. Tepuk tangan bersama.

Namun suasana di hati Poltak tiba-tiba galau setelah Butet, melapor:

“Bang, masih ingat si Rosita Naulibasa?”

Mendengar nama itu disebut adiknya, Poltak sedikit kaget.

“Rosita? Emangnya kenapa?”

“Dia sering menanyakan kabar Abang, kalau kami pas ketemu di pasar.”

“Apa katanya?” Poltak semakin penasaran, dan sangat serius. Tak menyangka dan juga tak mengharapkan sama sekali kalau dirinya akan mendengarkan informasi ini dari adiknya. Poltak takut kalau-kalau Rosita bercerita kepada Butet kejadian waktu di sekolah dulu, ketika Poltak berusaha mencium paksa Rosita dengan umpan topi merah.

Memang, Poltak sendiri punya rencana akan menemui Rosita dan kawan-kawan lainnya yang tetap berada di kampung. Ada banyak teman sekolah Poltak yang tidak melanjutkan pendidikan. Rata-rata karena tidak punya biaya. Beberapa dari mereka merantau ke Medan dan bekerja. Rosita adalah salah satu teman sekolah yang tetap tinggal di kampung, karena dia merasa tidak berbakat untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

“Tahu enggak Bang. Setelah Abang berangkat ke Jakarta, seminggu kemudian Rosita sering bertanya-tanya soalAbang,” Butet melanjutkan laporannya.

“Cuma itu saja?”

“Ya. Dia cuma bertanya sekitar itu saja.”

“Kenapa kau tidak kasih tahu ke aku. Jadi aku bisa menelepon atau mengirim SMS ke dia,” kata Poltak.

“Bapak dan Mama melarang, takut konsentrasimu berantakan dan kuliahmu terbengkalai,” jelas Butet. “Lagian kan di Jakarta ada banyak cewek cantik. Kenapa masih mau dengan cewek yang di kampung?” kata Butet tersenyum-senyum.

“Bah! Kau ini sudah mulai pandai rupanya soal-soal pacaran ya!” Poltak seperti menghardik adiknya itu. Tetapi dalam hati dia tiba-tiba merasa hampa mengingat pengalaman buruk dan kegagalannya mendapatkan cewek di Jakarta. Wajah Serly Yudhoyono, Putrie, Lastri, Sumarni, dan ... Muso, muncul silih berganti di benaknya.

Bayangan-bayangan wajah itu segera dihalau. Dia memfokuskan pikirannya ke Rosita, gadis cantik, kembang sekolah, yang pernah singgah di hatinya, namun secara telak menolak cintanya. Dia mengakui, kecantikan Rosita tidak kalah dari gadis-gadis Jakarta yang pernah dia dekati. Bahkan dia berani bertaruh, Rosita masih lebih cantik ketimbang Serly Yudhoyono. Kecantikan Rosita, kecantikan yang alami, tanpa polesan make up berlebihan.

Maka, daripada sulit mendapatkan kekasih di Jakarta, yang belum tentu setia, dan berbeda budaya dan keyakinan pula, kenapa tidak kembali saja merajut cinta pertama yang ada di kampung halaman sendiri?

Keinginan ini semakin menguat di hati dan sanubari Poltak. Rasa rindunya tiba-tiba menggumpal dan ingin segera bertemu dengan Rosita. Ingin rasanya dia tumpahkan segala rindu dendam yang pernah bercokol dalam hatinya ketika mereka sama-sama duduk di SMA 1.

Poltak yakin, Rosita yang sekarang tentu bukan lagi Rosita yang dulu. Sekarang dia pasti sudah berpikir dewasa dan mulai realistis memandang kehidupan dan masa depan. Apalagi dia tahu bahwa Poltak yang sekarang bukan lagi Poltak yang dulu. Poltak sekarang sudah mahasiswa di Jakarta, dan tentu saja punya masa depan cerah nan gilang-gemilang. Maka tidak ada lagi cerita kalau Rosita akan jual mahal atau menolak uluran cinta Poltak.

Tadinya Poltak memang berencana menemui Rosita hanya sekadar memanas-manasi dan menunjukkan eksistensinya sebagai mantan teman sekolah yang kini berstatus mahasiswa di Kota Jakarta. Dia ingin memamerkan kaos dan jacket berlogo kampus tempatnya kuliah di Jakarta. Dia ingin mengacung-acungkan kartu mahasiswanya kepada Rosita. Dia ingin melihat muka Rosita terkagum-kagum, minder dan salah tingkah karena malu sebab dulu pernah menganggap sepele dirinya.

Kini niatnya berubah 180 derajat. Dia ingin menemui Rosita untuk mengulangi permohonan cintanya. Tak perlu merasa gengsi. Bukankah cinta membutuhkan pengorbanan? Bahkan mengorbankan harga diri pun tidak akan menjadi masalah bila cinta yang kita sodorkan itu adalah cinta sejati. Dan memang itulah salah satu tanda cinta sejati: rela mengorbankan diri dan harga diri untuk orang yang dicintai.

“Kapan kau terakhir ketemu Rosita?” Poltak bertanya kepada Butet.

“Kira-kira tiga bulan lalu Bang,” jawab Butet. “Dan saat itu dia banyak bertanya tentang Abang: kuliah di mana, sudah punya pacar belum, dll,” tandas Butet.

Poltak menghela nafas. Gelisah. Rasa rindunya tiba-tiba menggeliat dahsyat. Keputusannya sudah final: Besok pagi dia akan menemui Rosita di rumahnya. Bayangan-bayangan indah segera menerangi hati dan pikirannya. Cinta pertama bakal bersemi kembali. Optimisme mencuat di batin Poltak. {} BERSAMBUNG...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun