Manusia dituntut untuk bekerja secara optimal setiap waktu, tidak boros dan tidak memakan banyak waktu. Pergi ke suatu tempat harus mencari rute yang terdekat, mendiagnosis suatu penyakit juga harus presisi, berbisnis harus dengan perhitungan yang matang, Melakukan ekspedisi luar angkasa harus menghitung secara tepat dengan menyesuaikan kondisi yang ada dan tidak boleh meleset, dan lain-lain. Ini semua dinamakan sebagai proses optimisasi, yang mana sering kita melakukannya tetapi sering pula tidak dirasakan.
Dalam mengimplementasi lebih lanjut proses optimisasi, manusia juga mempelajari perilaku makhluk hidup lainnya yang dapat diambil manfaatnya untuk memperlancar dan mempercepat tujuan manusia. Manusia tidak dapat berlari secepat cheetah yang mana cheetah bisa berlari berkisar antara 80 hingga 130 km/jam, manusia tidak sekuat gajah dalam merobohkan pohon, dan manusia tidak dapat membuat sarang seindah burung manyar, dan lain-lain. Fenomena ini yang sering memaksa manusia untuk berpikir keras untuk membuat sebuah kecerdasan tiruan (Artificial Intelligence / AI) dari perilaku hewan dan yang namanya tiruan adalah bukan asli dan tidak sama persis.
KOLONI LEBAH
Lebah dapat membuat rumah madu secara kolosal (ratusan bahkan ribuan) dari berbagai arah, tanpa melalui gambar awal dari seorang arsitek dan tanpa dikomando oleh seorang mandor. Lebah bergotong-royong, bekerja sama dalam jumlah ribuan untuk membuat rumah madu yang berakhir secara gemilang dan hasil yang sangat memuaskan. Semua rumah madu berbentuk segi enam dengan luas yang sama, rapi, indah, berkapasitas maksimal, dan irit dalam jumlah bahan yang dipakai.Â
Perilaku koloni lebah inilah yang dipelajari dan akhirnya menginspirasi suatu algoritma kecerdasan buatan yang dinamakan Algoritma ABC (Artificial Bee Colony). Setelah dipelajari lebih lanjut diketahui bahwa koloni lebah buatan terdiri dari tiga kelompok yaitu pekerja (employed), penglihat (onlookers), dan pengintai (scout). Lebah pekerja secara acak mencari posisi sumber makanan (solusi), kemudian mereka dengan cara menari berbagi informasi (komunikasi) dengan lebah penglihat yang berada di sarang. Misalkan informasi yang diberikan adalah jumlah nektar. Durasi tarian lebah pekerja sebanding dengan konten nektar dari sumber makanan yang dieksploitasi oleh lebah pekerja. Lebah pengintai melihat berbagai tarian sebelum memilih posisi sumber makanan.
KOLONI SEMUT
Koloni semut dapat menemukan rute terpendek antara sarang dan sumber makanan, meskipun tersembunyi sekalipun, berdasarkan jejak kaki pada lintasan yang telah dilalui. Semut selalu meninggalkan cairan yang bernama feromon pada tiap jejak kakinya. Feromon merupakan alat komunikasi berupa hormon yang dikeluarkan oleh semut sebagai penunjuk jalan untuk semut yang lain. Dengan keberadaan informasi feromon, maka semut-semut tersebut tidak akan berjalan secara acak, tetapi akan lebih tertarik untuk mengikut jalur yang ada feromonnya. Semakin banyak semut yang melewati suatu lintasan maka semakin jelas bekas kakinya dan sebaliknya. Perilaku semut tersebut menginspirasi terciptanya suatu algoritma kecerdasan buatan yang bernama Algortima ACO (Ant Colony Optimization) yang dimana Algoritma ACO diharapkan dapat memecahkan masalah yang efektif dan efisien dengan menemukan jalur yang terbaik.
BURUNG CUCKOO