Mohon tunggu...
Hans Giovanny
Hans Giovanny Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum

Orang Biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bahagia Melawan Lupa

2 Oktober 2019   23:00 Diperbarui: 2 Oktober 2019   23:09 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak sebatas itu penderitaan para korban yang dituduh terlibat PKI, mereka beserta keluarga diberi cap khusus di Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan keterangan "Eks-tapol/keluarga Eks-tapol". Dengan tanda khusus di KTP seperti itu membuat mereka terdiskriminasi dan kehilangan sejumlah hak kewarganegaraannya, padahal hak-hak yang tercerabut itu merupakan hak yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun, seperti misalnya hak untuk mendapat pekerjaan yang layak dimana para eks-tapol ini atau keluarga mereka tidak bisa mendaftar sebagai PNS karena dianggap sebagai pengkhianat negara padahal belum tentu tuduhan itu benar.

Mindset tersebut yang masih terbayang-bayang di pikiran mereka. Bahwa mereka adalah warga negara kelas dua. Tidak memiliki hak yang sama dengan warga negara lain. atau yang paling buruk adalah mereka merasa terpinggirkan dari kehidupan sosial dan merasa tidak diterima oleh masyarakat. Ini fakta yang tidak bisa dikesampingkan karena nyatanya banyak eks-tapol dan keluarga yang memilih tidak pulang ke kampung halaman mereka dan menetap di camp pengasingan untuk membentuk komunitas baru sesama eks-tapol karena perasaan takut mereka tidak akan diterima di kampung halaman mereka. Tetapi yang masih terus menjadi kebingungan kami adalah ketertutupan yang luar biasa dari para eks-tapol dan keluarga terhadap beberapa jurnalis/wartawan/peneliti yang berusaha menggali informasi dari mereka. Jika karena perasaan trauma mestinya hal itu sudah sembuh secara berangsur-angsur mengingat kejadian itu sudah terjadi puluhan tahun yang lalu. Tetapi jika karena ada hal lain ini yang perlu kita selidiki bersama. Apa mungkin represifitas yang dialami oleh mereka belum berakhir? Apa negara berusaha menutup-nutupi informasi dari para eks-tapol ini kepada publik dan menyuruh mereka menutup mulut dengan berbagai ancaman?

Agenda reformasi yang telah dilahirkan 21 tahun yang lalu harus terus kita kawal bersama. Salah satunya adalah kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat di muka umum yang merupakan salah satu hak yang masih saja mendapat tekanan dan ancaman dari berbagai sisi. Sisa-sisa akar dan benalu orde baru harus kita cerabut dari segala sendi kehidupan. Junjung tinggi harkat dan martabat manusia sesuai hak dan kewajibannya masing-masing yang telah diamanatkan konstitusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun