Mohon tunggu...
Handry Febrian Z Dalimo
Handry Febrian Z Dalimo Mohon Tunggu... -

orang-orang memanggil saya hans dan saya suka jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengakuan Seorang Praja IPDN

7 Mei 2010   14:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:21 12371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sehabis kuliah, sekitar pukul 16.30, kami madya praja (tingkat 2) Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) regional Makassar berkumpul di aula dengan laptop masing-masing. Sudah menjadi kebiasaan, kegiatan kosong setelah kuliah kami isi dengan online berjamaah, dimana situs yang selalu jadi makanan wajib adalah kompasiana.com, tempat kami bisa berbagi pendapat dan pemikiran. Kami Praja IPDN, khususnya regional Makassar memang lagi gencar-gencarnya menulis di situs ini. Salah satu misi yang kami bawa adalah: memperbaiki citra institut kami yang pernah jatuh sedikit demi sedikit, hingga suatu saat nanti tidak ada lagi kata ‘kekerasan' atau ‘pemukulan' di setiap berita tentang Institut tercinta ini. Kegiatan sore-sore begini tak pernah terbuang begitu saja. Kami berdiskusi mengenai materi kuliah atau tentang tulisan-tulisan kami, khususnya yang dipost di kompasiana. Satu konsensus yang selalu kami pegang adalah "Jika suatu ide padam di tanganmu, maka akulah yang jadi kayu bakarnya". Kami saling memberi komentar, memberi masukan, bahkan kritik. Dari forum kecil-kecilan begini saja saya sudah bisa merasakan betapa hangatnya persaudaraan di kampus tercinta ini. Sungguh, saya belum pernah merasakan persaudaraan yang amat dekat seperti ini, padahal kami semua berasal dari daerah yang berbeda-beda, dengan suku yang berbeda, dengan warna kulit yang berbeda, dan bahasa yang berbeda pula. Tapi inilah kami, miniatur bangsa Indonesia yang menghargai semangat Bhineka Tunggal Ika. Sore tadi, kami berdiskusi tentang tulisan salah satu rekan kami dari Sulawesi tenggara, Nilawati Asmar yang sempat menjadi headline: Sri Mulyani dan Kehidupan Praja IPDN. Kami senang sekali menerima tanggapan dari berbagai lapisan masyarakat yang mendukung perubahan institut kami kearah lebih baik. Tapi tetap saja, diantara ratusan orang yang berpikir positif, masih saja ada satu dua orang yang menjudge Institut kami adalah Institut abal-abal yang tidak berguna. Saya dan rekan-rekan Praja lain bingung bagaimana lagi caranya membuktikan pada Indonesia, bahwa kami, IPDN sudah berubah. Tidak ada lagi yang namanya ‘kekerasan' atau ‘pemukulan', yang ada kini adalah persaudaraan. Persaudaraan dari Sabang hingga Merauke yang erat yang kelak akan menjaga eksistensi Negara ini. Komentar miring dari saudara Andy Lesmana di mengenai IPDN kira-kira begini:

bisa dilihat di: http://polhukam.kompasiana.com/2010/05/06/kehidupan-sri-mulyani-vs-kehidupan-praja/

"Apanya yang salut sama IPDN tidak bisa menghilangkan kekerasan di dalam dunia pendidikan sama aja bohong mas jadi jangan dibesar-besarkan. Praja IPDN diberikan sarana dan prasarana sampai saat sekarang belum ada yang berhasil mengharumkan nama bangsa malah memiliki karakter kekerasan pemain kungfu/karate yang dilegalkan pemerintah. (dengan EYD yang sudah penulis perbaiki)" Saya dan rekan-rekan Praja hanya bisa elus-elus dada saja. Mental-mental yang hobi menjatuhkan dan tidak bisa menerima perubahan seperti inilah yang menjadikan bangsa ini tidak maju-maju. Disaat IPDN sedang bangkit dari keterpurukannya melawan citra masa lalu yang kelam, masih ada saja pihak yang tidak senang dengan usaha kami tersebut. Lebih buruk lagi malah berusaha menjatuhkan citra kami tanpa tahu bagaimana kehidupan kami di dalam sini. Sungguh picik orang-orang yang bisa ngomong doang tanpa ada bukti real yang bisa dipertanggungjawabkan. Saya akan mencoba membahas sedikit mengenai pernyataan "IPDN tidak bisa menghilangkan kekerasan di dalam dunia pendidikan". Saya hanya bisa senyum-senyum saja membaca komentar tersebut. Dari mana orang yang tidak jelas asal usulnya menjudge bahwa IPDN masih belum bisa menghilangkan kekerasan. Atas dasar apa ia bisa berkata demikian? Apakah ia sudah pernah mengecap pendidikan di Institut ini? Jika tanpa alasan, tentu saja komentar yang ia berikan hanyalah sebuah tong kosong, tanpa isi. Selama hampir 2 tahun saya mengecap pendidikan di IPDN (sebentar lagi akan memasuki tahun ke-3) saya belum pernah tuh merasakan bagaimana rasanya pemukulan atau tindakan kekerasan lainnya seperti media masa koar-kan. Saya adalah salah satu Praja angkatan XIX, angkatan pertama yang masuk setelah reformasi IPDN. Percayalah, sampai detik ini saya belum pernah merasakan bagaimana dipukul oleh senior sampai babak belur seperti di berita-berita. Mungkin benar pendidikan di IPDN itu keras. Keras tapi tidak kasar. Sebagai Institut semi militer menurut saya, pendidikan yang keras itu wajar-wajar saja. Pendidikan yang keras membangun mental disiplin kami, yang suatu saat akan menjadi pemimpin bangsa ini. Tunggu, Keras dalam arti apa dulu? Keras bukan dalam arti pemukulan dan kekerasan, tapi keras dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada di Institut ini. Hukuman yang diberikan atas sebuah kesalahan-pun hanyalah push up, sit up, atau lari keliling lapangan. Masih merupakan sesuatu yang wajar menurut saya. Coba kita bayangkan, jika tidak ada sanksi untuk suatu pelanggaran, tentu saja semua orang akan berlaku sesuka hatinya, yak kan? "IPDN diberikan sarana dan prasarana, tapi belum bisa mengharumkan nama bangsa malah memiliki karakter pemain kungfu/karate yang dilegalkan pemerintah." Jika kita mengkaji masalah sarana prasarana, memang praja IPDN diberikan fasilitas yang memadai dari pemerintah seperti asrama, kuliah, serta konsumsi, tanpa dipungut biaya sepeserpun. Tapi apakah dengan terpenuhinya sarana dan prasarana itu lantas kami tidak melakukan apa-apa? TIDAK. Kami Praja terikat oleh aturan-aturan yang mengatur kehidupan kami. Mulai dari bangun pagi sampai bangun lagi. Tidak ada kata berleha-leha bagi kami. Praja yang tidak bisa mematuhi dan menjalankan aturan di Institut ini, ya siap-siap saja angkat kaki. Salah satu aturan yang harus kami patuhi adalah tidak boleh ada tindakan pemukulan atau kekerasan lainnya, samasekali. Jika diketahui ada Praja yang melakukan tindakan pemukulan ataupun kekerasan lainnya, tidak ada ampunnya lagi. Praja yang bersangkutan langsung dikeluarkan dengan tidak hormat. Lebih parah lagi status kami saat ini bukanlah pegawai negeri seperti angkatan-angkatan sebelumnya. Tentulah sangat gampang bagi institut untuk memecat kami jika melakukan kesalahan. Pernyataan yang mengatakan bahwa IPDN belum bisa mengharumkan nama bangsa benar-benar pernyataan yang ignoran dan tidak memiliki dasar. Saya rasa orang yang mengomentari masalah ini belum begitu mengenal IPDN luar dalam, hanya berspekulasi saja tanpa ada dasar yang jelas. Banyak praja maupun purna praja yang berprestasi baik nasional dan internasional. Contoh kecilnya saja kakak kontingen saya, asal pendaftaran Sumatera Barat yang berhasil menjadi pemenang pertama lomba karya ilmiah tingkat nasional, atau kakak kami yang berhasil melewati jalur politis menjadi wakil bupati Subang. Belum lagi puluhan purna praja yang setiap tahunnya menempuh pendidikan di luar negeri untuk kemudian kembali untuk membangun bangsa ini. Satu lagi, lagi kakak kami, purna praja STPDN berhasil menjadi delegasi Indonesia di organisasi dunia, PBB. Bukankah itu suatu prestasi yang membanggakan? Inilah kenapa saya katakan pernyataan yang menyatakan bahwa praja IPDN itu tidak berprestasi, betul-betul pernyataan tanpa dasar. Ngambang-ngambang tidak jelas di udara. Mengenai masalah karakter kungfu atau karate, memang diantara kami punya bakat yang besar di bidang tersebut. Beberapa diantara kami bahkan menjadi atlit nasional di bidang karate, yang jelas bukan buat nendang adik-adik kami. Terimakasih atas pujian anda mengenai hal tersebut. Beginilah negeri kita, diantara jutaan orang yang bisa menerima perubahan kearah yang lebih baik, tetap saja ada orang dengan pikiran kolot yang hanya menonjolkan spekulasi pribadi tanpa dasar-nya. Memang susah bagi orang-orang di negeri ini menghargai sebuah prestasi, sangat berbeda dengan sebuah kesalahan. Sebuah kesalahan di pemikiran sebagian orang yang konservatif tetaplah sebuah everlasting fault yang samasekali tidak dapat dirubah. Mari sama-sama kita hilangkan mental-mental seperti ini dari bangsa kita. Segala sesuatu itu bisa berubah, termasuk IPDN. Mari sama-sama kita dukung reformasi IPDN kearah yang lebih baik untuk melahirkan aparatur-aparatur pemerintahan tangguh yang kelak bisa memimpin bangsa ini kea rah kejayaan. Untuk rekan-rekanku Praja IPDN, mari sama-sama kita tunjukkan pada Indonesia bahwa kita ini memang orang-orang terpilih untuk menjadi kader pemerintahan di negeri yang kita cintai ini. Terima masukan postif, hiraukan komentar negatif yang menjatuhkan. Karena yang mengenyam pendidikan, hidup, tumbuh, dan besar di IPDN adalah kita, bukan mereka. Kita-lah yang menjalani, kita yang merasakan bagaimana kehidupan kita disini. Tingkatkan persaudaraan kita, untuk keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sama-sama kita banggakan. Semangatlah rekan-rekan Praja-ku, mari sama-sama kita membangun negeri. Untuk anda, Percayalah. IPDN sudah jauh lebih baik. Handry Febrian Z

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun