Mohon tunggu...
Hans The Great
Hans The Great Mohon Tunggu... Pegawai -

Hanya ingin belajar menulis, bersahabat, berbagi kisah, danmenyalurkan rasa iseng.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karya Sasha: Gadis Kecil di Pinggir Pantai

16 November 2011   01:04 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:37 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gadis kecil di pinggir pantai

Belum lama ini, aku sering melihat seorang gadis kecil yang sedang duduk di pinggiran pantai.

Aku sering menyapanya, tapi, ia malah berlari meninggalkan pantai.

Seperti hari ini, ketika aku akan berangkat sekolah, aku memilih melewati pantai itu.Aku berharap akan bertemu dengan gadis itu lagi.

Seperti dugaanku, memang benar, gadis itu sedang duduk di tepi pantai sambil menatap langit.

Aku menyapanya, tapi ia tak menjawab.Ketika aku mendekatinya, angin berhembus, mataku kelilipan.Aku mengedip-ngedipkan mataku agar pasirnya keluar dari mataku.

Akhirnya, sudah tidak ada pasir lagi. Pada saat aku melihat ke tepi pantai, gadis itu menghilang.

Aku bergidik ngeri.Aku berfikir kalau gadis itu ternyata hantu yang sering dibicarakan oleh orang-orang.Tapi...mitos itu kan sudah lama... ah, sudahlah...

Aku pun akhirnya melanjutkan perjalanan menuju sekolah.

Sesampainya di sekolah, sahabatku yang bernama Lili menyambutku.

Dia mengajakku ke kelas.Di kelas, aku bercerita kepadanya tentang gadis itu.

Ia heran ketika aku bercerita tentang gadis kecil yang sering duduk di tepi pantai dan sering menatap langit.

Ia mengatakan bahwa di tepi pantai tidak ada seorang pun, kecuali aku dan dia setiap pagi.

Aku menjadi heran dan meninggalkan kelas.Di luar, aku merenung sendirian di bawah pohon.

Cukup lama aku memikirkan gadis itu.Hingga bel masuk pun berbunyi.

Aku pun berjalan menuju kelas.Di kelas, aku tidak berkonsentrasi karena memikirkan hal-hal yang aneh kepada gadis itu

Rasa penasaranku belum terobati.Hingga suatu hari, aku mendengar berita dari orang-orang, bahwa ada seorang anak kecil yang meninggal dunia karena bermain di pinggiran pantai bersama seorang gadis kecil.

Pikiranku langsung tertuju kepada gadis kecil yang sering aku temui di tepi pantai.

Aku semakin takut.Tetapi, aku pun juga masih sangat penasaran.Siapakah gerangan gadis kecil itu? Mudah-mudahan, suatu hari nanti, aku dapat menemukan jawabannya.

Kemana dia?

Paginya, aku berangkat sekolah melewati pantai itu lagi.Tetapi, aku kaget saat melihat pantai itu, sepi...sekali.

Kemana gadis itu? Misterius sekali dia...

Aku pun kembali melanjutkan perjalanan.Di jalan, hatiku sangat tidak tenang.

Tiba-tiba saja.... kepalaku pusiiiing.... sekali.Aku masih terus menggoes sepedaku.

Tapi.... Bruuk! Aku terjatuh.Kepalaku semakin pusing, daan.....

Ketika bangun, aku sudah ada di sebuah gubuk kecil yang benar-benar kecil.

Aku bingung, siapa orang yang telah menolongku? Ketika kepalaku sudah tidak pusing lagi, aku beranjak dari ranjang bambu yang aku tempati.

Aku berjalan mengitari gubuk itu.Ya tuhan...sangat kecil.Gubuk itu sangat kecil.

Hanya terdiri dari kamar, dan juga dapur.Itu pun dapur yang sangat tak terawat.

Apa ada, yang menempati tempat ini?

Aku bingung, sekali!Di tambah lagi, dengan pikiranku tentang gadis itu.

Kepalaku tiba-tiba pusing kembali.Pandangan ku hampir tak terlihat.

Sekilas, aku melihat seorang anak perempuan sedang membawa segelas air putih.

Ketika aku perhatikan baik-baik, anak perempuan itu menghilang.Ya Tuhan... ada apa dengan kepalaku? Mengapa sangat pusing? Ma, Pa, tolong aku....

Sahabat?

Setelah aku sadar, aku merasa ada seseorang disampingku.Ketika aku melihat ke sisi ranjang, aku terlonjak kaget.

Ternyata, anak yang tadi membawa segelas air putih, adalah dia.

Aku bertanya padanya, siapa namanya.Dia menjawab, kalau namanya adalah Fadia.

Ternyata, dia yang menolongku. Aku berterima kasih padanya.Tetapi, ia malah pergi meninggalkan gubuk itu.

Aku berusaha bangkit.Tapi rasanya beraaat..sekali.aku melirik jam tanganku, aku terbelalak.Sekarang sudah jam.... dua siang!

Aku terus berusaha untuk bangun.Namun, yang ada malah punggungku sakit.

Tapi, setelah beberapa kali aku berusaha... akhirnya, aku pun bisa bangun juga.

Aku segera berlari menuju luar gubuk itu.Aku mencari sepedaku.Ternyata, sepedaku ada di samping gubuk itu.

Aku menaikinya, dan mulai berjalan menuju rumahku.Sesampainya di rumah, aku menceritakan semuanya dari awal kepada kak Gita.

Kak Gita ketakutan dan malah berlari keluar dari kamarku.Aku tak memedulikannya.Aku pun meraih gelas berisi es jeruk dan meminumnya.

Ketika saatnya aku les menyanyi, aku pun segera bersiap-siap.Setelah berpamitan kepada mama dan kak Gita, aku segera menaiki sepedaku lagi, dan menjalankan sepedaku menuju tempat les.

Di tengah perjalanan, ada seseorang yang menyuruhku untuk berhenti.

Aku pun berhenti, dan turun dari sepedaku.Aku menoleh ke belakang.

Fadia! Aku pun menuntun sepedaku dan berjalan ke arahnya.

Fadia mengatakan padaku bahwa ia ingin aku menjadi sahabatnya.

Betapa senang nya aku.Tetapi, aku juga masih ragu dan bimbang.Aku mengajaknya menemaniku les menyanyi.

Aku bertanya padanya, apakah dia mengenal seorang gadis yang sering duduk di tepi pantai, dan menatap langit.

Dia berkata, bahwa itu adalah dia.Katanya, dulu, ibunya sering mengajaknya duduk di tepi pantai.kata ibunya, ayahnya adalah orang yang sangat baik.Sehingga, jika duduk di tepi pantai dan melihat langit, seperti sedang melihat ayahnnya yang telah bahagia di atas sana.

Ayahnya meninggal saat sedang melaut dan sekarang...malah ibunya yang meninggal karena terseret ombak pada saat mereka bermain-main di pantai.jadi, sekarang, ia sering menatap langit dan yang pasti, melihat kedua orang tua yang amat sangat ia sayangi itu di langit.

Ia juga sering membayangkan kalau di sampingnya ada ibunya yang selalu setia menemaninya berkhayal tentang ayahnya.

Mendengar kisah Fadia, tak terasa... air mataku jatuh juga.Aku sangat sedih... sekali!

Sekarang, Fadia hanya tinggal di sebuah gubuk kecil sendirian... tak berkeluarga.Ya...dia sebatang kara.

Aku mengelus pundaknya.Aku menatapnya dan mengatakan, bahwa ia harus tabah dan sabar menjalani hidup ini yang kita gak akan pernah tau nantinya akan seperti apa.

Setelah lama berjalan, kami akhirnya sampai di tempat les menyanyiku.

Fadia bertanya lagi tentang apa aku ingin menjadi sahabatnya.

Aku lalu menjawabnya dengan mantap.Ya! Aku ingin menjadi sahabatmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun