Mohon tunggu...
Nur Aini Zulfa
Nur Aini Zulfa Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswi Sosiologi FISIP Universitas Jember

bersungguh-sungguh

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Harapan Tak Sesuai Realita: Kondisi Nyata Fasilitas Umum Bagi Para Difabel

11 November 2022   12:23 Diperbarui: 11 November 2022   12:47 578
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fasilitas umum merupakan sarana dan prasarana yang disediakan pemerintah untuk kepentingan umum dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Seluruh masyarakat bisa menggunakan fasilitas umum yang tersedia seperti jalan raya, trotoar, akses pelayanan publik dan lain-lain. Namun, tidak semua orang dapat mengaksesnya dengan mudah. Contohnya bagi penyandang difabel harus disediakan sarana penunjang untuk dapat mengakses fasilitas umum atau aksesibilitas yang disediakan untuk mewujudkan kesamaan kesempatan. Aksesibilitas ini dapat berupa adanya tempat parkir khusus difabel, ramp, dan toilet khusus penyandang difabel. Ari Handoko (34) sebagai salah satu narasumber yang tinggal di Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember yang merupakan penyandang difabel mengatakan bahwa sarana dan prasarana yang tersedia sudah cukup bagus namun masih kurang maksimal. Pada tempat umum seperti masjid, bank, dan tempat pelayanan publik di Jember ini belum ada jalur khusus bagi penyandang difabel sehingga mereka kesulitan saat ingin mengakses beberapa tempat tersebut.

Pada masalah ini terlihat jika keseriusan pemerintah setempat dalam memberikan akses bagi para penyandang difabel sudah sedikit lebih baik dari tahun sebelumnya, walaupun kadangkala sering mengabaikan suatu sistem keberlanjutan yang harus diperhatikan untuk mendapatkan kenyamanan dan keamanan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Ari Handoko merupakan seorang difabel yang kesehariannya bekerja di tempat usahanya sendiri yaitu warnet, dengan keterbatasan kaki kanannya yang lumpuh membuat ia mengharuskan untuk menggunakan alat bantu berupa tongkat yang ia gunakan untuk menunjang aktivitasnya sehari-hari. Walaupun kondisinya tidak separah dibanding para penyandang difabel berat lainnya, akan tetapi apa yang dirasakan Ari Handoko masih jauh dari rasa nyaman ketika menikmati fasilitas umum. Seperti yang dikatakan Ari Handoko dalam wawancara yang kami lakukan "Untungnya kaki kanan saya masih bisa menahan, jadi ga terlalu susah untuk naik-turun tangga. Tapi yang paling menakutkan itu ketika tangga yang ga ada pegangannya sama sekali. Wah itu serem banget." 

Seharusnya pemerintah bersama masyarakat tanpa diberitahu pun dalam membangun fasilitas umum harus sudah memerhatikan para penyandang difabel. Pandangan ini melihat seakan-akan keberadaan para penyandang difabel masih kurang diperhatikan dan berada setingkat dibawah masyarakat non-difabel. Menurut Derrida sebagaimana yang diuraikan Christopher Norris dalam buku "Membongkar Teori Dekonstruksi Jacques Derrida" menjelaskan bahwa pemikiran yang dimaknai dengan adanya sesuatu yang unggul dan yang rendah maka makna tersebut akan mempengaruhi gaya berpikir masyarakat (Norris, 2017). Hal tersebut berarti bahwa masih banyak masyarakat yang memandang para penyandang difabel dengan pandangan yang rendah dan seolah-olah tidak memiliki nilai di masyarakat. Sehingga salah satunya adalah bentuk kurangnya perhatian dalam pembangunan sarana dan prasarana dalam menunjang aktivitasnya sehari-hari. Inilah yang kemudian menjadi cikal bakal lahirnya sikap deskriminatif seseorang terhadap orang yang lebih rendah, salah satunya adalah penyandang difabel. Hal ini juga terlihat dari bagaimana fasilitas yang dibangun seolah-olah mengabaikan keberadaan mereka.

Masalah ini tentu kian meruncingkan segala isu yang hadir di tengah publik mengenai anggapan terhadap teman-teman difabel, terutama bagaimana cara pemerintah setempat yang hanya membangun fasilitas sarana dan prasarana tanpa harus memerhatikan keberlanjutan dan keefektifan dari bangunan tersebut. Ditambah lagi dengan beberapa bentuk bangunan yang terdapat di Kecamatan Patrang memiliki bentuk bangunan yang tidak ramah untuk penyandang difabel. Tentu ini menjadi tugas pemerintah setempat untuk mengedukasi pemerintahan yang ada dibawahnya agar membangun segala sarana dan prasarana yang ramah untuk difabel juga memerhatikan keberlanjutan dan keefektifan dari bangunan tersebut.

Sehingga harapan kedepannya adalah selain fasilitas umum yang dapat dirasakan oleh masyarakat difabel juga terdapat hal-hal kecil yang perlu diperhatikan oleh pemerintah setempat dalam menyediakan akses bagi para penyandang difabel. Keberadaan mereka sama dengan keberadaan kita, mereka ingin merasakan apa yang kita rasakan. Mereka juga ingin dianggap setara dengan masyarakat lainnya. Oleh karena itu, segala jajaran yang memiliki otoritas dalam membangun sarana dan prasarana umum, perlu memahami konsep empati yang benar agar mereka juga bisa merasakan apa yang kita rasakan tanpa adanya perbedaan.

Penulis:    

Ahmad Rifqi (200910302126)

Mita Indriani (200910302101)

Maria Saraswati (200910302062)

Syaphira Happy (200910302049)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun