RONAL HUBIÂ
Hakikatnya manusia adalah makhluk politik (zoon politicon). Pada kehidupannya manusia melakukan sosial politik yang saling berinteraksi antara dua orang atau lebih, guna melaksanakan kegiatan sosial politik yang berorientasi untuk memenuhi kebutuhannya seharihari.Â
Menurut Plato, bahwa manusia adalah sebagai bagian dari zoon politicon dan secara indivdu manusia merupakan eleman terkecil dalam sebuah negara (Dennis&Isaac, 2015) Maka dari itu, manusia memerlukan wadah atau organisasi untuk mengekspresikan pemikiran dan keinginan-keinginan dalam berpolitik.Â
Namun, dalam dunia politik lebih identik dengan laki-laki yang seolah-olah tidak pantas untuk dimasuki oleh kaum perempuan.Â
Dunia politik bisa disebut dengan sesuatu yang aneh dari pandangan feminitas karena politik sangat erat kaitannya dengan kekuasaan, kesewenangan, pengerahan massa dan kompetisi- kompetisi yang tidak melekat dalam diri perempuan. Perempuan lebih mengutamakan perdamaian dan harmoni (Kiki, 2015)(Mardlatillah 2022).Â
Di negara Indonesia budaya patriarki masih tetap berjalan meskipun sedikit demi sedikit budaya tersebut terkikis karena perkembangan zaman yang semakin modern (modernisasi). Banyak kaum perempuan yang berani mengekspresikan pendapatnya di ruang publik. Dalam undang-undang secara jelas dituliskan bahwa setiap warga negara berhak dalam menyampaikan pendapatnya, baik laki-laki dan perempuan(Kiftiyah 2019).Â
Jumlah penduduk indonesia yang berjenis kelamin perempuan saat ini sebanyak 131, 9 Juta jiwa (Sumber data: Bapenas), dan perempuan yang duduk diparlemen hanya 97 orang saja yang mewakili penduduk yang berjenis kelamin perempuan dan 17,3 Persen dari total keseluruhan anggota DPR RI (Priandi and Roisah 2019).Â
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2011 tentang Partai Politik (Parpol), Perempuan diberikan kesempatan berkiprah mengembangkan karir nya pada dunia politik. Dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa dalam pendirian dan pembentukan Partai Politik, Parpol diharuskan untuk memasukkan 30% (tiga puluh persen) keterlibatan perempuan didalamnya, selain itu Pasal 2 ayat (5) juga menyebutkan bahwa kepengurusan Parpol Di tingkat nasional disusun dengan memasukkkan minimal 30% keterlibatan perempuan.Â
Sehingga perempuan memiliki kesempatan untuk terlibat pada kepengurusan partai, disampaing itu partai politik juga memiliki kewajiban untuk menciptakan kaderisasi yang massif pada perempuan yang memiliki potensi besar di dunia politik. Selanjutnya di ranah pemerintahan, peran perempuan diatur dalam Pasal 29 ayat (1) UU Nomor 2 tahun 2011 tentang bakal calon anggota legislatif yang harus memenuhi representasi perempuan sebanyak 30% (Mulyono, 2010)(Fauziah, Rizki, and Ramdani 2023).Â
Berbicara tentang perempuan dan politik, merupakan bahasan yang menarik. Sebab, peran politik perempuan dari perspektif kalangan feminisme radikal adalah dimana terjadinya transformasi total (kalau perlu, dengan sedikit pemaksaan) peranperempuan di ranah domestik ke ranah publik. Atau dalam bahasa populernya, kesetaraan gender.
Dominasi budaya patriarkhi seolah memberi garisan tegas bahwa antara perempuan dan politik, merupakan dua dunia yang berbeda dan tidak dapat bersinergi satu dengan yang lainnya. Dunianya perempuan adalah di rumah yang meliputi wilayah domestik, mengurus anak-anak dengan segala tetek bengeknya dan kalaupun berkarir di luar rumah maka pekerjaan/karir bukanlah hal yang utama.Â
Perempuan diharuskan siap memainkan peran ganda, sebagai ibu dan perempuan bekerja. Sedangkan politik adalah tempat yang cocok bagi laki-laki karena penuh dengan intrik-intrik berbahaya, terlihat macho, penuh manuver serta identik dengan uang dan kekuasaan (Wahyudi 2018).Â
Pemilu 2019 mencatat sejarah baru yakni meningkatnya jumlah keterpilihan perempuan di DPR RI sekaligus menjadi yang tertinggi dalam sejarah parlemen di Indonesia.Â
Melalui kebijakan affirmasi yang di tuangkan di UU pemilu, partai politik di dorong untuk mencalonkan sedikitnya 30% perempuan dalam pencalegan, baik di DPR RI maupun DPRD.Â
Kebijakan itu di perkait dengan masuknya sistem zipper, yakni keharusan satu caleg perempuan dalam setiap 3 caleg. Dengan sistem ini sudah pasti mewajibkan para perempuan secara aturan akan masuk dalam parlemen karena sistem pemilunya sudah membantu para perempuan untuk dapat berkompetensi dengan para lelaki (Umagapi 2020).Â
Keterwakilan perempuan di bidang politik dalam pemilu 2019 ini contohnya Dina Afridha merupakan calon legislatif perempuan dengan nomor urut 7 dari 13 caleg yang maju dari Partai Aceh dapil 1 Aceh Barat Daya ini menjadi satu-satunya yang berhasil mendapatkan kursi di pemilihan legislatif Aceh Barat Daya 2019 lalu, dengan perolehan suara 520 dari 2495 suara Partai Aceh di dapil 1 Aceh Barat Daya, gadis kelahiran desa keude paya, kecamatan Blangpidie Abdya pada 01 Januari 1995 ini menjadi anggota legislatif termuda dalam usia 24 tahun, beliau menyelesaikan studi akademiknya di universitas uin ar-raniry pada tahun 2017 dan mengabdi disalah satu madrasah tsanawiyah yang ada di aceh barat daya sebagai guru honorer(Parawansa 2002)." Perempuan berhak dan berpotensi memberikan kontribusi nyata di dalam politik.
 Namun demikian, tetap saja fenomena makin banyaknya sosok perempuan dalam kontestasi politik di daerah-daerah masih menjadi pro dan kontra sehingga keterlibatan perempuan masih mengundang diskusi, perbebatan, dan tak jarang masih menyisakan keraguan (Widiyaningrum 2020).Â
Metode penelitian ini adalah suatu metode yang menggunakan prinsip-prinsip kualitatif untuk membantu perempuan dalam membangun kekuatan dan kepemimpinan. Metode ini berfokus pada pengalaman dan kepemimpinan perempuan di dalam lingkungan yang mereka bangun. Dalam hal ini, metode ini menggunakan peranan yang aktif dan berpengaruh bagi para pengamat dalam proses penelitian.Â
Penelitian ini cukup relevan karena dapat membantu mengubah paradigma pendekatan dalam penelitian.
Menggunakan prinsip-prinsip kualitatif, metode ini menggambarkan pengalaman perempuan yang seringkali diabaikan atau tidak diperhatikan dalam penelitian. Dengan menggunakan metode ini, dapat meningkatkan pemahaman tentang perempuan dan mengubah pendekatan dalam penelitian. Selain itu, metode ini juga membantu mengubah lingkungan dan menggambarkan pengalaman perempuanÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H