Mohon tunggu...
Hanny Setiawan
Hanny Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Indonesia Baru

Twitter: @hannysetiawan Gerakan #hidupbenar, SMI (Sekolah Musik Indonesia) http://www.hannysetiawan.com Think Right. Speak Right. Act Right.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Meskipun Kasar, Mengapa Ahok Tetap Disukai Publik?

22 September 2016   23:07 Diperbarui: 23 September 2016   00:58 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gaya kepimpinan Ahok yang lugas, vulgar, kasar, dan terkesan sombong membuat banyak pihak menjadi tidak nyaman. Tapi anehnya, 1 juta tanda tangan sudah menyatakan mendukung Ahok, dan 4 parpol mendukung tanpa syarat Ahok. Dan sampai artikel ini diturunkan, Ahok masih belum dapat lawan resmi, karena pihak lawan masih sibuk mengocok dadu untuk menentukan siapakah lawan sepadan Ahok.

Meskipun lawan belum muncul, dari pengamatan tinggal ada dua senjata menyerang Ahok yang masih digunakan, yaitu kekasarannya dan soal penggusuran. Soal reklamasi, sumber waras, dan pidana yang lain sudah hilang gaungnya sejak di stop KPK. Sementara senjata SARA justru menjadi bumerang, karena mendorong Megawati langsung dengan tegas mendukung Ahok setelah Risalah Istiqlal muncul.

Calon antitesis yang coba disajikan lawan politik seperti Sandiaga Uno ternyata tidak mampu mengalihkan dukungan publik terhadap Ahok. Mengapa mayoritas publik tetap menyukai Ahok walaupun kasar?

Jawabannya bisa ditemukan kalau kita bisa mengerti mengapa Ahok nekat menggunakan pendekatan frontal dalam berpolitik. Artinya, Ahok tidak menggunakan jurus-jurus politik yang biasanya digunakan para politikus yang lain.

***

Dalam pelajaran etika, ada yang disebut teori hanya perang atau just war theory (jus bellum iustum). Teori ini pada dasarnya mempercayai bahwa perang diperbolehkan secara moral apabila memenuhi kriteria tertentu. Ada dua kriteria yaitu hak untuk pergi berperang atau the right to go to war (jus ad bellum), dan hak untuk mengadakan perang atau right conduct in war (jus in bello).

Pada intinya teori just war meyakini bahwa meskipun perang berdampak buruk, tetapi demi kepentingan yang lebih besar maka perang kadang harus dilakukan, bahkan kita harus ikut mendukung perang tersebut secara aktif (go to war).

Just War Theory is based on this classical view and from it the central concepts derive: that of the prior guilt of the offending party; and of just war as a means of vindicating violated rights or a violated order of justice, or as the means of restoring justice sumber  

Dilain pihak, sebagai penganut Kristen aliran Reformed Injili, Ahok terlihat sangat mirip dengan tokoh reform di Belanda bernama Abraham Kuyper. Kuyper adalah pemikir, jurnalis, sekaligus politikus yang berhasil mempengaruhi Belanda. Karir tertinggi Kuyper adalah Perdana Menteri Belanda. Dan menariknya Ahok ini memiliki banyak kemiripan dalam pemikiran dan tindakan.

Abraham Kuyper dijuluki “Abraham the Terrible” oleh lawan-lawan politiknya karena keberaniannya menentang arus zaman. Ia meyakini bahwa otoritas duniawi haruslah meniru otoritas Tuhan yang memandang semua manusia sebagai gambar dan rupaNya. Oleh karena itu negara harus memperlakukan semua warga dengan adil dan setara. Kuyper menentang segala bentuk diktator dan tirani oleh sekelompok kecil orang, baik itu kelompok borjuis (yang membuatnya dibenci oleh partai liberal), maupun kelompok buruh (yang membuatnya dibenci oleh partai sosialis).
 Sumber 

Teori Just War dan Kuyperian adalah dua hal yang bisa menerangkan mengapa Ahok bertahan dengan gaya politik vulgarnya. Bagi Ahok, dia sedang mendeklarasikan perang dengan korupsi demi kepentingan menyelenggarakan keadilan sosial (social justice).

Dalam perang kita dibunuh atau membunuh, demi sebuah kemenangan. Sebab itu Ahok tidak segan-segan untuk mengatakan “maling”, “keterlaluan”, bahkan “bajingan” karena memang sejujurnya kata-kata itu masih sangat halus kalau dilihat dari konteks peperangan.

***

Indonesia sedang dalam keadaan perang melawan korupsi, siapa yang bisa melawan pernyataan ini? Mahkamah Konstitusi, DPR, DPD, Pemimpin Daerah, Parpol sampai Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan kita “tahu sama tahu” korupsi itu ada. Seperti teroris, ada tapi sukar untuk dibuktikan karena sudah menjadi sistemik.

Kesadaran akan kondisi koruptif bangsa ini yang membuat publik simpatik terhadap apa yang Ahok lakukan. Tiba-tiba Ahok menjadi ikon yang mewakili kegusaran rakyat selama ini.  Bukan hanya itu, Ahok menjadi pemimpin terdepan sekarang ini untuk pemberantasan korupsi. 

Kalau Jokowi adalah simbol pemimpin yang peduli rakyat biasa, Ahok adalah pelengkap Jokowi untuk membersihkan birokrasi. Inilah rahasia kesuksesan Ahok merebut hati rakyat. Ketika Ahok tidak ingin sukses, dan hanya ingin benar, justru saat itulah Ahok menjadi sukses dalam kebenarannya.

Pendekar Solo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun