Sebab itu, meskipun tidak mendukung Prabowo saya tidak akan menjadi Prabowo haters. Â Meskipun saya tidak mendukung LGBT saya pun tidak akan menjadi LGBT haters. Â Dari hati terpancar kehidupan, demikan kata buku Amsal. Â Lebih baik menjaga hati dan terus tetap waras sehingga tidak terjebak kebencian.
Meskipun sudah dibuat hukum yang melarang hate-speech, kebencian kadang lebih gampang dirasakan daripada dibuktikan. Kita akan merasakan seseorang menghina kita atau menghormati kita.Â
Sebagai contoh, sebagai keturunan Tionghoa, saya tidak keberatan dan happy-happy saja dipanggil Koh Hanny, dan sampai detik ini banyak yang memanggil saya koh, ko, bahkan yang aneh maskoh Hanny.  Tapi ketika seseorang memanggil ‘koh Hanny’ dengan nada yang berbeda, kita tahu bahwa itu maksudnya mengejek SARA.  Sesuatu yang saya kadang saya alami di kampung-kampung di masa kecil saya.
Intinya, kebencian tidak bisa dilawan hanya dengan dihukum dan dipenjarakan. Kita harus menghentikan penyebaran kebencian dengan berhenti memberikan feedback kepada para pembenci. Â Seperti kata Jack Scafer yang adalah Analis Perilaku FBI:
Haters cannot stop hating without exposing their personal insecurities. Haters can only stop hating when they face their insecurities.
Bahasa gampangnya, haters butuh psikolog karena mereka sakit jiwa. Â Believe it or not.
Pendekar Solo
Referensi: The Seven-Stage Hate Model: The Psychopathology of Hate
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H