Pemilihan kata “jongos” sempat menjadi masalah, tapi ketika kata “croot, lendir, dan sebangsanya” dianggap cuma hal yang lucu. Komentar-komentar di lapak yang isinya saling menghujat, sementara mempertanyakan kalimat-kalimat kasar yang keluar dari mulut Ahok. Memperlihatkan betapa munafiknya manusia itu.
***
Sebagai seorang jurnalis warga, prinsip yang harus dipegang dalam beropini, berkomentar, dan berpendapat adalah sesederhana sama dengan apa yang kita lakukan di dunia asli.
Artinya, seharusnya tidak ada perbedaan kita di dunia maya, atau kita di dunia asli. Meskipun akun anonim pun apabila menulis secara jujur dan tidak dibuat-buat maka kredibilitas dari akun tersebut dapat diakui.
Setiap akun dalam sosial media memiliki “branding” tersendiri. Personal branding inilah yang harus dijaga, karena inilah yang menunjukkan siapa kita yang sebenarnya.
Ketika sebuah akun selalu memprovokasi, menghasut, menghina dengan kata-kata jahat, maka sebenarnya akun tersebut sudah membranding dirinya menjadi sampah dunia maya.
***
Kredibilitas tidak hanya dibangun dalam 1 hari, 1 status, atau 1 artikel. Track record kita sebagai jurnalis warga akan memperlihatkan siapa kita yang sebenarnya.
Dengan maraknya media tidak jelas, akun tidak jelas, dan artikel tidak jelas, menjadi kewajiban jurnalis-jurnalis warga yang waras untuk terus menyalakan lilin kebenaran ditengah kegelapan.
Jangan pernah terpancing dengan kata-kata dan artikel-artikel provokatif. Awal-awal saya juga dulu sempat ikut terpancing, terutama dikolom komentar sebuah artikel. Tapi sekarang saya mengerti memang dunia isinya tidak semua orang baik dan waras. Jadi biarkan saja. Prinsipnya sederhana:
Semua orang berhak beropini, sampai pada titik ditangkap polisi.