Seperti bola salju yang berubah menjadi avalanche (salju longsor), isu LGBT di Indonesia terus melejit. Semakin bikin gerah ketika berita UNDP (United Nations Development Programme) mengucurkan dana 108 milyar untuk mendukung eksistensi organisasi LGBTI di Indonesia, China, Filipina, dan Thailand.
Betul, saya tidak salah tulis. Bukan hanya LGBT (Lesbian, Gay, Bisexsual, dan Transgender), LGBT sudah bermutasi menjadi LGBTI. I adalah intersexual. Entah apa artinya intersexual, apakah berarti hak menikahi anak kecil (pedofila), hewan (bestially), atau penyimpangan-penyimapangan sexual yang lain masih perlu diklarifikasi.
Dengan alasan klasik HAM (Hak Asasi Manusia), gerakan LGBT mencoba mengembangkan sayap di Asia. Â Cerita sukses LGBT di Amrik telah menginspirasi dunia untuk bergerak. Â Gaya politisasi isu LGBT yang dilakukan Obama dan sekarang sedang di teruskan Hillary Clinton ataupun Berney Sanders dari partai Demokrat US yang sedang running for presidency.
***
Kaum LGBT TIDAK PERNAH dianiaya, dibunuh, ataupun di hina di Indonesia. Â Mereka tetap WNI seperti layaknya WNI yang lain. Dalam konteks ini Luhut selaku Menkopolham benar mengatakan bahwa kaum LGBT berhak dilindungi. Tapi Luhut tidak melihat lebih jauh dampak dari pernyataannya. Pernyataannya memiliki arti seakan-akan LGBT tidak dilindungi dan teraniaya selama ini. Salah besar!
Indonesia sudah membuktikan selama ini sudah toleran dengan kaum LGBT. Â Jadi gerakan LGBT yang mencoba memutarbalikkan fakta bahwa LGBT tertindas adalah politik yang jahat. Istilah Homophobia diciptakan seakan-akan tertindas dengan sangat. Â
Semua kaum LGBT punya KTP, bisa bekerja, bisa beli rumah, bisa bersekolah, bisa bersosialisasi dengan leluasa di Indonesia. Kalau ada satu dua komunitas radikal yang menganiaya mungkin karena ajaran yang salah. Tapi itu hanya outlier (data yang tidak normal). Jadi tidak bisa digeneralisasi. Artinya, dimana dianiayanya?
Bahkan realitasnya, gerakan LGBT-isme ada salah satunya karena mereka sadar tidak akan mendapat keturunan, jadi cara mengembangkan LGBT adalah menularkan. Jika tidak, apakah mungkin dengan tiba-tiba anak-anak muda dalam jumlah yang masif kita sekarang kekinan dengan gaya hidup bi-sex, transgender, dll tanpa ada yang mempropaganda?Â
***
Gerakan LGBT yang ditunggangi kepentingan politik internasional akan bermutasi dengan kepentingan politik dalam negeri. Inilah yang membuat 3% LGBT di Amrik mampu mengalahkan 97% yang non-LGBT di parlemen. Gerakan LGBT world-wide jelas sedang berusaha melegalkan pernikahan sejenis di seluruh dunia. Mereka memiliki Amerika dibelakang gerakan ini.  Dukungan yang tidak main-main. Â
Dari sudut peperangan "isme" atau peperangan pemikiran, LGBT-isme dan Radikalisme adalah dua paham yang sama bahayanya. Yang pertama mendewakan kebebasan tanpa batas karena tidak ada Tuhan yang dipercaya, atau tuhan yang bisa di-customized sesuai kebutuhan, yang kedua mengagungkan aturan yang dianggap "aturan ilahi" tapi tidak manusiawi.
Keseimbagan antara FREEDOM & FORM adalah peperangan filosofis yang ada disetiap kepercayaan sampai ke ateisme pun ada peperangan itu. Ateisme yang percaya tidak ada "tuhan", ternya memiliki standard yang jadi form dalam berbudaya juga, cuma mereka tidak mau menyebut itu sebuah agama. Pada dasarnya mereka memiliki agama bikinan sendiri.
LGBT pun demikan, pada dasarnya mereka ateis yang posmo yang hanya percaya dengan diri sendiri dan membuat aturan-aturan sesuai dengan nafsu dan kepentingan kelompok. Â Artinya, tetap ada form atau bentuk, tapi bentuk itu harus menurut mau mereka. Bahasa jawanya Sak Karepe Dewe (terserah maunya sendiri).
***
Gerakan LGBT akan dibela orang-orang yang "baik hati" tapi tidak bijak. Memberi ruang LGBT-isme untuk semakin bermain diruang publik bahkan berani mendorong pemerintah untuk melegalkan apa mau mereka adalah blunder yang akan bangsa ini sesali.
Prediksi saya, 2019 LGBT di Indonesia akan semakin eksis dengan bermain secara politis. Apabila Jokowi dan pemerintahan sekarang gagal mengantisipasi, LGBT bahkan bisa menjadi celah untuk menggulingkan Jokowi. Â Logikanya sederhana, paham Jokowi adalah paham Bhinneka, dan LGBT akan memainkan isu Bhinneka untuk meraih eksistensi legal dan hukum
Bhinneka yang tidak binal itulah yang seharusnya Jokowi tetap teguh memang garis itu. Melewati garis "kebinalan" LGBT demi kantong-kantong suara akan membuat Jokowi ditinggalkan relawan waras.
Yang jelas, saya pertama kali yang akan menentang. Biarkan Indonesia tetap Berketuhanan Yang Maha Esa, biarkan Obama dan Hillary merusak bangsa mereka sendiri.  Kita tidak perlu ikut-ikutan.  Salam Indonesia Baru, yang tidak binal.
Â
Pendekar Solo
Â
Sumber :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H