Jokowi memang fenomenal. Setahun sudah berlalu, tapi suasana black campaign masih tetap terasa. Â Gaya black campaign yang baru dikenal di Indonesia tahun lalu seakan tidak terbendung lagi. Â Pameo belajar hal buruk lebih gampang daripada belajar hal baik telah terbukti. Â Tabloid Obor Rakyat, Lee Atwater, Jonru, sampai Fadli Zon telah menjadi inspirator-inspirator black campaign yang berhasil. Â Apakah black campaign sudah melewati batas dan menjadi #hatespeech itu biarlah menjadi tugas polisi. Â Rakyat cukup menilai secara etika dan moral betapa para haters ini memang memiliki standard etika yang berbeda.
Perbedaan etika dan standard bisa diumpamakan LALAT dan LEBAH. Â Lalat tidak akan pernah mencari bunga dan keindahan, lalat memang mencari kebusukan dan kejelekan. Â Lebah sangat berbeda. Â Lebah menjadi keindahan dan menghasilkan dari keindahan-keindahan itu. Â Bunga-bunga menjadi sasaran Lebah, bukan bangkai.
Secara filosofis, para haters seperti lalat. Â Kesukaan mereka memang bukan kepada keindahan, keberhasilan, kebaikan, dsb. Â Tapi pada bangkai, hal-hal busuk, tempat sampah, luka-luka bau, dsb. Â Jadi tidak perlu dibawa hati, ataupun sampai dibawa mimpi. Seperti lalat, haters tetap akan tetap menjadi haters. Hanya jalan 'mujizat' yang bisa mengubah lalat menjadi lebah. Â
Sebuah artikel kesehatan mengatakan dengan sangat tepat, sbb:
"Mengapa lebah cepat menemukan bunga? Mengapa lalat cepat menemukan kotoran?
Karena naluri lebah hanya menemukan bunga. Sedangkan naluri lalat hanya menemukan kotoran. Lebah tidak tertarik pada kotoran, lebah tertarik pada harum dan keindahan bunga. Alhasil lebah kaya akan madu. Sedangkan lalat kaya kuman penyakit." (sumber : tribunnews)
Naluri kebusukan ini bagaikan sebuah cerita motivasi yang menceritakan seorang kakek tua yang berjanggut lebat dan marah-marah kepada tetangga-tetangganya. Â Penyebabnya adalah dia tidak menyukai BAU TERASI. Â Dan dia sangat marah dengan bau terasi dimulai mencari dan memarahi setiap orang dirumah dan tetangga terdekat. Â
Singkat cerita, cerita motivasi ini mengatakan bahwa ternyata bau terasi itu muncul karena janggut si kakek terkena terasi di dapur dan terbawa tidur sehingga akhirnya bau itu selalu melekat dan mengikuti dia. Buruk muka cermin dibelah, demikan kira-kira peribahasa yang tepat untuk kisah-kisah  ini.
Karena lalat tidak bisa berubah, lebih baik hindari saja lalat. Â Apabila terlalu banyak dan sudah menganggu, berikan lilin supaya mereka pergi ketempat sampai. Â Baru setelah tidak mempan, ambillah baygon, atau obat serangga yang lain. Disemprot dan ditutup pintunya supaya tidak mengganggu lagi. Â
Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci , semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.
Â
Â
Renungan Subuh Hari,
Pendekar Solo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H