Kampus adalah kawah candradimuka pemikir-pemikir bangsa yang baru. Â BEM dan organisasi-organisasi di sekitar kampus menjadi training center bagi pemimpin, pemikir, dan tokoh-tokoh bangsa yang baru. Â Di kampuslah, petarungan ide-ide seharusnya terjadi. Â Setajam apapun perbedaan ide tersebut, kampus seharusnya menjadi tempat yang netral dan tidak memihak. Â Oknum-oknumnya bebas menyalurkan aspirasinya, tapi organisasi resmi kampus seharusnya tidak berpolitik praktis.
Maraknya demo-demo tidak jelas yang suaranya senada dan seirama dengan kampanye hitam di Pilpres 2014 memperlihatkan bahwa survey pendidikan tinggi di Indonesia terpuruk di nomer 49 dari 50 Negara yang dipaparkan Anies Baswedan di depan kepala-kepala diknas adalah benar adanya. Â Tidak bermutu! Fakta yang menyakitkan.
[caption id="attachment_362481" align="alignnone" width="600" caption="Sumber : Mendikbud"][/caption]
Masih hangat diingatan kita demo mahasiswa IT yang menuduh Jokowi mempolitisasi kampus (Baca : Alumni ITB Berkicau, Demo Mahasiswa ITB Dipertanyakan) atau fenomena memocongi Jokowi yang dilakukan orang-orang yang seharusny menjadi harapan bangsa (Baca : Lawan! Artikel, Media, dan Mahasiswa Sampah!) semua terlihat jelas sebuah rekayasa politis dari kelompok-kelompok tertentu.
Dan lebih parah, kemarin 21/4/15, secara resmi BEM UNS (Universitas Negeri Surakarta) yaitu universitas negeri di kota Solo membuat suatu move politik yang sangat memalukan. Â Mereka membuar "Posko Pemulangan Jokowi". Â Sebagai badan resmi kampus, tindakan politik praktis ini patut dipertanyakan. Â Ini adalah suara dari seluruh civitas akademika, apakah rektor menyetujui, apakah semua mahasiswa menyetujui? Atau cuma segelintir orang yang merekayasa?
[caption id="attachment_362483" align="alignnone" width="600" caption="twitter.com/bemuns"]
Mencoba untuk mengerti siapa dan apa BEM UNS, dari twittter page mereka ada alamat homepage mereka di BEM.UNS.AC.ID yang coba saya buka. Â Ternyata, homepage mereka pun masih RENOVASI! Â Ini memperlihatkan betapa ironisnya mereka ini. Â Apa yang mereka perjuangkan? Â Mau Makar? Â Bikin web saja belum selesai mau memulangkan presiden? Â Lebih baik mereka pulang ke kota masing-masing, sehingga nama Solo tidak tercemari.
[caption id="attachment_362485" align="alignnone" width="532" caption="bem.uns.ac.id"]
***
Semua kekonyolan ini harusnuya membuat kita terus berfikir, apakah aspirasi mahasiswa hanya bisa di salurkan lewat demo? Â Itupun demo yang sangat provokatif dan politis. Â Apakah tidak bisa lewat seminar, tulisan, workshop, dan cara kreatif lainnya yang lebih intelektual?
Kalau tujuannya memang kritik, seharusnya usulan diatas tidak akan bermasalah. Tapi kalau tujuannya memang politis yang dilandasai perjuangan ideologi maka lebih baik mereka ini diserahkan Budi Waseso. Â Peran Rektor dan jajarannya juga harus dipertanyakan apabila tujuan politis dan makar yang terjadi.
Pada akhitnya, masyarakat bertanya-tanya, apa sebenarnya yang diajarkan di kampus sekarang ini?
Pendekar Solo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H