Pasukan cyber ala kampanye hitam sampai hari ini masih hidup. Â Bahkan terasa lebih tersistematis, terstruktur, dan masif. Isu-isu yang digoreng sudah dipilih dan diatur sedemikian rupa untuk membuat sebuah cerita yang menghipnotis. Â Tujuannya jelas, mengkampanyekan Jokowi tidak mampu, berkarakter jelek, dan harus segera diturunkan. Dari semua isu yang coba dihembuskan, isu anak Jokowi, Gibran adalah sebuah blunder besar. Â Alih-alih membentuk opini negatif, isu Gibran songong dsb membuat terbukanya topeng jahat pasukan cyber ini. Â Membunuh karakter Gibran untuk menghantam Jokowi adalah sebuah kekeliruan strategi. Mengapa? Gibran tidak ada dipolitik dan fokusnyanya jelas kerja, kerja, dan kerja. Â Sifat Gibran yang keras dalam menarik garis antara dia dan Jokowi justru sebuah kelebihan yang luar biasa. Â Tanpa perlu promosi besar-besaran kualitas kepimpinan Jokowi terlihat dari sosok Gibran. Â Karena kualitas pemimpin dilihat dari cara dia memimpin keluarganya. Megawati, Tommy, Yenny, Ilham, Puan, Ibas adalah anak-anak "mantan presiden" yang seharusnya di benchmarkkan dengan Gibran. Â Semua anak presiden/mantan presiden masuk politik dan/atau proyek plat merah menggunakan fasilitas dan nama besar orang tua. Â Gibran berani memastikan bahwa dia tidak mau dianggap mengekor Jokowi. Â Usaha sendiri, kerja sendiri, dan tidak minta proyek-proyek pemerintah. Â Mana yang lebih bagus? Soal BG, soal DP mobil DPR, soal kancing Jas, soal staf presiden, soal KPK, soal reshuffle, dsb bisa digoreng dan menjadi blur dengan isu yang sebenarnya. Â Tapi soal Gibran tidak bisa. Â Soal bully kepada Gibran jelas memperlihatkan betapa rendah moral cyber army, dan media-media pendukungnya. [caption id="" align="alignnone" width="630" caption="pkspiyungan.org"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H