Mohon tunggu...
Hanny Setiawan
Hanny Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Indonesia Baru

Twitter: @hannysetiawan Gerakan #hidupbenar, SMI (Sekolah Musik Indonesia) http://www.hannysetiawan.com Think Right. Speak Right. Act Right.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perkawinan Agama-Demokrasi ala Gus Dur

10 Desember 2013   16:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:05 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gus Dur adalah tokoh negara yang bagi saya sangat memberkati.  Biarpun dia berbeda agama, tapi pemikiran-pemikirannya banyak yang sangat mencerahkan bagi saya yang kristiani.   Baru-baru ini ada artikel di merdeka.com yang berjudul "Kawinkan Islam dan demokrasi, Gus Dur dicap zionis".  Suatu tuduhan yang tidak main-main.  Bahkan ketua umum PKB Muhaimin Iskandar menyatakan di artikel yang sama bahwa "Gus Dur lah yang pertama kali mengawinkan Islam dan Demokrasi" .   Saya pun tertegun membacanya.  Perkawinan agama-demokrasi, sebuah ide yang harus di eksplorasi lebih.

Dari komentar-komentar di artikel itu, terlihat pro kontra seperti biasanya di isu yang kontroversial seperti ini.  Karena saya bukan muslim, menganalisa Gus Dur secara Islam bukanlah kapasitas saya.  Tapi, pokok permasalahan yang sama menarik untuk di ulas dan kebetulan memang minat riset saya selama ini.   Apakah kristen dan demokrasi bisa di kawinkan? Pertanyaan ini yang harus di jawab juga secara teologis bagi pengikut Kristus.

Konsep dasar demokrasi adalah kekuasaan ada di tangan rakyat sehingga lahir adagium "vox populi, vox dei" yang artinya suara rakyat adalah suara Tuhan.   Organisasi gereja juga terpecah menjadi dua dalam menyikapi demokrasi dalam gereja.  Ada yang menganut murni demokrasi, ada juga yang menganut "double standard".  Di gereja atau denominasi mereka memakai istilah teokrasi yang di jalankan pemimpin tunggal atau elite pemimpin, tapi di kebangsaan tetap mendukung vox populi, vox dei.

Kehendak Tuhan sudah pasti di atas semua kehendak manusia.  Ini adalah premis utama orang beragama. Kalau Tuhan bukan yang terutama dalam hidup kita, sebetulnya Dia bukan Tuhan bagi kita. Yang menjadi masalah kalau kehendak Tuhan berbeda dengan kehendak rakyat bagaimana? Dalam demokrasi, kehendak rakyat TIDAK 100% bebas, tapi di atur oleh hukum.  Kehendak Tuhan di atur oleh hukum Tuhan, kehendak rakyat diatur oleh hukum negara.   Sebab itu, pertanyaan yang sebenarnya adalah apakah hukum Tuhan akan bisa bentrok dengen hukum negara?

Secara konsep kekristenan, tidak bisa.  Hukum tertinggi dalam kekristenan adalah Hukum Kasih.  Dan tidak ada hukum yang menentang hukum kasih ini.  Sebab itu fungsi dasar orang Kristen adalah garam dan terang. Dalam bentuk negara apapun kekristenan seharusnya bisa hidup untuk menggarami dan menerangi.  Sebab itu Kristus tidak mau ketika Dia di minta untuk melakukan tindakan makar ke Herodes dijamannya.   Mungkin dalam analogi jaman modern, Gandhi dan Martin Luther King adalah dua penganut no conflict approach yang Kristus ajarkan.

Bagaimana kalau hukum negara itu jahat, misalnya jaman dulu adalah perbudakan di legalkan.  Bagaimana pendekatan kekristenan?  Perjuangan William Willberforce di parlemen (baca: DPR kalau di Indonesia) untuk menggolkan undang-undang secara legal penghapusan perbudakan adalah contoh baik bagaimana kekristenan berfungsi dalam sistem negara yang jahat.  Berjuang bersama William Pit temannya yang perdana menteri Inggris, Willberforce membutuhkan dua puluh Tahun untuk melihat hasilnya.  Perbudakan di hapuskan di Inggris di 1807.  Akibatnya, adalah revolusi Amerika terjadi, dan lahir negara raksasa demokrasi yang kita kenal sekarang United States of America.

Pendekatan kekristenan adalah pendekatan humanis, biarpun iman kristen adalah iman yang teologis eksklusif.   Sehingga, pemikiran Gus Dur untuk memperkawinkan agama-demokrasi, dari sudut kekristenan tidak asing bahkan itu yang seharusnya di kerjakan.  Perkawinan itu saya namakan ide demokrasi-teokrasi. Tanpa melacurkan iman tunggal kepada Kristus, WNI kristen adalah orang-orang yang seharusnya mendukung penuh demokrasi Pancasila yang di anut Republik ini.

Pendekar Solo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun