Mohon tunggu...
Hanny Setiawan
Hanny Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Indonesia Baru

Twitter: @hannysetiawan Gerakan #hidupbenar, SMI (Sekolah Musik Indonesia) http://www.hannysetiawan.com Think Right. Speak Right. Act Right.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fatin Korban Pembodohan Pendidikan

24 Oktober 2013   11:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:06 1912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_273766" align="aligncenter" width="914" caption="Sumber: www.berklee.edu"][/caption] Pernyataan-pernyataan Fatin Shidqia Lubis, juara X Factor dengan segala kontroversinya, dalam wawancara dengan merdeka.com, (baca: Tak yakin dengan karir musik, Fatin Shidqia teruskan pendidikan), memperlihatkan kepada kita yang berkecimpung di dunia pendidikan seharusnya menangis.  Tidak ada yang salah sebenarnya dengan Fatin mengambil keputusan untuk ke Sastra Inggris atau jurusan lain di luar musik.  Tapi terlihat sekali keputusan yang diambil karena ketidakmengertian tentang industri musik secara khusus, dan apa pendidikan itu sendiri secara umum.  Tidak berlebihan kalau disebutkan Fatin adalah contoh korban pembodohan pendidikan.  Mari kita simak pernyataan-pernyataan Fatin.

Fatin sadar betul dengan karirnya di musik yang tidak akan menunjangnya hingga tua nanti "Secemerlang apa pun penyanyi, dia pasti akan berhenti. Jadi aku tetap mempedulikan pendidikan. Kalau nggak kuliah nanti aku mau kerja di mana, S1 aja masih banyak yang ditolak," "Ayah nyuruh aku kuliah di luar. Tapi aku maunya di Indonesia aja. kuliahnya. Yang tempat kuliahnya bisa bikin pewe (nyaman) aku dan nggak bikin aku bolos kuliah,"

(Sumber)

Pemikiran-pemikiran yang sangat sempit untuk seseorang yang sebenarnya mampu untuk meraih lebih di masa depan.   Student Career Center seharusnya lebih dikembangkan di sekolah-sekolah, orang tua juga harus lebih di didik untuk mengerti bahwa sekarang adalah abad ke-21, dunia sudah berubah.  Banyak karir profesional yang dulu tidak ada, sekarang ada.  Atau yang sekarang tidak ada, ke depan akan muncul.  Ketika Fatin menyebut "Karir Musik", maka di benak dia yang kemungkinan besar adalah benak mayoritas orang tua dan kita semua, maka di pemikiran kita adalah artis penyanyi, pemusik, atau paling jauh studio rekaman. Di abad ke-21 Karir Musik itu sangat  luas dan believe it or not, industri digital musik adalah penggerak utama dunia digital (Baca).

Berklee College of Music, produsen utama profesional musik dunia, mengeluarkan survey tentang karir-karir profesional yang bisa kita kerjakan di industri musik, dan itu saja sudah memperlihatkan bahwa yang disebut karir musik itu tidak sekedar nyanyi dan ngamen.  Dan yang lebih penting, karir di musik adalah salah satu  karir masa depan yang paling menjanjikan di abad ke-21.   Mencontoh PK Ojong dan Jakoeb Oetama yang sukses mengembangkan multibisnis grup Kompas dengan hanya dimulai dari "menulis", seharusnya kita bisa membuka mata anak-anak muda kita bahwa "menyanyi" pun bisa di kembangkan sejauh itu karena infrstruktur industri musik abad ke-21 sudah jauh lebih siap sekarang ini.

Pemikiran Fatin kedua bahwa pendidikan dan karir adalah sesuatu yang terpisah adalah pemikiran feodal yang sangat disayangkan seorang juara bisa bermental seperti itu.  Tapi sekali lagi, kesalahan mungkin tidak di Fatin.  Tapi lingkungan yang tidak mampu memperlihatkan kemungkinan-kemungkinan dan optimisme.   Sebagai misal, Sastra Inggris yang dia mau ambil dapat sejalan dengan kemampuan dia bernyanyi. Bayangkan, dengan menulis lagu bahasa inggris sekelas I Can't Live Without You, Mariah Carey dan membuat single yang kemudian di distribusikan lewat itunes, langit musik, dan kanal-kanal digital distribusi lainnya akan membuat Fatin semakin eksis dikarirnya sekaligus pendidikannya. Yang terakhir,  berapa banyak anak yang mau kuliah luar negeri tapi tidak mampu, dan seorang Fatin menolak  dengan alasan, "..nggak bikin aku bolos kuliah" Menyedihkan sekali membaca berita ini. Kontras dengan apa yang dikatakan hari ini di Timlo.Net :

Ia (Anies Baswedan, red) mengungkapkan bahwa di Indonesia jumlah manusia yang mengenyam pendidikan tinggi hanya sebanyak delapan persen, sedang mereka yang berpendidikan SD kurang dari 49,5 persen. Bahkan apabila merujuk pada angka jumlah sekolah pada 2012 lalu, terdapat sekitar 170.000 SD di Indonesia, 39.000 SMP dan 26.000 SMA. (Sumber)

Kita butuh pemimpin-pemimpin muda di masa datang yang berkualitas.  Fatin sudah memiliki fans loyal yang menyebut diri Fatinistic, bisa dibayangkan fans-fans ini hanya mengidolakan kosong seorang Fatin karena emosi semata bukan karena pemikiran-pemikiran yang jelas.  Kampus di luar negeri membuat kita ingin membolos kuliah? Entah pemikiran darimana, tapi jelas ini sudah dilontarkan public figure muda kita, Fatin Shidqia Lubis. Pendekar Solo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun