[caption id="attachment_270146" align="aligncenter" width="624" caption="Diana Nasution - Kapanlagi.com"][/caption] Ibunda penyanyi Ello dan juga istri pemusik pop Indonesia lawas Minggus Tahitoe, Diana Nasution meninggal dunia pagi tadi 00.45 karena kanker payudara.  Dan sepertinya sudah menjadi biasa di abad social media "kicauan twiter" lebih cepat dari semua media yang ada.  Fenomena berita twitter tersebut seakan-akan menjadi suatu tanda zaman akan berakhirnya sebuah generasi.  Lahir di  jaman kemerdekaan (1944-45), Diana ngetop di tahun 70-80 and dimana internet belum ada, dan tv hanya ada TVRI, dan koran masih sering di breidel. Sang anak Ello melejit karena menyanyikan lagu lawas Pergi Untuk Kembali, lagu yang orisinilnya dinyanyikan rekan sejawat Diana yaitu Melky Goeslaw yang juga sudah berpulang.  Melky sudah pergi, tapi Melly Goeslaw sang putri sudah kembali berkarya.  Akankah Diana kembali melalui Ello?  Kita masih menunggu Ello untuk menunjukkan dia bisa meneruskan "cerita ibunda"  Tapi paling tidak sang ibu dan ayah sudah membuka jalan buat Ello. Paralel dengan peristiwa diatas,  kita harus berfikir dan melek, generasi yang lahir angkatan 45-55 sudah mulai pulang, sementara itu generasi  yang lahir di 55-65, dan 65-75 masih berkutat dengan banyak masalah dan tantangan di bangsa ini.   Kita harus melirik generasi yang lebih muda untuk meneruskan cerita "bunda pertiwi."  Sebagai perbandingan, Jokowi lahir 1961, Ahok lahir 1966, Anies Baswedan lahir 1969, ketiga orang ini mampu mewakili generasi Ello dan Melly, yaitu generasi penerus pemimpin bangsa.  Akankah generasi ini lebih baik dari sebelumnya dan mampu "kembali" ke mimpi-mimpi Republik yang sebenarnya.  Kita doakan Ello, Melly, dan juga Jokowi, Ahok, Anies dan semua jajaran pemimpin baru Indonesia untuk kembali bagi negeri. Kepergian sosok Diana harusnya membuat kita sadar tongkat estafet generasi harus dipersiapkan jauh-jauh hari.  Ada "tiga dosa" dalam mempelajari generasi.  Yang pertama, tidak mampunya kita melihat peran generasi yang lebih senior.  Ke-2, tidak mampunya kita menjawab kebutuhan generasi kita sekarang.  Yang terakhir, kita lupa menyiapkan generasi yang akan datang.  Kepergian Diana Nasution, mengingatkan kita semua untuk selalu mengingat "ketiga dosa" itu dan mulai berbenah di semua sektor, sebagai pribadi maupun bangsa.  Selamat jalan Diana, sampai ketemu lagi.  Terima kasih untuk karya-karyanya bagi negeri.  Untuk Ello, selamat berjuang meneruskan cerita Tuhan dalam hidupmu. Pendekar Solo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H