[caption id="" align="aligncenter" width="594" caption="kupang.tribunnews.com"][/caption] Pegawai KPK demo untuk memprotes pelimpahan kasus BG ke kejaksaan Agung.  Dan secara "gagah" Nanang Farid Syah Penasihat Wadah Pekerja KPK mengatakan, "Kami membangkang kepada manusia iya, tetapi tidak pada kebenaran. Kami membangkang karena kebenaran diinjak-injak" (Sumber) Saya mencoba mengerti kebenaran seperti apa yang dipercaya para pegawai ini, sehingga mereka bagaikan segerombolan orang yang tidak mengerti hukum yang mencoba mencari "street justice".  Dan saya belum menemukannya.  Mengapa? Boleh kita curiga dengan Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki karena orang "baru" dan tidak segarang Abraham Samad yg berkumis, tapi Johan Budi yang jelas ada dibelakang AS, BW dan para Pegawai mengatakan sebagai berikut:
"Kami merasa tidak kalah. Ini bukan kalah menang, tapi strategi agar pemberantasan korupsi tidak berhenti," kata Johan. (sumber)
Kalimat yang bijak dan penuh hikmat dari Johan Budi seharusnya membuat malu para pegawai KPK dan aktifis yang mencari muka dari sisa-sisa kasus BG. 36 Kasus KPK yang terbuka dan belum terurus jelas mis-management dari KPK musim Abraham Samad, dan Bambang Widjayanto. Â Sebab itu kalau tidak ditangani, 36 kasus ini akan lolos semua dan tidak berhasil dituntaskan. Itu taruhan yang sangat besar. Â Perang boleh, tapi pakai strategi.
***
Demo apapun pasti ada yang menggerakkan. Â Siapa menggerakkan pegawai KPK? Aktifis anti korupsi jelas tidak mungkin. Â Pasti orang yang mempunyai pengaruh di dalam KPK sendiri yang menggerakkan para pegawai ini. Â Siapa Nanang? Tidak pernah kedengaran bukan? Â Dia pun pasti ada yang nitip pesanan.
Logika yang sederhana solidaritas mereka kepada Abaraham Samad, atau lebih parah AS masih belum terima dengan kondisinya dan kembali berpolitik.
Budi Gunawan mungkin bisa lolos, tapi dia jelas sudah gagal jadi kapolri. Â Bukankah itu yang dimau Abraham Samad? Â Apakah semua korupsi di Indonesia ini dilakukan Budi Gunawan? Â SDA, Sutan, dll bisa lepas semua gara-gara pegawai KPK yang berpolitik praktis, dan oknum-oknum yang terus mengkomporsi urusan yang seharusnya sudah selesai.
Salah satu sebab lolosnya BG karena kecerobohan Samad. Â Karena menganggap enteng posisi politis, dan hukum seorang BG. Â Dan Samad sudah kalah perang. Â Tidak usah merengek-rengek minta Jokowi bantu ini, bantu itu, KPK harus membenahi diri dan masukan saja SDA, Sutan Batugana, dan tindak lanjuti Ibas, serta jangan lupa di depan mata bongkar DPRD DKI, rakyat sudah bahagia.
Bagaimana BG? Â Kalau dia benar seperti yang dituduhkan, hidupnya tidak akan nyaman lagi, karena seharusnya KPK dan seluruh penyidiknya terus menunggu BG melakukan kesalahan. Â No perfect crime bukan? Gitu aja koq repot.
***
Saya yakin semua rakyat setuju bahwa korupsi adalah musuh utama bangsa ini. Â Kita semua geram dan jengkel. Tapi peperangan ini sudah masif disemua lini. Â Cara KPK seperti Samad cs yang secara atraktif memasukkan orang-orang "besar" jelas kita hargai. Â Tapi terlihat jelas bahkan sekelas AS dan BW pun menggunakan Century , dan Hambalang untuk terus menggantung SBY dan Ibas.
Artinya, KPK harus tetap memilih kasus mana yang bisa diselesaikan, mana yang tidak. Â Tidak bisa diselesaikan bisa karena 1001 alasan. Â Bukan karena takut mati, atau yang lain. Â Mungkin karena keamanan negara, mungkin karena bukti yang kurang, mungkin karena salah prosedur, mungkin karena ada "kompromi hukum" demi efek jera dsb.
Tapi dilain cerita, Ahok sedang mempertunjukkan kepada kita penanggulangan Korupsi yang jauh lebih efektif dan masif. Â E-Budgeting! Â Artinya, sistem yang diperbaharui dan dipersulit untuk korupsi. Â Jika tidak, mau buka lapas berapa besar lagi?
Sebab itu, justru lebih penting membongkar Taufik dan Lulung vs Ahok daripada berlama-lama dengan isu BG. Bisa menjadi suatu cerita sejarah, karena bukan hanya DKI Jakarta, tapi seluruh provinsi, kotamadya, dan kabupaten akan mengalami kesulitan untuk memainkan APBD. Â Strategi "jangan kasih makan sel kanker" terbukti jauh lebih efektif daripada terus-menerus kemoterapi.
Pendekar Solo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H