Ramai poros tengah, parindra (poros indonesia raya), dan koalisi partai islam untuk mencoba memecahkan kebuntuan koalisi sangat menarik di pelajari. Â Terutama karena munculnya tokoh Amien Rais dan mencuatnya isu partai agama. Â Membuat seperti de javu masa Gus Dur masih hidup.
Kelompok ini mencoba mencari figur yang seperti Gus Dur.  Ini yang membuat penulis terhenyak.  Sebagai pengagum Gus Dur, lengsernya Gus Dur di tengah jalan membuat stigma negatif yang susah di lupakan terhadap sosok Amien Rais dan konco-konconya.  Biarpun bukan Nahdliyin, melihat  alm. Gus Dur hanya di permainkan untuk mengalahkan Megawati, setelah itu diturunkan dan menaikkan Megawati lagi, rasa tidak terima itu masih ada. Politik tanpa nilai, tanpa integritas itu yang penulis lihat di kasus itu.
Biarlah yang lama berlalu, yang baru sudah terbit. Itulah semangatnya. Â Tapi apa lacur. Â Skenario yang sama mau coba di buat kembali. Â Kali ini siapa yang mau di 'Gus Dur' kan? Dipakai untuk kepentingan sesaat, ditelikung di kemudian hari karena tidak bisa "dibonekakan" Â Apakah bangsa ini begitu cepat lupa?
Belum hilang dari rasa "sakit hati" mendengar kembalinya keluarga Cendana melalui Titiek Soeharto ke Senayan, dan juga Prabowo yang berusaha comeback lewat Gerindra, Golkar yang mengusung kembali "Soeharto-isme", sekarang koalisi jadi-jadian hendak coba di usung kembali. Â Tapilah itulah pilihan demokrasi, apapun hasilnya selama tidak melanggar hukum harus diterima. Yang bisa dilakukan hanyalah "pembelajaran politik dan moral" kepada masyarakat untuk lebih cerdas dan tidak gampang dibodohi lagi.
Dan kali ini sebetulnya apa yang disebut "Koalisi Partai Islam" harus dipertanyakan secara etika, bukan secara hukum. Â Setelah di kampanye pileg 2014, SEMUA. Â Sekali lagi penulis tegaskan SEMUA partai Islam mengaku sebagai partai terbuka, kemudian sekarang setelah kebuntuan koalisi, tiba-tiba semua serempak mau jadi partai Islam lagi? Apakah ini bukan pembohongan publik? Atau sekedar strategi politik, dan siasat yang tidak etis?
PKS (Partai Keadilan Sejahtera)
Anis Matta: Sejak Jadi Partai Terbuka, Kader PKS Sempat Galau
Tegaskan partai terbuka, PKS boyong paduan suara gereja ke GBK
PAN (Partai Amanat Nasional)
PAN: Kami Partai Terbuka, Tak Cuma Satu Agama
Hatta Rajasa: PAN Partai Terbuka dan Nasionalis
PPP (Partai Persatuan Pembangunan)
PKB (Partai Kebangkitan Bangsa)
Masuknya Bos Lion Air Buktikan PKB Partai Islam Terbuka
Pertegas Identitas Partai Terbuka dengan Gaet Rusdi Kirana
Setelah semangat membabi buta mengkampanyekan diri sebagi partai terbuka, maka sekarang SEMUA bergenit-genit ria untuk menyebut diri menjadi partai Islam. Â Bukankah ini sama dengan kasus "Gus Dur" yang di pakai kemudian di telikung? Â Ataukah ini bisa disebut "politik biasa" yang berdasarkan kepentingan dan kebutuhan sesaat tanpa menghiraukan nilai-nilai yang teguh. Â Kalau itu yang terjadi, bukankah itu disebut politik tanpa integritas?
Melanjutkan investigasi ringan isu ini, ternyata di socmed mulai ramai di bicarakan bukan saja di twitter i. Untuk tidak memperpanjang artikel ini, penulis perlihatkan beberapa kicauan di twitter untuk melengkapi sudut pandang berfikir ini.
Heboh koalisi partai Islam. Ternyata PAN n PKB itu partai Islam toh. Kasihan orang Bali yg ngira partai terbuka. Ketuanya o/ Bali.— Mpu Jaya Prema (@mpujayaprema) April 15, 2014
Kesimpulan sementara (bisa salah) ketika kampanye dipakai istilah partai terbuka, ketika membentuk koalisi dipakai istilah 'partai islam' — Fadjroel Rachman (@fadjroeL) April 18, 2014
Ketika pemilu legislatif rame2 bilang partai terbuka, ktk berebut kekuasaan eksekutif mereka bilang partai Islam :(— Beka Ulung Hapsara (@Bekahapsara) April 18, 2014
14. Kalau caleg PKS di Bali beragama Hindu, di Jayawijaya beragama Nasrani, ya PKS partai terbuka! Mestinya tak ribut dg AHOK. #dilemaPKS — Fadjroel Rachman (@fadjroeL) April 10, 2014
Partai taliban RT @emerson_yuntho: PKS itu Partai Islam atau Partai Terbuka ga?— BubarkanPKS (@Alamat_Palsu99) April 18, 2014
Menuliskan tulisan ini sebagai pendukung Jokowi, dan kristen sebenarnya bisa dianggap subyektif.  Tapi soal niat dan hati hanya Tuhan yang bisa melihat.  Preferensi pribadi  memang tidak mendukung partai agama, meskipun itu partai kristen seperti mendiang PDS (Partai Damai Sejahtera), karena tidak sesuai dengan pemikiran teologi penulis.
Karena penulis tidak mengerti agama orang lain, maka lebih baik istilah-istilah Partai Terbuka, Partai Nasional, Partai Islam, Partai Berbasis Massa Islam segera di klarifasikan ke masyarakat umum. Â Jangan sampai isu agama dipakai untuk mencari dukungan sesaat.
Konstituen "agama lain" Â yang berpotensi menjadi korban kampanye dan marketing politik yang ngawur bisa tersakiti. Â Dan ini tidak baik untuk tenun kebangsaan yang sedang dibangun bersama. Â Dalam konteks itu dan dalam semangat kebhinekaan, biarlah artikel ini bisa sedikit urun rembug menuju Indonesia yang lebih baik.
Bersamaan dengan memperingati RA. Kartini, mungkin kalimat mendiang sangat tepat menyimpulkan kegundahgulanaan penulis di artikel ini.
[caption id="attachment_304132" align="alignnone" width="526" caption="indocropcircles.wordpress.com"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H