Mohon tunggu...
Hanny Setiawan
Hanny Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Indonesia Baru

Twitter: @hannysetiawan Gerakan #hidupbenar, SMI (Sekolah Musik Indonesia) http://www.hannysetiawan.com Think Right. Speak Right. Act Right.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengamati Exodusnya Kader-Kader Gerindra ke Jokowi

7 Juni 2014   05:36 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:54 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kompasianer Ellen Maringka menjelaskan dengan jeli exodusnya Mohammad Harris Indra yang terpukau dengan pengalaman pribadi dia dengan Jokowi yang sangat berkesan (Baca). Kebenaran tesis Jokowi memanusiakan manusia dibuktikan dari peristiwa ini.

Diberitakan juga bahwa Harris kecewa dan kesal karea proses demokrasi di tubuh Gerindra yang kurang memuaskan dirinya.  Sistem "tegas mendepak" orang yang seperti yang ditakutkan selama ini terbukti.  Otoriter gaya militer yang gagal diterapkan di komunitas sipil.

Dia (Harris) kesal kepada Prabowo karena Fami Fachrudin, Ketua Bidang Ilmu Pengetahuan DPP Partai Gerindra didepak Prabowo Subianto. Dia menyebut pemberhentian Fami merupakan tragedi demokrasi partai. (Baca)


Lebih jauh Harris dengan tegas mengatakan bahwa dia bukan satu-satunya kader yang mendukung Jokowi tapi rata-rata takut bersuara karena takut KONSEKUENSI PARTAI.

Harris memahami alasan kader dan pengurus Partai Gerindra lainnya yang tidak berani terbuka seperti dirinya mendukung Jokowi.Sebab, lanjut Harris, bakal ada konsekuensi yang harus dihadapi mereka jika mendukung Jokowi. “Tidak semua orang kan berani mengambil konsekuensi,” ujar Harris. (Baca)


Pernyataan yang menarik, karena menurut saya sangat logis hal ini terjadi karena dua sebab:

1.  Bergabungnya semua jenis partai ke gerbong Gerindra.

Gerindra yang murni nasionalis bahkan agak berbau kristen yang jadi tumpuan jebolan Golkar maupun PDS (Partai Damai Sejahtera) yang sudah almarhum, tiba-tiba berubah warna menjadi hijau royo-royo dengan masuknya PKS dkk.

Caleg-caleg asal gereja yang dulunya ditawarai rumah nasionalis yang baru sudah pasti akan termasuk kelompok kecewa yang dimaksudkan Harris.  Tapi untuk keluar Gerindra mungkin sudah simalakama.  Contoh jelas adalah AHOK.  Bisa dibayangkan caleg-caleg yang belum dilantik?  Mereka tidak akan berani kehilangan kesempatan duduk di DPR gara-gara secara terbuka keluar Gerindra.

2.  Gaya Kepimpinan militer yang tidak cocok di alam Demokrasi.

Merubah gaya kepemimpinan bukan hal yang mudah.   Apalagi kalau SEMUA pengalaman Prabowo yang dibanggakan adalah di militer.  Sistem top-down ini yang bakal membikin frustasi sang jendral.  Dalam sistem militer, membantah atasanpun dapat di tembak ditempat kalau dalam situasi perang.

Karena memang harus taat 100%.   Sudah terbukti, sang jendral disuruh menculik pun mau.   Dia pasti meminta ketaatan yang sama dari anak buahnya.  Logis.

Pindah partai dan dapat jabatan atau dijanjikan jabatan itu cukup masuk akal.  Tetapi pindah partai dengan alasan calon lain lebih baik, atau menjadi "secret admire" (pengagum rahasia) dari calon lawan adalah masalah besar.

Saya pribadi jujur pernah berharap Gerindra bisa menjadi alternatif dari PDI-P, Nasdem, atau Hanura yang adalah partai-partai nasionalis di luar Golkar.  Sampai Jakarta Baru, bahkan sampai pileg pun Gerindra masih tetap utuh dan menarik. Tapi koalisi prahara telah menjatuhkan nama Gerindra cukup fatal. Sayang sekali.

Kemenangan Jokowi 2014 bisa jadi akan menamatkan ambisi Prabowo untuk jadi presiden selamanya, dan juga menenggelamkan Gerindra di 2019 lebih dalam  apabila tidak berbenah.

Pendekar Solo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun