Mohon tunggu...
Hanny Setiawan
Hanny Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Indonesia Baru

Twitter: @hannysetiawan Gerakan #hidupbenar, SMI (Sekolah Musik Indonesia) http://www.hannysetiawan.com Think Right. Speak Right. Act Right.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Strategi "Buying Time" Melalui Rekayasa Data Quick Count?

11 Juli 2014   06:57 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:41 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bukan hanya meyakini menang, tapi opini-opini yang membalik keadaan muncul kembali. Persis seperti keadaan kampanye sebelum 9 Juli. Kampanye hitam! Hajaran pasar modal ke pihak-pihak yg dianggap manipulatif cukup banyak memperlihatkan mana yang investor percaya. Tapi ternyata tidak cukup kuat untuk menghentikan sebuah manuver terakhir yang sangat berbahaya.

Yang saya amati, kedua kubu sebenarnya sudah tahu hasil akhir. Bahasa "politically correct" yang dipakai SBY, dan kedua kubu yang seakan-akan masuk zona cold war membuat pesta demokrasi 9 Juli sedikit tercoreng. Tidak akan mudah melupakan "stigma"" ini.

Mengapa jalan politis ini diambil, bisa diduga akibat potensi adanya pihak yang mengambil keuntungan dengan "mengkeruhkan yang tidak keruh". Inilah sebabnya sangat bahaya sekali kalau KPU tidak netral, dan SBY juga tidak tegas dalam mengambil posisi.

Posisi "Buying Time" ini adalah posisi mengulur waktu untuk menyusun siasat baru. Entah siasat apa lagi yang mau digunakan, tapi kali ini seluruh dunia melihat, seluruh Indonesia memperhatikan, KPK pun mengawasi. Semoga bukan siasat-siasat yang akan merobek tenun kebangsaan. Bola sekarang ada di KPU dan Baswalu, apakah mereka bisa bersih 100% atau mau bermain kotor dan jadi catatan buruk sejarah Indonesia? Keputusan di tangan KPU.

***

Semua pihak sudah mengerti bahwa secara yuridis, sebelum 22 Juli, Indonesia Baru belum resmi secara legal. Tapi menafikan dan/atau merekayasa Quick Count, itu melecehkan dan membodohkan rakyat dan bisa dikategorikan pengkhianat bangsa apabila benar data QC direkayasa.

Rekayasa data QC itu apabila mampu mampu dibuktikan, bukan hanya setuju ketua MUI NTT Abdul Karim, yang meminta untuk dicabut ijinnya (Sumber), menurut saya ini adalah ranah pidana bahkan pidana khusus yang bisa dihukum mati bila perlu.

Bahaya yang ditimbulkan dari rekayasa data Quick Count adalah perpecahan bangsa, jadi pengusutan lembaga survey abal-abal terutama yang tidak tercatat KPU harus segera ditangani.   Apabila terbukti memang itu pesanan salah satu capres, maka segera tangkap dan penjarakan.

Apabila tidak clear sekarang, maka aka ada "excess baggage" di pemerintahan yang baru.  Sangat mengganggu dan merongrong jalannya pembaruan.

***

Yang rakyat biasa seperti saya dan jutaan orang lain butuhkan hanyalah perdamaian Indonesia dan pemerintah yang bersih sehingga kita bisa bekerja sama membangun negeri.  Bukan dengan ketakutan, dibawah intimidasi, dan manipulasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun