Polemik Florence masih hangat dan perlu dibahas terus karena dimensinya menjadi lebar. Â Dimensi UU ITE, dimensi wewenang Kepolisian dan kinerjanya, dimensi budaya pendidikan di Jogja, dan yang saya coba soroti di artikel ini adalah posisi pelapor LSM Jatisura (Jangan Khianati Suara Rakyat) yang jadi pelapor.
Alasan penahanan Flow dari seorang komentator di artikel saya sebelumnya tentang hal ini mengatakan bahwa karena ini delik aduan, maka polisi berhak menahan, Sementara Singting-nya Fahri Hamzah tidak ada yang melapor. Â Masuk akal, tapi terus kalau Obor Rakyat gimana? Â Ini polemik lainnya bukan?
Dimensi kepolisian biarlah kita tinggalkan dulu, kita mencoba melihat mengapa LSM Jatisura berani mengatasnamakan rakyat Jogja, dan ketika Sultan Jogja sendiri, mas Butet, dan pengamat-pengamat serta LSM-LSM yang kontra penahanan Flo, LSM Jatisura tidak bergeming. Â Mereka tidak mau mencabut laporannya dan tidak mau menerima permintaan maaf Flo.
Sebagai aktivis sosial pendidikan juga, dan sangat mendukung demokrasi partisipatif, saya pertanyakan tugas LSM, komunitas, ataupun gerakan sosial sebenarnya apa sih?
***
Ide demokrasi partisipatif oleh Joseph Scumpeter (1883-1950) pada dasarnya adalah mencoba memperbaiki Trias Politika (eksekutif, yudikatif, dan legislatif) dalam demokrasi dengan melibatkan masyarakat sipil secara langsung dalam roda pemerintahan.
Apa yang dilakukan KawalPemerintah.org bolah dikatakan salah satu bentuk langsung demokrasi partisipatis. Â Di konteks lebih kecil, apa yang saya lihat dilakukan teman-teman di Solo Mengajar dengan recruiting relawan untuk menghidupkan taman-taman cerdas yang di bangun Pemkot Solo adalah salah satu kerinduan untuk ikut partisipasi membangun negara dengan bergerak secara positif bagi masyarakat dan pemerintah.
Jadi, ide yang tangkap dalam demokrasi partisipatif adalah masyarakat sipil bergerak secara otonomi untuk mengisi ruang-ruang kosong yang pemerintah tidak dapat kerjakan, Â dengan kolaborasi dengan pemerintah dan seharusnya didukung korporasi melalui CSR (Corporate Social Responsibility).
***
Dalam konteks kasus Florence, pemkot DI Jogja, dalam hal ini adalah Sultan Jogja sendiri tidak merasa perlu mengambil tindakan hukum, tapi mengapa LSM ini menyelonong dan sok pahlawan atas nama orang Jogja?
Saya jadi ingin tahu LSM Jatisura program kerja normalnya apa? Â Ruang kosong mana yang coba diisi untuk membantu secara riil masyarakat Jogja? Â Jangan-jangan ini hanyalah emosi sesaat saja, sama seperti Flo yang sedang emosi?