Mohon tunggu...
Hanny Setiawan
Hanny Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Indonesia Baru

Twitter: @hannysetiawan Gerakan #hidupbenar, SMI (Sekolah Musik Indonesia) http://www.hannysetiawan.com Think Right. Speak Right. Act Right.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kasus BG Momentum Revolusi Polri

15 Januari 2015   07:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:06 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kasus BG (Budi Gunawan) tidak bisa dipungkiri adalah puncak dari semua carut marut pembusukan yang sudah terjadi bertahun-tahun sejak Orde Baru.  Mafia pendidikan, migas, perhubungan, ikan, dsb tidak bisa hidup apabila penegakan hukum (law enforcement) benar-benar bersih.

Dari trio yudikatif kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan, peran kepolisian adalah yang paling strategis.  Tanpa Polisi melakukan penyelidikan tidak ada kasus untuk kejaksaan dan pengadilan yang bisa dikerjakan.  Polisi menjadi awal dari semua pembusukan hukum yang ada.

Sudah menjadi rahasia umum, rakyat awal enggan berhubungan dengan kepolisian.  Baik sebagai pelapor kejahatan, apalagi sebagai terlapor, atau bahkan korban krimininalisasi, rakyat selalu dipihak yang di perah duitnya oleh kepolisian.

Hampir tidak ada kasus pencurian, misalnya, di kalangan masyarakat yang bisa dilaporkan ditanggapi dengan serius oleh kepolisian.  Karena tidak ada uangnya.  Tapi kalau kasus-kasus yang bisa dijadikan sapi perah, laris manis mulai dari penyidik, kanit, sampai kapolres mengurusnya.

***

Kejanggalan kasus calon Kapolri 2015 mencapai  puncaknya ketika komisi 3 DPR secara AKLAMASI meloloskan BG sebagai calon Kapolri.  Anggap Jokowi kali ini salah pilih, apakah seluruh DPR itu juga salah pilih?  Lalu mengapa KPK menjadikan BG tersangka, di timing last minute?  Jelas ada cerita di balik cerita.

Pengamat bisa berargumen masing-masing tentang peran Jokowi di kasus ini, tapi harusnya sepakat bahwa kasus ini sangat fishy.  Aura pertempuran politis antar "banyak kubu" sedang terjadi.

Hal ini sangat logis terjadi karena apabila pembersihan terjadi di badan Polri, dan Kapolri baru akan mampu bersinergi dengan KPK,  maka ini bisa membuat terkencing-kencing semua maling di seantero Indonesia. Singkatnya, banyak kepentingan sedang di pertaruhkan.

***

1998 bangsa ini memilih REFORMASI bukan REVOLUSI.  Maka perubahan yang terjadi satu langkah demi satu langkah, dan tidak begitu banyak darah yang harus ditumpahkan.  Akibatnya pembersihan berjalan organik, selangkah demi selangkah.  Perubahan tidak secepat yang diharapkan.

Apalagi 10 tahun terakhir, SBY yang diharapkan mampu membersihkan birokrasi, ternyata tidak mampu untuk melepaskan diri dari jerat mafia-mafia.  Bahkan terkesan ikut terjebak masuk didalamnya.

Alhasil, PR besar era Jokowi ini adalah sambil berlayar membangun perahu.  Berlayar menuju Indonesia baru sambil membangun birokrasi NKRI.  Dan itu semua berawal dari penegakan hukum yang tidak tebang pilih. Kebenaran dan keadilan yang ditegakkan dalam suatu negara, kerajaan, atau komunitas akah selalu membawa kepada kesejahteraan rakyat yang diidam-idamkan.

Singkatnya, ini waktu yang tepat MEREVOLUSI Polri!  Dan peperangan besarnya adalah memilih Kapolri yang tepat, yang berani mengemban "mission impossible" di Indonesia.  Misi untuk membersihkan Indonesia dari maling-maling birokrasi yang membuat rakyat sengara.

***

Lalu siapa calon Kapolri yang tepat selain Budi Gunawan?  Apakah kita bisa benar-benar yakin bahwa ada jendral selevel BG yang rekeningnya tidak gendut?  Tilang sepeda motor saja minta duit polisi itu. Jadi mencari jendral yang tidak pernah terima uang gravitasi adalah PR tersendiri yang sulit untuk dilakukan.

Bagi rakyat, siapapun nantinya yang akhirnya jadi Kapolri 2015, revolusi Polri harus segera dilaksanakan. Pembersihan total seluruh jajaran kepolisisan.  Bagaimana caranya, kita  tanyakan Kapolri yang baru nanti!

Salam Revolusi Polri!

Pendekar Solo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun