Sangat disayangkan apabila kesempatan menunjukkan diri sebagai pengamat lugas, justru dimainkan otak-otak intelektual menjadi permainan politik mereka.
Di mana kesalahannya?
Context is A King. Cara melihat satu peristiwa demi satu peristiwa adalah cara melihat yang sangat berbahaya. Pengamat warga yang tidak memiliki current data yang valid, harus bisa memakai data masa lalu untuk melihat tren politik seseorang. Konteks dia mengambil keputusan menjadi sangat penting, lebih dari keputusan itu sendiri.
Contoh yang biasa saya pakai adalah, memilih antara SATE AYAM dan KOTORAN AYAM. Ketika seorang mengambil keputusan memilih kotoran ayam, pengamat yang dangkal akan mengatakan goblok, bodoh, ga jelas, dan sebagainya. Sebaliknya pengamat yang kritis dan jeli akan meriset dulu konteksnya. Untuk apa, apakah harus memilih, adakah opsi lain, dan apa track record orang yang mengambil keputusan tersebut.
Ketika terbukti ternyata orang itu mengambil keputusan memilih kotoran ayam karena dia mau pakai untuk pupuk kandang, maka tiba-tiba semua argumen pengamat "bodoh" tadi jadi runtuh. Karena SALAH KONTEKS.
Kesalahan yang lain adalah, konteks yang berbeda dipakai untuk masing-masing peristiwa. Secara filosofis, ini disebut gejala posmo.
Contoh : KPK vs Polri ada dua konteks yang berbeda politik dan/atau hukum. KPK menggunakan alibi politis, Polri menggunakan alibi hukum. Padahal keduanya sebetulnya menggunakan alibi yang berlawanan ketika mengambil keputusan. Ketika KPK membuat tersangka BG, mereka memakai konteks hukum dan tidak mau disebut politis. Tapi setelah pimpinan KPK di buat tersangka, mereka meminta bantuan Presiden intervensi hukum. Kebalikannya Polisi membuat tersangka dan menangkap BW setelah Budi Waseso sehari jadi Bareskrim jelas adalah tindakan politis balas dendam yang beralibikan hukum.
Terlihat baik KPK dan Polri sebenarnya adalah dua institusi yang DOLAK-DALIK. Mereka hanya mau membenarkan diri sendiri. Dalam kasus ini, mengapa saya tetap melihat bahwa memang harus diselesaikan secara politik dan hukum. Tidak bisa salah satu konteks. Dalam hal ini Jokowi sudah benar mengambil sikap hanya menyelesaikan secara hukum akan membawa dampak politis yang besar, hanya menyelesaikan secara politis Jokowi melanggar konstitusi. Politik diambil kesepakatan, hukum biarkan terus berjalan.
***
Perbedaan konteks yang dilihat para pengamat ini membuat sebuah permasalahan menjadi luas. Kekayaan dalam perbedaan. Tapi menjadi malapetaka ketika memang ada pengamat-pengamat beragenda politis yang memaksakan konteksnya untuk dilihat.