Mohon tunggu...
Hanny Setiawan
Hanny Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - Relawan Indonesia Baru

Twitter: @hannysetiawan Gerakan #hidupbenar, SMI (Sekolah Musik Indonesia) http://www.hannysetiawan.com Think Right. Speak Right. Act Right.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Semakin Sulitnya Mencari Pengamat Politik yang Objektif

8 Februari 2015   05:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:36 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1423373063649589815

[caption id="attachment_395562" align="aligncenter" width="488" caption="seniorspectrumnewspapers.co)"][/caption]

Lahirnya pengamat-pengamat warga yang lugas membawa secercah harapan untuk demokrasi semakin sehat. Secara teori, demokrasi partisipatif adalah bentuk varian demokrasi trias politika konservatif. Dengan perkembangan teknologi digital melalui sosial media, konsep demokrasi partisipatif semakin terasa kekuatannya.

Pengamat-pengamat profesional seperti Denny Indrayana, Yusril Ihza Mahendra, Burhan Muntadi, Denny JA, dll diadu dengan Gun4awan, Gatot, Pakde Kartono, Rachmat Koto, Mike Reyssent, dll. Hasilnya sejauh ini pengamat warga tidak kalah tajam dan galak dengan yang profesional.

Bahkan kadang terkesan pengamat sepert Siti Zuhro, Didik J. Rachbini hanya mengumbar like atau dislike tak ubahnya dengan komentator awam.

Pengamat warga seakan menemukan destiny-nya, dan saya termasuk yang mendapatkan berkah dari fenomena ini.

***

Artikel ini saya tujukan sebagai otokritik dari semua pengamat warga, termasuk saya. Berkembangnya dengan membesarnya fenomena media sosial, sehingga membedakan yang mainstream dan nonmainstream semakin sulit, pengamat warga semakin terlihat "angkuh" dan kurang belajar. Dalam membuat opini terkadang kita takabur dan merasa paling tahu sendiri. Bahaya sekali.

Sebagai pengamat warga kita hanya bisa membaca yang tersurat, dan mencoba mengerti yang tersirat. Dan yang tersurat kita dapatkan dari media-media yang juga ditulis oleh jurnalis/reporter muda yang mungkin juga baru belajar menulis. Artinya, DATA dan INFORMASI yang pengamat warga sangat terbatas. Sehingga bisa terjebak opini atas opini, bukan opini atas data. Akibatnya, pengamat warga bisa menjadi testing the water para "political strategic designer".

Sebagai contoh, judul artikel "Saya kecewa memilih Jokowi", atau "Prabowo Mendukung Jokowi Meninggalkan PDI-P" menjadi sangat absurd dan penuh dengan kesengajaan memainkan emosi para pengamat warga.

***

Para pengamat warga bisa dikatakan "mewakili" kelompok menengah yang memang sangat terkenal susah dipegang komitmennya. Bisa ke kiri atau ke kanan tergantung mood. Seperti air di daun talas, mudah diombang-ambingkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun