Meringkas beberapa cuitan twit dari ekonom senior Chatib Basri yang membahas tentang pengerakan masyarakat dalam situasi pandemi berdasarkan gambaran google mobility.Â
Gambaran data dari google mobility terlihat jelas bahwa beberapa sektor yang  yang mulai beroperasi normal ternyata justru menyumbang kasus positif paling tinggi. Sektor tersebut adalah sektor ritel dan rekreasi, tempat kerja dan juga transportasi umum.
Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahwa semakin banyak orang keluar rumah maka akan semakin tinggi pula angka positif covid-19. Mereka yang keluar rumah kemungkinan besar tidak mematuhi protokol kesehatan dengan baik.
Selain itu data dari google mobility pun juga menunjukkan bahwa angka kematian yang semakin tinggi berpengaruh pada masyarakat untuk tetap dirumah namun dengan prosentase yang sangat sedikit. Mereka cenderung merasa takut dan tetap dirumah hanya dalam dalam beberapa hari saja, sedangkan seterusnya mereka kembali beraktifitas seperti biasanya.
Kejadian demikian muncul sebab beberapa faktor diantaranya dari sisi ekonomi dan psikologi.
Dari segi ekonomi, kita bisa melihat jelas secara kuantitatif bahwa jika semakin buruk keadaan ekonomi, maka masyarakat akan semakin meninggalkan rumah. Orang akan tetap tinggal di rumah jika ia memiliki cukup tabungan untuk memenuhi kebutuhan dalam beberapa waktu kedepan, sehingga langkah pemerintah terkait bantuan sosial memang perlu digalakkan lebih besar lagi. Pembatasan sosial berskala besar pada kenyataannya bias memihak pada golongan masyarakat menegah ke atas, tidak dengan golongan bawah yang tidak memiliki tabungan dan mengandalkan pekerjaan setiap hari untuk mencukupi kehidupan sehari-hari.
Kemudian faktor yang kedua adalah dari segi psikologi. Dalam ilmu ekonomi kita mengenalnya sebagai behavioral economics, dimana pendekatan perilaku ekonomi ini digunakan untuk memperkirakan adanya cognitive bias.
Ada beberapa penjelasan. Yang pertama, optimism bias. Perilaku masyarakat dalam hal ini cenderung merasa terlalu meremehkan dan percaya diri bisa melindungi diri mereka dari virus. Mereka berpikir orang-orang yang terkena virus adalah mereka yang tidak berhati-hati, dan kita merasa lebih baik dari mereka. Atau dalam contoh lain berpikir bahwa jika teman-teman kita yang keluar rumah saja tetap dalam keadaan sehat dan aman, apalagi kita yang sangat berhati-hati?
Lalu yang kedua, economic impact yang probabilitasnya lebih nyata. Ketika saya di rumah, maka saya tidak bisa bekerja. Tetapi jika saya keluar rumah, saya bisa bekerja dan kemungkinan terkena virus namun juga kemungkinan tidak terkena. Keputusan keluar rumah akan lebih dominan diambil.
Dan yang ketiga, habit. Manusia adalah mahluk sosial. Kasus kematian membuat orang takut dalam beberapa hari dan memutuskan untuk tinggal dirumah, tapi setelah itu habit keluar rumah akan kembali lagi.
Argumen behavioral economics ini perlu diperkaya dari dengan sisi psikologi secara lebih dalam. Dalam mengatasi pandemi ini pendekatan holistik dari segi ekonomi, sosiologi dan psikologi menjadi sangat penting. Kebijakan harus didesain dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut.Â
Untuk saat ini, kemungkinan yang bisa diupayakan pemerintah berdasarkan data Google mobility diatas adalah menambah jumlah bantuan sosial. Bantuan sosial di sini lebih baik diarahkan dalam bentuk uang tunai atau cash agar dapat lebih mudah dibelanjakan setiap harinya. Semakin banyak bantuan yang tersalurkan, masyarakat bisa mengerem aktivitas mereka diluar rumah dan secara otomatis akan mengurangi potensi naiknya kasus positif covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H