Mohon tunggu...
Hanny Lubaba
Hanny Lubaba Mohon Tunggu... Lainnya - A Full-time Learner

a random writer and currently studying science management

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Buka Instagram kok malah jadi toxic, kenapa?

23 Juli 2020   11:42 Diperbarui: 13 Januari 2021   09:17 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Instagram sudah menjadi salah satu media sosial wajib dan paling trend dikalangan anak muda saat ini. Dengan berbagai moment yang dibagi tiap harinya, Instagram menjelma menjadi ruang kebahagiaan tersendiri bagi penggunanya untuk mengekspresikan apa yang mereka rasakan. 

Namun apakah kalian sadar bahwa ternyata keberadaan Instagram kini justru dianggap sebaliknya oleh beberapa orang? Instagram tempat berbagi kebahagiaan dengan banyak orang dianggap berubah menjadi media pemuncul stress, cemas, dan rasa tidak percaya diri. 

Melansir data dari laman CNBC tentang sebuah survei pada 1.500 responden berusia 14-24 tahun ditemukan sebuah fakta bahwa Instagram membuat anak muda merasa harga dirinya rendah, kondisi tubuh yang buruk dan menjadi kurang tidur. Kemudian, CEO dari RSPH (Royan Society For Public Health) Shirley Cramer juga mengatakan bahwa terdapat temuan bahwa Instagram dan Snapchat memberi dampak yang buruk terhadap kesejahteraan mental. Shirley mengatakan, "Platform tersebut sangat fokus pada citra diri, bagi anak muda ini tentu membuat mereka cemas".

Hal tersebut sejalan dengan kejadian beberapa minggu yang lalu saat saya mendapat banyak curhatan tentang keluhan teman-teman saya yang memutuskan menghapus aplikasi Instagram mereka. Memutuskan untuk menghapus aplikasi Instagram bukan hanya dilakukan oleh teman-teman saya, namun juga saya lakukan sepanjang akhir tahun 2019 kemarin. Teman-teman saya menyebut bahwa Instagram kini justru berubah menjadi toxic, mereka menganggap Instagram hanyalah sebuah wadah untuk pamer kebahagiaan alias "enaknya hidup" tanpa peduli bagaimana orang lain merasakan sebaliknya. 

Saya memahami betul bagaimana perasaan teman-teman saya saat mengatakan hal itu, saya sendiri juga pernah berada pada kondisi dimana merasa stress dan ingin lari dari Instagram hanya karena tidak sanggup melihat berbagai capaian, keberhasilan ataupun kebahagiaan teman-teman yang jauh diatas saya. Saya merasa Instagram seperti toxic yang membuat saya tidak bisa berpikir positif terhadap lingkungan sekeliling saya. 

Hingga akhirnya sampai pada suatu malam saat saya sudah beberapa minggu menghapus dan off dari Instagram, saya terdiam dan berpikir, lalu merefleksi diri. Saya termenung karena rasanya ada hal yang terasa mengganjal dan tidak nyaman. Saya berpikir, "Apa sih yang sebenarnya saya cari?", lalu "Mengapa saya harus tersinggung saat teman saya merasa bahagia ataupun sukses?", dan "Mengapa saya menggantungkan tolak ukur kebahagiaan saya atas hidup orang lain?". Pikiran-pikiran seperti itulah yang terus membayangi sepanjang malam hingga akhirnya saya benar-benar menyadari bahwa saya melakukan hal yang salah dan mencoba memaafkan diri saya lalu berniat untuk berubah secara perlahan. 

Menetapkan tolak ukur kebahagiaan kita atas kebahagiaan orang lain tidak sepatunya kita lakukan, setiap orang memiliki jalan hidup masing-masing yang tentu berbeda.  Kita memiliki cerita, perjuangan, dan titik kesuksesan yang tidak sama dengan sekeliling kita. Perasan-perasaan adanya toxic seperti itu mungkin hanyalah akibat dari ego manusia yang sangat besar juga kurangnya rasa bersyukur. Dunia tidak akan berhenti saat orang lain bahagia, justru saat kita merasa bahagia melihat orang lain bahagia ketentraman jiwa akan muncul dengan sendirinya. Setiap orang memiliki garis "Start" yang berbeda, jangan saling membedakan dan membandingkan. Mari menentukan kebahagiaan kita sendiri dan menambah rasa syukur terhadap apa yang sudah kita miliki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun