[caption caption="Dok.Pribadi 2014"][/caption]Feminisme adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak antara laki-laki dan perempuan. Feminisme sebagai filsafat dan gerakan berkaitan dengan Era Pencerahan di Eropa yang dipelopori oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet. Setelah Revolusi Perancis dan Amerika, peran wanita dianggap kurang beruntung dari laki-laki pada realitasnya[1]
Anggapan bahwa perempuan dianggap lebih rendah dari laki-laki sudah ada sejak revolusi Perancis 1776. Wanita kerap kali dianggap tidak berdaya, lemah, tidak bisa menjadi pemimpin, wanita hanya dijadikan objek dan sebagainya. Padahal dalam realitas sosial, tidak semua wanita seperti demikian. Banyak wanita yang bisa menduduki posisi/jabatan layaknya pria. Misalnya Gubernur Bank Indonesia yang pernah diduduki Miranda Gultom pada 2009, Mega Wati yang pernah menjabat sebagai Presiden RI pada 2001-2004 dll.
Wanita dianggap lemah, tidak hanya terjadi pada saat Revolusi Perancis, akan tetapi berkelanjutan hingga dewasa kini. Wanita dianggap lemah tidak hanya terjadi dalam realitas soasial di masyarakat, tetapi dari adegan dalam film-film yang di tampilkan di layar televisi. Terinspirasi dari film honeymoon yang sempat di review oleh penulis. Dalam Film ini, terdapat beberapa adegan yang menggambarkan bahwa wanita dianggap lemah dan tidak berdaya. Wanita kerap kali disakiti oleh kaum laki-laki. Wanita kurang mendapat perlakuan yang layak.
Film Honeymoon yang rilis tahun 2013, disutradari oleh Findo Pirnomo, dalam film ini dibintangi oleh Shireen Sungkar, Al Fathir Muchtar, Nino Hernanez, Sylvia Fully, Ardina Rasti, Wakid Khalid, Meriam Belina, Jaja Mihardja,dll. Film yang ditulis oleh Diana Ali Baraqah, menceritakan tentang Farah (Shereen Sungkar) yang mempunyai sindrom Vaginismus yaitu trauma masa lalu karena melihat tragedi pemerkosaan salah seorang temannya dan menyisakan memori buruk pada dirinya. Berbagai problematika muncul dalam film ini mulai dari perselingkuhan karena sang istri belum juga mendapatkan keturunan, seorang suami yang sepulang kerja selalu memaki dan memukuli istrinya sehingga disini bertentangan dengan paham feminisme yang memperlakukan wanita dengan baik yaitu sebagai subjek bukan sebagai objek bagi kaum lelaki.
[caption caption="Dok.Pribadi 2014"]
[caption caption="Dok.Pribadi 2014"]
[caption caption="Dok.Pribadi 2014"]
Dari pemahaman adegan yang ada, konklusinya ialah mengajarkan kita untuk memahami kehidupan ketika memutuskan untuk menjalin suatu ikatan pernikahan, dimana setiap pasangan hidup pasti memiliki kekurangan dan kelabihan. Mengangkat film ini dimana paham feminisme memandang wanita harus diperlakukan sebagai subjek yang bener-benar memiliki derajat seutuhnya, setara dengan kaum lelaki. Bagi kaum laki-laki, dalam realitas sosial dalam keluarga seharusnya memperlakukan wanitanya dengan baik, menghormatinya dan menghargainya.
[1] http://www.scribd.com/doc/57639055/Definisi-Dan-Sejarah-Feminisme#scribd di akses pada 19/9/20115
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H