Fasilitas lainnya bagi Ketua dan Anggota Dewan Pengarah, Kepala, Wakil Kepala, Deputi, dan Staf Khusus Dewan Pengarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, diberikan dalam bentuk biaya perjalanan dinas.
Sepertinya dari ayat ini sudah jelas menyatakan jika fasilitas yang diterima oleh pejabat BPIP adalah untuk keperluan perjalanan dinas. Pointnya adalah dari hak keuangan yang telah dianggap berlebihan tersebut, kemungkinan pejabat BPIP masih dapat mengantongi berbagai benefit lainnya.
Baiklah, angka ini standar jika dibandingkan dengan gaji pejabat di pemerintahan pada umumnya, seperti menteri dan anggota legistatif, padahal tingginya jabatan Kepala BPIP setingkat dengan menteri (Pasal 52 ayat 2 Perpres No. 7 tahun 2018). Tapi, jika kita membahas gaji, tentunya kita akan membahas kompensasi dari pekerjaan yang dilakukan. Kementrian dan badan legistatif memiliki objektif dan pengukuran pencapaian yang jelas, lalu bagaimana dengan BPIP? Melihat pembahasan sebelumnya terkait urgensi pembentukkan BPIP, sudah dapat dilihat jika BPIP masih memiliki fondasi yang lemah untuk dibentuk. Sehingga, kompensasi (hak keuangan dan fasilitas) yang diberikan kepada para pejabatnya relatif akan tetap dinilai berlebihan.
Politik Balas Budi
Politik balas budi adalah sebuah praktik tidak dapat dipisahkan dalam kebudayaan Asia, tidak terlepas di Indonesia. Hal ini seringkali bersinggungan dengan praktik KKN, tapi jika praktik ini dapat mempermudah orang berkualifikasi untuk menduduki jabatan yang tepat dan menghasilkan kinerja yang baik, why not? Di samping mempertanyakan kualifikasi dari pejabat terpilih dalam BPIP, sebenarnya saya tertarik dengan isi Pasal 46 Perpres No. 7 tahun 2018 berikut:
- Masa tugas Dewan Pengarah, Kepala, dan Wakil Kepala berlaku untuk 1 (satu) periode selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) periode berikutnya.
- Untuk pertama kali, Dewan Pengarah dan Kepala yang telah diangkat berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila tetap melanjutkan tugasnya sampai dengan terhitung 5 (lima) tahun sejak pengangkatan.
Dari pasal ini, khususnya ayat 2, ditekankan jika dewan pengarah dan kepala badan periode pertama tidak dapat diturunkan sebelum masa jabatannya berakhir, yakni lima tahun kedepan. Mau dilihat dari manapun, ayat ini seperti senjata mutakhir yang dapat mengamankan pemegangnya dari serangan apapun, kecuali presiden selanjutnya memutuskan untuk menarik Perpres ini alias membubarkan BPIP. Lalu, coba kita mengingat-ingat kembali political interest dari susunan pejabat BPIP yang telah beredar di media massa. Saya pikir akan langsung terbentuk opini spontan kemana arah dari kebijakan ini di benak kita. Jadi, rasanya sah-sah saja dan cukup valid bagi seseorang untuk mengatakan BPIP mewadahi pemerintah saat ini untuk melakukan politik balas budi ke tokoh-tokoh pendukungnya selama menjabat karena faktanya memang demikian. Memiliki susunan pejabat yang didominasi oleh pihak koalisi memang sangat wajar dan maklum, tapi dengan komposisi yang ada saat ini… saya pikir akan cenderung menaikkan kecurigaan publik dan memunculkan spekulasi-spekulasi negatif di banding positif.
Jika selama ini kita selalu diributkan dengan isu penjualan agama dalam masa-masa pilkada dan pilpres, saya pikir beberapa tahun belakangan ini mulai marak penjualan Pancasila untuk tujuan yang sama. Puncaknya adalah pembentukkan BPIP yang seakan menjadi badan penjual ideologi Pancasila. Jika memang benar demikian, it’s an awful way to do political campaign karena semua ini didanai dengan APBN (Pasal 61 Pepres No. 7 tahun 2018).
Untuk para pembaca, selamat memperingati hari lahirnya Pancasila (dan long weekend ini). Semoga nilai-nilai Pancasila dapat kita pahami dan selalu terjaga agar kita dapat terus mempertahankan kerukunan hidup bermasyarakat dan bernegara.
“Kemampuan untuk berpikir adalah aset terbesar manusia, kemampuan inilah yang membedakan antara manusia dan makhluk lainnya.”
Referensi
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 54 Tahun 2017 tentang Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila