Mohon tunggu...
Hanni Tya
Hanni Tya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN syarif Hidayatllah Jakarta

Fokus pada pencapaian diri sendiri dan terus melangkah lebih maju

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengapa di Beberapa Sekolah Negeri Masih Melakukan Diskriminansi?

16 Juni 2023   11:39 Diperbarui: 16 Juni 2023   11:54 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://dp3a.semarangkota.go.id

Diskriminasi di beberapa sekolah negeri masih menjadi permasalahan yang mengkhawatirkan. Hal ini mencerminkan ketidakadilan dalam pendidikan, di mana beberapa siswa menghadapi perlakuan tidak adil berdasarkan faktor seperti ras, agama, gender, atau latar belakang ekonomi. Dalam tulisan ini, kita akan menjelajahi mengapa diskriminasi masih terjadi di beberapa sekolah negeri, mengapa hal ini penting untuk diperbincangkan, serta pendapat saya tentang permasalahan tersebut.

Indonesia adalah salah satu negara demokrasi, yang dimana demokrasi itu adalah sebuah sistem yang bertujuan untuk melindungi kebebasan, kesejahteraan, kesetaraan bagi setiap warga negara. Salah satu permasalahan spesifik yang ingin saya tulis adalah adanya diskriminasi terhadap siswa berdasarkan latar belakang ekonomi dan keyakinan yang mereka anut, dimana hal tersebut bertentangan dengan indeks demokrasi no. 53 yaitu tidak ada diskriminasi yang berarti atas dasar ras, warna kulit, atau keyakinan agama. Di beberapa sekolah negeri, siswa yang berasal dari keluarga dengan pendapatan rendah sering kali dianggap tidak mampu atau kurang mampu secara akademis dan siswa yang menganut keyakinan minoritas sangat diperlakukan berbeda disekolah sehingga menurunkan semangat belajar siswa disekolah. Mereka mungkin tidak mendapatkan akses yang sama terhadap sumber daya pendidikan yang memadai, seperti buku teks yang diperlukan, peralatan laboratorium, atau pengajaran yang berkualitas. Perlakuan ini merugikan siswa-siswa tersebut, karena menghalangi mereka untuk mencapai potensi penuh mereka dan memperburuk kesenjangan sosial yang ada.

Dilansir dari cnnindonesia.com pemilihan ketua osis SMAN 6 Depok yang diduga dijegal menjadi ketua osis yang baru hanya karena beragama nonmuslim, padahal dia sudah memperoleh suara terbanyak dibanding tiga calon lainnya.  Kepala Seksi Acara Panitia Pemilihan Ketua OSIS SMAN 6 Depok, Wati mengklaim ada masalah teknis pada aplikasi pemungutan suara elektronik (e-voting) yang mereka gunakan, sehingga dikenai pemilihan ulang. Evan sendiri menolak ikut pemilihan ulang karena merasa ada asas keadilan yang tercederai.

"Saya mau minta keadilan untuk kayak keyakinan, kayak misalnya semua orang berhak menjadi pemimpin mau agama apapun itu. Mau bagaimana pun kalau kualitasnya baik dia berhak jadi pemimpin," ucap Evan.

Dilansir dari merdeka.com 3 siswa SDN di tarakan tidak naik kelas karena beda agama. Menurut Erni, pelanggaran atas hak anak seperti itu bisa mengancam tumbuh kembang anak. Oknum atau institusi sekolah tidak mempertimbangkan adanya dampak permanen psikologis dan menurunnya motivasi belajar anak yang seharusnya menjadi tanggung jawab sekolah untuk membuat suasana yang kondusif dalam dunia pendidikan.

"Pasal 6 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak secara jelas menyebutkan bahwa setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasannya dan usianya dalam bimbingan orang tua atau wali," jelas Erni.

Erni juga menambahkan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 juga menyebutkan bahwa Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, masyarakat, orang tua, wali dan lembaga sosial menjamin perlindungan anak dalam memeluk agamanya. Perlindungan anak dalam memeluk agamanya, meliputi pembinaan, pembimbingan dan pengamalan ajaran agamanya bagi anak.

"Ketiga anak tersebut tinggal kelas bukan karena mereka tidak pandai akademik, namun karena perlakuan diskriminasi atas keyakinan yang mereka anut," kata dia.

Hal ini melanggar Peraturan Menteri Agama Nomor 16 Tahun 2010 Pasal 3 ayat (2) tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Pada Sekolah yang menyebutkan bahwa "Setiap peserta didik pada sekolah berhak memperoleh pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama".

Penting untuk menulis tentang permasalahan diskriminasi di sekolah negeri karena pendidikan adalah hak asasi manusia yang fundamental. Setiap individu berhak mendapatkan pendidikan yang setara dan inklusif, tanpa memandang ras, agama, gender, atau latar belakang ekonomi. Diskriminasi di sekolah tidak hanya melanggar hak-hak siswa, tetapi juga merusak nilai-nilai keadilan dan persamaan dalam masyarakat.

Menurut laporan Global Education Monitoring (GEM) UNESCO tahun 2020, ketimpangan pendidikan masih menjadi masalah global yang serius. Data menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah memiliki kesempatan pendidikan yang lebih sedikit dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga berpenghasilan tinggi. Hal ini mencerminkan ketidakadilan sistemik yang perlu segera ditangani.

Pendapat saya tentang masalah diskriminasi di sekolah negeri sangat kritis. Sistem pendidikan yang adil dan inklusif adalah landasan penting dalam menciptakan masyarakat yang berkeadilan. Diskriminasi dalam pendidikan tidak hanya merugikan individu yang menjadi korban, tetapi juga menghambat perkembangan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara. Kita tidak dapat menerima adanya perbedaan perlakuan di sekolah berdasarkan latar belakang sosial-ekonomi atau atribut pribadi lainnya.

Saya berpendapat demikian karena setiap siswa memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan berkualitas tanpa ada batasan. Ketimpangan pendidikan menciptakan siklus kemiskinan yang sulit diputuskan, di mana keturunan dari keluarga berpendapatan rendah memiliki peluang pendidikan yang terbatas. Ini tidak hanya tidak adil, tetapi juga berdampak negatif pada pembangunan sosial dan ekonomi suatu negara. Penelitian telah menunjukkan bahwa pendidikan yang setara memberikan manfaat yang signifikan bagi individu dan masyarakat, termasuk peningkatan tingkat kesehatan, mobilitas sosial, dan kemungkinan pekerjaan yang lebih baik dan juga menurunkan nilai demokrasi.

Untuk mengatasi permasalahan diskriminasi di sekolah negeri, perlu dilakukan upaya kolaboratif dari berbagai pihak. Pemerintah harus berperan dalam menegakkan kebijakan pendidikan yang adil dan inklusif, serta mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk menyediakan fasilitas dan peluang yang setara bagi semua siswa. Selain itu, pendidik dan staf sekolah perlu menerima pelatihan yang memperkuat pemahaman mereka tentang persamaan, keberagaman, dan hak asasi manusia, sehingga mereka dapat menciptakan lingkungan belajar yang aman dan inklusif.

Seluruh masyarakat juga memiliki peran penting dalam memerangi diskriminasi di sekolah. Kita perlu mengedukasi diri kita sendiri tentang isu-isu yang terkait dengan diskriminasi dan menentang segala bentuk ketidakadilan. Melalui kesadaran kolektif dan tindakan nyata, kita dapat membangun sistem pendidikan yang setara, inklusif, dan bermartabat bagi semua siswa.

Dalam kesimpulan, diskriminasi di beberapa sekolah negeri masih menjadi permasalahan serius yang perlu segera ditangani. Permasalahan ini tidak hanya melanggar hak-hak asasi manusia, tetapi juga merugikan individu dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan mengadopsi pendidikan yang inklusif dan merangkul keberagaman, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil, harmonis, dan berkelanjutan. Melalui kerja sama dan kesadaran bersama, kita dapat memberikan pendidikan yang setara bagi semua siswa, tanpa memandang latar belakang mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun