Stunting merupakan sebuah masalah yang tak pernah kunjung terlihat titik akhirnya. Di Indonesia, stunting masih menjadi persoalan serius dan bahkan masuk dalam prioritas yang digarisbawahi dengan tebal. Dikutip dari Kemenkes.go.id, tercatat stunting di Indonesia berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) masih berada pada angka yang cukup tinggi, yaitu menyentuh 21,6%. Di tahun 2024 sendiri, pemerintah berkomitmen untuk mencapai angka 14% dalam prevalensi stunting di Indonesia.
Stunting dapat mulai terjadi sejak balita masih berada di dalam kandungan ibunya hingga usianya mencapai 1000 hari. Bayi yang tak terpenuhi gizinya acap kali akan mengalami gangguan pada proses pertumbuhan serta perkembangannya. Peristiwa memprihatinkan ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah pendidikan dan ekonomi.
Faktor Pendidikan
Pendidikan merupakan hal esensial bagi semua elemen masyarakat, tak terkecuali mereka yang menjadi orang tua. Pada dasarnya, orang tua mempunyai kewajiban dalam memenuhi gizi anaknya agar proses tumbuh kembangnya dapat berjalan dengan baik, sehingga diperlukan pengetahuan seputar kesehatan dan gizi terutama bagi si anak.Â
Menurut Rachman dkk (2021), tingkat pendidikan akan sangat mempengaruhi pengetahuan seseorang mengenai segala sesuatu, misalnya seputar kesehatan. Selain itu, dalam penelitian Jeong & Subramanian pada 2018 dikatakan tingkat pendidikan orang tua terutama pendidikan ibu menjadi faktor yang akan lebih berpengaruh bagi tumbuh kembang si anak.
Namun, faktanya tingkat pendidikan para orang tua terutama ibu di Indonesia banyak yang masuk dalam kategori rendah. Ketidaktahuan orang tua terutama ibu seputar gizi dan prasana kesehatan akibat tingkat pendidikan yang rendah, serta tidak memadainya akses mendapatkan informasi akan memicu masalah serius bagi pertumbuhan dan perkembangan balitanya.
Pertumbuhan dan perkembangan balita dapat terganggu apabila pemenuhan gizi dan pemantauan kesehatannya tidak terlaksana dengan baik akibat pengetahuan orang tua yang rendah akan hal ini. Tidak terpenuhinya gizi yang layak sejak dalam kandungan bahkan hingga 1000 hari ia lahir di dunia mengakibatkan balita akan berakhir pada status stunting.
Faktor Ekonomi
Di lain sisi, tidak terpenuhinya gizi pada balita juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi orang tuanya. Kemampuan ekonomi sebuah keluarga berkaitan dengan berapa penghasilan yang diperoleh, terutama pada laki-laki yang pada hakikatnya berkewajiban memberi nafkah kepada keluarganya. Penghasilan keluarga yang rendah akan menyebabkan daya beli menjadi rendah pula.
Daya beli yang rendah akan memicu ketidakmampuan dalam mengakses pangan yang beragam serta berkualitas. Pemicu ini pada akhirnya akan menciptakan sebuah prinsip "Yang penting makan" di dalam kepala, yang berarti kualitas dari pangan yang dikonsumsi bukanlah sesuatu yang perlu diprioritaskan.Â
Tak jarang prinsip ini diterapkan oleh orang tua kepada balitanya, sekalipun ia dalam usia yang konsumsi pangannya masih sangat memerlukan perhatian lebih agar dapat menyokong tumbuh kembangnya.
Kemampuan rumah tangga yang terbatas dalam mengakses pangan yang layak akibat penghasilan yang tidak mencukupi, akan berdampak negatif pada pemenuhan gizi ibu dan balitanya. Menurut Wardani (2020) dalam risetnya, dijelaskan bahwa tidak terpenuhinya pangan bergizi yang dibutuhkan pada pertumbuhan balita dalam jangka panjang akan mempengaruhi tinggi tubuhnya, dan berakhir pada stunting.Â