Awal mula Pandemi Covid 19 terjadi dari laporan pertama wabah COVID-19 yang berasal dari kelompok kasus pneumonia manusia di Kota Wuhan, China, sejak akhir Desember 2019. Tanggal paling awal timbulnya kasus adalah 1 Desember 2019. Awalnya, penyakit covid 19 disebut pneumonia Wuhan oleh pers karena gejala sama seperti penyakit pneumonia. World Healt Organization (WHO) pertama kali menamai virus ini adalah virus baru 2019 novel coronavirus (2019-nCoV) pada 12 Januari 2020. Kemudian secara resmi mengubahnya menjadi penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) pada 12 Februari 2020. Di Indonesia sendiri kasus pertama ditemukannya virus covid 19 pada 2 Maret 2020.
Pandemi Covid 19 melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia. Berbagai kebijakan baru muncul setelah adanya covid 19. kebijakan dibuat untuk menanggulangi penyebaran virus covid 19 di Indonesia. Kebijakan pemerintah dalam penyebaran virus covid 19 diantaranya karantina wilayah (lockdown), pembatasan sosial bersekala besar (PSBB), da nada juga vaksinasi. Hal ini dilakukan pemerintah untuk penyebaran cobid 19.
Menurut data dunia bersumber dari covid 19.go.id hingga saat ini tanggal 22 Februari 2022, terdapar 228 negara yang terjangkit virus covid 19, sebanyak 423.437.674 terkonfirmasi positif, dan 5.878.328 meninggal dunia. Untuk data di Indonesia sendiri ebanyak 5.289.414 terkonfirmasi positif, 4.593.185 sembuh dan 146.798 meninggal dunia. Selama masa pandemi ini perekonomian dunia dan Indonesia mengalami perlambatan, perekonomian mengalami penurunan ekonomi yang signifikan, hal ini dikarenakan hampir seluruh negara melakukan pembatasan mobilitasa, dan lockdown yang ketat.
 Menurut data Kementrian Keuangan Sri Mulyani, perekonomian dunia mengalami kontraksi minus 3,2% akibat pendemi covid 19 yang disertai dengan pembatasan mobilitas. Selain itu, perdagangan internasional mengalami penurunan karena semua negara melakukan pembatasan atau bahkan lockdown. Pertumbuhan perdagangan dunia yang biasanya mencapai dua digit, tahun lalu mengalami kontraksi hingga minus 8,3%.
United Natios Conference on Trade and Development (UNCTAD, 2020) menyebutkan bahwa covid 19 memukul Negara-negara berkembang pada saat mereka sedang berjuang dengan beban utang yang tidak berkelanjutan selama bertahun-tahun[1]. UNCTAD menambahkan kerapuhan posisi keuangan negara berkembang sebelum krisis covid 19 semakin meningkat dikarenakan perubahan yang bersamaan denga kepemilikan dan denominasi mata uang dari utang swasta dan publik mereka. Karena itu, pasar obligasi domestic semakin dikuasai oleh investor asing.
Â
Indonesia juga berkemungkinan terjebak pada bahaya defisit anggaran yang tidak berkelanjutan. Ketika covid 19 mulai merebak di Indonesia, Presiden Republik  Indonesia  Joko  Widodo menerbitkan  Peraturan  Perintah  Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Virus Corona. Pada Pasal 2 Perpu tersebut, pemerintah  dimungkinkan  untuk  merelaksasi  pembatasan  defisit  anggaran  lebih  dari  3 persen[2].  Â
Â
Menurut Lembaga konsultan McKinsey pada akhir Maret 2020 menerbitkan laporan mengenai dampak Covid-19 pada dunia bisnis. Dampak pandemi covid 19 antara lain: pertama, Covid-19 adalah bencana besar yang belum pernah terjadi sebelumnya. Berbagai  sumber menyatakan bahwa bencana  wabah terbesar  sebelumnya  terjadi pada  satu  abad  yang  lalu, sekitar  tahun  1918-1920. Wabah tersebut adalah Spanish influenza yang menyerang dunia dengan korban meninggal dunia diperkirakan antara 50-100 ribu jiwa. Kedua, tentang model penanganan, China adalah paling banyak dirujuk mengingat Covid-19 ini muncul pertama kali di wilayah China dimana pemerintahnya memberlakukan kebijakan karantina wilayah secara ketat di hampir semua kota yang terjangkit, terutama di wilayah Wuhan.
Â
Ketiga, tentang bagaimana meramu strategi yang tepat dalam dua hal yang sangat bertentangan, yaitu menyelamatkan banyak nyawa dengan karantina yang ketat, tetapi di sisi lain harus tetap memprioritaskan untuk menyelamatkan perekonomian dari guncangan dampak Covid-19. Keempat, kapitalisasi pasar pada kuartal pertama ini adalah yang terburuk dalam sejarah dan masih akan terpuruk dalam jangka waktu yang belum dapat diprediksi. Beberapa sektor bisnis, terutama minyak dan gas, transportasi udara, perawatan kesehatan[3].
Â
      Adapun  upaya pembangunan pertumbuhan ekonomi menurut Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, M.Ec Rektor Universitas Widya Mataram (UWM) adalah dengan kinerja dari belanja pemerintah, belanja masyarakat, dan kinerja ekspor harus ditingkatkan agar menjadi bantalan dalam pertumbuhan ekonomi nasional[4]. Selain itu perlu juga adanya inovasi baru yang dilakukan salah satunya merubah paradigma bahwa vaksin menjadi solusi dalam memperbaiki ekonomi di era pandemi, memperbaiki regulasi dan birokrasi dalam mempercepat realisasi bantuan subsidi tunai maupun non tunai. seharusnya semua saling bersinergi satu sama lain untuk keluar dari resesi ekonomi baik pemangku kebijakan maupun masyarakat.
Â
Dan menurut George Iwan Marantika, MBA yang merupakan Wakil Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), dimasa pandemic yang belum pasti akan hilangnya ini perlu adanya transformasi industry yang  baru salah satunya confidence building mature yakni membangun kepercayaan diri[5]. Dunia industri akan memiliki modal untuk membangun kepercayaan masyarakat sehingga industri dapat berkembang dan menggerakkan roda perekonomian Indonesia.
Â
Â
Â
Â
Â
 Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H