Mohon tunggu...
Shandra
Shandra Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Pelajar yang hobi menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Budaya Betawi dalam Kurikulum Merdeka, Wujudkan Semarak Merdeka Belajar

31 Mei 2023   23:24 Diperbarui: 31 Mei 2023   23:34 989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hubungan yang awet dan merekat erat, lalu ada pula alat sholat yang bermakna bahwa pernikahan didasari dengan doa dan diharapkan hubungan pengantin selalu berada pada lindungan dan naungan Yang Maha Kuasa. Ragam jenis makanan ini menunjukkan bahwa budaya Betawi ternyata menyimpan banyak 'harta karun' yang sebelumnya tidak diketahui atau mungkin terdengar asing bagi masyarakat. Hal menarik lainnya ada pada baju pengantin. Baju pengantin pun disesuaikan dengan adat Betawi, dimana kedua siswa yang berperan sebagai pengantin memakai pakaian hasil akulturasi budaya Arab dan Tionghoa. Konon, banyak orang Arab dan orang Tionghoa yang menetap dalam lingkup budaya Betawi. Pakaian yang berwarna merah dan emas dan (umumnya) bercorak naga atau burung phoenix yang melambangkan kebahagiaan. 

            Bagi penulis, Kurikulum Merdeka dapat diakui cukup baik untuk memperbaiki kondisi pendidikan bangsa. Terlebih, makna kuat dari 6 elemen Profil Pelajar Pancasila dan filosofi tiap elemen diteguhkan kembali dalam program P5, membuat penulis percaya bahwa Kurikulum Merdeka dapat dijadikan acuan untuk mengejar learning loss dan menaikkan peringkat PISA negara Indonesia. Namun, pengertian dari Kurikulum Merdeka sendiri sering disalahartikan dan menimbulkan misunderstanding baik dari pihak guru, siswa, bahkan keluarga dan masyarakat. Bahkan penulis sering mendengar bagaimana Kurikulum Merdeka dibanding-bandingkan dengan kurikulum yang lama. 

            Pada dasarnya, Kurikulum Merdeka menjadi buah hasil dari konsep kurikulum lama yang dibuat lebih kompleks namun fleksibel dan juga dapat digunakan secepatnya tanpa mengurangi bobot pembelajaran. Tetapi, dari sisi penulis, Kurikulum Merdeka terlampau kompleks dan sosialisasi yang diberikan pun masih kurang maksimal sehingga banyak poin yang belum dipahami oleh banyak orang. Bahkan, penulis sempat 'kehilangan arah' karena inti dari Kurikulum Merdeka ini masih terasa abu-abu. 

            Semua butuh proses. Penulis percaya, proses dari perubahan Kurikulum ini tidaklah muda. Berangkat dari situasi darurat, pandemi, dan terpuruknya kondisi negeri, membuat Kemendikbud Ristek harus secepatnya 'putar otak' agar bisa menemukan suaka dari permasalahan tersebut. Penulis pun yakin, saat ini Kemendikbud Ristek sedang mengevaluasi dan mempersiapkan strategi baru dalam memaksimalkan tujuan dari Kurikulum Merdeka. Harapannya, Kurikulum Merdeka tetap dapat menyisipkan pengenalan akan budaya Indonesia yang lebih beragam sehingga wawasan kultural siswa dapat terbuka luas dan memahami seluk beluk kekayaan Indonesia. Di Hari Pendidikan ini diharapkan, cita-cita Ki Hajar Dewantara dapat menjadi sumbangan energi bagi tiap-tiap pendidik maupun peserta didik, dan juga staff Pendidikan negara agar dapat membenahi pendidikan negeri, mencetak generasi muda yang cerdas, berkarakter Profil Pelajar Pancasila dan dapat mewujudkan semarak merdeka belajar yang lebih maksimal.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun