Mohon tunggu...
Pendidikan Artikel Utama

Ruang untuk Kehadiran Ilmu Sosial Profetik

14 April 2015   21:32 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:06 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara umum, diskursus sering juga disebut sebagai wacana. Dalam diskursus ilmu sosial saat ini, ilmu-ilmu sosial yang banyak dipakai oleh negara-negara Asia saat ini adalah “ala” Barat. Tidak dipungkiri demikian halnya di Indonesia yang masih dipengaruhi oleh pemikiran Barat, atau kebanyakan ilmuwan mengatakan “Baratisme”.

Diskursus yang berkembang selama ini menunjukkan adanya hegemoni pemikiran barat terhadap timur yang mana bagi akademisi di Asia ingin menghentikan hegemoni ini dan memunculkan pemikiran alternatif. Di Indonesia sendiri diskursus mengenai pengembangan teori sosial baru mulai banyak diperbincangkan. Mulai muncul pemikiran-pemikiran dalam membaca dan menganalisis permasalahan yang ada di Indonesia. Sebagai contoh untuk memperbaiki kondisi ilmu sosial di Indonesia Kuntowijoyo mengusulkan perlunya memberikan ruang untuk hadirnya apa yang disebut Ilmu Sosial Profetik (ISP). Dengan Ilmu Sosial Profetik ini mencoba untuk membuka pengembangan ilmu sosial di Indonesia dengan mencoba menggabungkan antara ilmu sosial dengan nilai-nilai transendental yang menjadi salah satu kekhasan budaya Indonesia. Atau pemikiran Selo Sumarjan tentang perubahan sosial dan masyarakat jejaring bisa menjadi contoh mulai munculnya ilmu-ilmu sosial yang dikembangkan akademisi lokal.

Dalam konteks Indonesia, upaya untuk membuat ilmu sosial yang berangkat dari akar tradisi dan realitas historis masyarakat dapat kita lihat dalam pemikiran Kuntowijoyo. Beliau merupakan sosok multi-wajah dengan beragam kemampuan, tidak hanya sebagai sejarahwan, tapi juga sastrawan, budayawan, ilmuwan sosial, dan agamawan. Salah satu gagasannya yang perlu dilanjutkan secara serius adalah konsepsinya mengenai Ilmu Sosial Profetik. Melalui ilmu sosial profetik, Kuntowijoyo berupaya melakukan –istilah Dawam Rahardjo- “pribumisasi ilmu-ilmu sosial” (indigenization of social sciences). Secara epistemologis, Ilmu Sosial Profetik (ISP) berpendirian bahwa sumber pengetahuan itu ada tiga, yaitu realitas empiris, rasio dan wahyu. Sementara secara metodologis ilmu sosial profetik menolak klaim-klaim positivis seperti klaim bebas nilai dan klaim bahwa yang sah sebagai sumber pengetahuan adalah fakta-fakta yang terindera. Kuntowijoyo berpendapat bahwa dalam perspektif Ilmu Sosial Profetik, Ilmu Sosial tidak bisa bebas nilai “free values”, kajian dalam ilmu sosial perlu dikerangkai (diframe) oleh suatu nilai-nilai tertentu yang disebutnya sebagai nilai-nilai kenabian (profetik). Dalam ISP, nilai-nilai ini diderivasikan dari misi historis Islam sebagaimana terkandung dalam al-Qur’an surah Ali-Imran ayat 110. ISP merumuskan tiga nilai penting sebagai pijakan yang sekaligus menjadi unsur-unsur yang menjadi paradigmatiknya dari ayat tersebut, yaitu Humanisasi, Liberasi dan Transendensi.

Hadirnya Ilmu Sosial Profetik di tengah diskursus ilmu sosial saat ini adalah hasil dari pemikiran jernih cendekiawan Indonesia. Kiranya kita memang perlu membuka ruang untuk menerima kehadiran Ilmu Sosial Profetik ini. Tidak dipungkiri mungkin juga tidak adanya pengembangan ilmu yang berangkat dari pemikiran cendekiawan kita karena pemerintah kurang begitu memperhatikan bahkan peduli akan kehadirannya..

Sumber: Nasiwan. 2014, Filsafat Ilmu Sosial Menuju Ilmu Sosial Profetik. Yogyakarta: FISTRANS Institute, CV PRIMAPRINT

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun