Mohon tunggu...
bu hanna hanna
bu hanna hanna Mohon Tunggu... Guru - Guru Ndeso

Guru Sosiologi dan Antropologi di SMAN 1 Ngemplak Boyolali Jawa Tengah

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Lawan Hoaks dengan Aksi Nyata

23 Oktober 2017   12:19 Diperbarui: 23 Oktober 2017   13:44 1724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Publik seringkali dibuat gaduh oleh berita-berita yang tidak benar (hoax) bersifat tendensius yang bersumber dari suhu politik yang meninggi, persaingan bisnis atau persaingan individu atau kelompok yang penuh konflik interest. Sayangnya berita hoax bak peluru yang membombardir kehidupan masyarakat, mengarah pada memobilisasi massa untuk melakukan tindakan-tindakan yang diinginkan pembuat berita hoax. Akibatnya tujuan pemberitaan hoax berhasil menembus ruang nyata kehidupan masyarakat. Hal ini mengundang banyak keprihatinan karena membuktikan betapa rentan pertahanan masyarakat terhadap pengaruh hoax yang merugikan kepentingan umum membahayakan persatuan dan kesatuan Indonesia.

Sebagai pendidik kita cukup prihatin dengan maraknya ujaran kebencian yang telah diproses secara hukum. Hal ini mengidentifikasikan bahwa hoax berpotensi untuk melakukan tindakan kriminal.  Kenyataan rentannya pertahanan masyarakat menunjukkan rendahnya intelektual yang mudah dihegemoni kepentingan tertentu. Pendidikan tidak membekali masyarakat akan pengetahuan yang benar atau proses itu terlewatkan karena derasnya arus internet yang mendunia. Masyarakat membutuhkan edukasi yang kontruks untuk membangun pemahaman yang benar. Bisa jadi mobilisasi yang menembus kehidupan nyata bersumber dari ketidaktahuan atau gagalnya proses transformasi pengetahuan.

Kegagalan transformasi harus diatasi melalui aksi nyata. Mengembalikan masyarakat kedalam kehidupan nyata menjauhkan atau meminimalisasikan pengaruh buruk dunia maya yang menyeret masyarakat kedalam kondisi 'dingin' terhadap pengetahuan yang benar, tidak kritis, jauh dari skeptis dan obyektif  yang cenderung mengarah pada posisi ketidaktahuan. Bongkahan es ketidaktahuan dalam struktur kognitif harus dipecah melalui aksi-aksi yang penuh semangat untuk mengisi kehidupan nyata. Supaya kita tidak terjebak pada dua dunia, maya dan nyata.

Mengetahui sebuah berita hoax atau bukan yang beredar di media sosial, whattshap atau kelompok chatting dapat dilakukan melalui beberapa teknik yaitu pertama, melalui crosscheck siapa pembuat berita, jika pembuat berita tidak kompeten atau pihak yang tidak resmi maka dimungkinkan hoax. Kedua, periksa asal berita atau asal alamat url atau situsnya, jika alamat situs individu bukan resmi dimungkinkan pendapat pribadi yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Ketiga, check isi berita bombastik atau jika sangat provokatif dimungkinkan hoax. Selidiki ada penanda khusus berita tendensius yaitu jika ada kata sebarkan, viralkan, bagikan. Keempat teknik identifikasi gambar dengan cara check foto melalui google image apakah ada rekayasa atau tidak.

Aksi Nyata melalui Pembelajaran bermakna ( meaningfull learning )

Bentuk perlawanan bagi pendidik adalah pembelajaran bermakna. Menurut David Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi, yaitu dimensi pertamaberhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana  mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada.

 Struktur utama ialah fakta, konsep, dan generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Apabila hanya mengingat saja atau hafalan akan tidak bermakna dan tidak membangun pengetahuan sendiri. Yang mengakibatkan peserta didik tidak dapat mengetahui kebenaran yang sesungguhnya. Melatih siswa berfikir konstruk untuk selalu menghubungkan dengan struktur kognitif yang sudah ada dapat meningkatkan kebermaknaan sebuah materi.

 Materi multikulturalisme, pendidikan moral bangsa telah dipelajari oleh siswa sejak dini namun berita hoax mampu menembusnya. Ini artinya bahwa pengetahuan para peserta didik tentang materi yang bermuatan nilai, moral bangsa tidak bermakna sehingga tidak terinternalisasi dalam struktur kognitif siswa atau mungkin hanya hafalan. Sehingga mudah digoyahkan dan dimobilisasi berita hoax. Pembelajaran bermakna menuntut para guru untuk memperhatikan sikap dan gaya belajar yang inspiratif dan demokratis, penyampaian materi yang dihubungkan dengan realitas sosial lingkungan hidup siswa, menggunakan strategi dan metode belajar yang partisipatif, penggunaan media belajar yang sesuai, mampu mengkaitkan materi dengan pengetahuan siswa. Hal ini menuntut guru menggali apa yang dialami siswa baik di dunia maya atau nyata, yang bersifat kekinian.

Pembelajaran bermakna dapat dirangsang melalui pertanyaan -- pertanyaan yang bersifat HOT ( high order thingking ) yang pengetahunnya tidaka tertulis di buku pada akhirnya yang mendorong para siwa berfikir untuk membangun pengetahuannya dan mengaitkan dengan struktur kognitif yang ada. Pengetahuan struktur yang berkenaan dengan stimulus yang mampu direkam melalui mata, telinga, penciuman, mulut dan kulitnya berkenaan dengan lingkungan hidup yang dialami sehari-hari. Proses membangun pengetahuan yang distimulasi oleh kondisi riil akan sangat sulit dilupakan karena berhubungan erat dan memiliki makna bagi siswa. Hal ini juga melatih sikap kritis, skeptis dan obyektif yang tidak mudah digoyahkan dengan hoax.

Aksi Nyata Pembiasaan hidup

Pembiasaan hidup adalah perilaku yang dilakukan berulang-ulang sehingga mampu membentuk karakter, reaksi reflek sebagai cermin tertanamnya nilai-nilai moral yang diinginkan. Sikap malas, apatis, pesimis, budaya instan adalah sikap remaja kekinian yang dipengaruhi oleh teknologi, kecangihan komunikasi yang mudah dan mendunia yang seolah olah mewakili kehidupan nyata dan alam berfikir manusia. Pengaruh internet yang kuat mendorong perubahan pola interaksi sosial dan cara merespon sesuatu. Hal ini jika tidak disadari akan mendorong kita kedalam dunia maya dan mengalami keterasingan dalam dunia nyata. Lebih menakutkan lagi fenomena ini mendorong lahirnya generasi idiot.

Proses antisipasi dengan aksi nyata yang pertama dalah gerakan revolusi mental di sekolah seperti gerakan 1821 adalah sebuah himbauan dari pihak sekolah yang menuntut orang tua dan masyarakat memonitoring selama 3 jam dari pukul 18.00 sampai dengan 21.00 memberlakukan jam belajar tanpa terkoneksi televisi dan smartphone. Gerakan revolusi mental sangat membutuhkan dukungan orangtua dan masyarakat setempat untuk terus -- menerus mengingatkan putra-putrinya untuk tidak terkoneksi dengan berbagai jenis media. Fokus pada membaca dan belajar serta ibadah. Upaya ini dilakukan setelah pulang sekolah untuk merebut kembali kehidupan kaum muda kedalam kehidupan nyata.

Aksi lawan hoax kedua adalah gerakan cinta lingkungan adalah sebuah upaya yang meliputi aktifitas nyata dari menanam, membuang sampah pada tempatnya, memisahkan sampah, mengelola sampah dan daur ulang sampah agar bermanfaat. Gerakan cinta lingkungan menuntut kerjasama sekolah, keluarga dan masyarakat untuk saling mengingatkan selalu terus -- menerus melakukan pekerjaan seperti membuang sampah pada tempatnya, hidup bersih, memisahkan sampah organik dan anorganik, menggolah sampah agar dapat digunakan atau dimanfaatkan kembali, menanam dan merawat tanaman.

Aksi lawan hoax melalui gerakan 1821 dan cinta lingkungan melibatkan sekolah, keluarga dan guru untuk terus-menerus melakukan kegiatan nyata membatasi pergaulan dalam dunia maya mengembalikan kesadaran masyarakat kedalam kehidupan yang lebih bermakna membangun kesadaran batas maya dan nyata. Sehingga memiliki pertahanan terhadap berita hoax.Resistensi terhadap berita hoax dianggap mampu untuk membangun kondisi yang harmonis sikap positif dan memperbaiki interaksi sosial dan alam pikiran yang 'dingin' terhadap pengetahuan yang benar.

Sinergis

Mengidentifikasi berita hoax, mengetahui kebenaran, memecah bongkahan es ketidaktahuan dengan pembelajaran bermakna, melawan hoax dengan aksi 1821 dan cinta lingkungan adalah upaya kerja bersama-sama antara pihak sekolah, keluarga dan masyarakat. Aktifitas nyata tersebut menuntut kerja yang bersifat sinergis saling dukung demi terlaksananya upaya mengembalikan kesadaran masyarakat terhadap ancaman berita hoax. Tentu saja upaya kerja bersama merebut kembali kesadaran kritis masyarakat adalah hal yang mustahil dilakukan jika pihak -- pihak yang terkait lemah dalam memonitoring aktifitas pembiasaan hidup yang diidealkan. Oleh sebab itu mempengaruhi ketiga pihak supaya sinergis harus dilakukan dengan penuh semangat. Kata orang Jepang Ganbatte Kudasai kerja yang penuh semangat demi mewujudkan cita-cita atau suatu kondisi bebas hoax.

Kampanye terus -- menerus di kelas, sekolah, keluarga, masyarakat, media masa, dan literasi digital diharapkan mendorong banyak pihak untuk selalu mengkritisi setiap berita yang dibaca. Kita tidak dapat menolak pesatnya teknologi komunikasi yang mendunia namun kita bisa menepis pengaruh negatifnya. Yaitu melalui bekerjasama dengan pihak -- pihak terkait yang efektif untuk mencapai masyarakat yang kondusif bagi pembangunan yang nyata. Tetap semangat dan terus kerja lawan hoax dengan aksi nyata!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun