Akhir-akhir ini banyak sekali platform yang memudahkan kita untuk berbelanja hanya dari rumah. Sebut saja seperti Tokopedia, Shopee, Lazada, Bukalapak, dan beberapa penjualan melalui aplikasi Instagram. Hal tersebut mempunyai beberapa dampak, baik dampak positif maupun dampak negative.Â
Salah satu dampak yang secara tidak sadar atau seringkali terabaikan, yaitu menumpuknya sampah plastic maupun sampah kardus yang ada di rumah kita. Penjual akan melakukan pelapisan barang yang tidak hanya sekali untuk menghindari rusaknya barang akibat aktivitas dari pengiriman --contohnya barang akan dilempar--- yang akan merugikan pembeli.
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa sampah plastic membutuhkan waktu yang sangat lama sekitar 50-100 tahun untuk dapat terurai. Hal ini disebabkan sebagian besar plastic terbuat dari minyak bumi yang dipanaskan. Hal ini mengubah molekul minyak tersebut menjadi polimer termo-plastik yang biasanya dipakai untuk keperluan industry. Proses itu melalui tempaan rantai karbon-karbon yang kuat. Rantai karbon tersebut sult untuk dihancurkan sehingga butuh energy yang besar untuk melakukannya. Alam tidak dapat melakukan pekerjaan itu secara alami.
Bagaimana dengan sampah plastic belanja online yang mungkin, pembungkusannya sampai memakai 3 kali proses. Biasanya, barang akan dibungkus, kemudian dilapisi bubble wrap, dan dibungkus kembali. Hal ini diperparah dengan masa PSBB di mana orang-orang akan sebisa mungkin mengurangi kegiatan diluar rumah akibat adanya pandemic Covid 19.Â
Selaras dengan yang kondisi PSBB, Tempo.Co (24/5/2020) berpendapat bahwa masa PSBB mengakibatkan masyarakat lebih suka berbelanja secara online. Sehingga, sampah plastic yang dihasilkan menjadi meningkat. Sampah doemstik atau sampah rumah tangga merupakan penyumbang terbesar dari total sampah nasional, yakni mencapai 62%.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Andono (3/7/2020) mengamini terjadinya peningkatan belanja online selama PSBB yang berdampak terhadap peningkatan sampah plastic pembungkus paket belanja online. Walaupun limbah sampah dijalanan mengalami penurunan, namun limbah rumah tangga menjadi bertambah. Di  DKI Jakarta selama covid 19, peningkatan sampah plastic naik dari 14 persenmenjadi 21 persen. Sementara, limbah sampah selama PSBB hanya sekitar 6.342 ton setiap hari.
LIPI merilis data survey dari Pusat Penelitian Oseanografi dan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI yang dilakukan di kawasan Jabodetabek selama 20 April-5 Mei 2020 menunjukkan bahwa masa PSBB berkorelasi dengan banyaknya sampah plastic. Hal ini juga didukung dengan kesadaran masyarakat yang masih rendah dalam memilah sampah. Hanya  50% masyarakat yang memilah sampah mereka saat masa PSBB. Tidak ada yang dapat disalahkan dalam penggunaan plastic saat belanja online. Namun, tingkat kesadaran untuk mendaur ulang yang sampah yang harus ditingkatkan.
Liputan 6 (10/10/2020) merilis bahwa Bank Sampah Malang (BSM) mendaur ulang sampah plastic,termasuk bubble wrap menjadi barang-barang yang layak pakai. Barang yang dihasilkan dari pendauran ulang sampah plastic tersebut antara lain tas dari bungkus makanan ringan, sandal dari bahan plastic yang lain, dan masih banyak lagi.Â
Mendaur ulang sampah plastic menjadi barang-barang yang dapat digunakan sehari-hari, tidak menutup kemungkinan barang tersebut dapat terjual di lapak-lapak. Sehingga, hal ini menjadi sesuatu yang menguntungkan. Menurut pemaparan koordinator BSM (Isa) mereka menerima sampah lain selain sampah plastic seperti sampah kertas, kardus, botol minuman, dan lain sebagainya.
Mengurangi sampah plastic dalam kegiatan online bukanlah suatu keniscayaan, Womantalk (15/6) memberikan 5 tips belanja online dan delivery makanan tanpa menimbulkan sampah plastic. Adapun tipsnya sebagai berikut:
- Mencari toko dekat rumah
- Membeli barang di toko terdekat dengan rumah juga merupakan usaha untuk memajukan perekonomian. Tidak harus selalu dengan brand yang besar. Bisnis rumahan pun mempunyai kualitas barang yang tidak kalah bagusnya. Usahakan membeli di toko yang paling dekat, supaya jejak karbon yang ditinggalkan akibat transportas dapat ditekan.
- Hindari mengemas dengan bubble wrap
- Beri catatan kepada penjual untuk mengganti bubble wrap dengan kertas atau dengan kain tidak terpakai untuk mengganti bubble wrap dan berikan tulisan "paket jangan dibanting" apabila ingin memesan barang yang merupakan barang mudah pecah. Beri catatan juga untuk tidak usah dilapisi plastic tambahan lagi. Karena, biasanya pihak pengiriman akan melapisi plastic kembali pada paket yang akan dikirim.
- Hindari penjual yang memakai produk sekali pakai untuk malapisi barangnya.
- Ketika akan membeli kopi atau benda lainnya, sebisa mungkin untuk menghindari penjual yang menggunakan plastic atau botol sekali pakai. Maka dari itu, haruslah rajin-rajin mencari toko yang penjualnya menggunakan produk ramah lingkungan.
- Hindari kemasan sachet
- Berbelanja online memang mempermudah kehidupan. Namun, usahakan membeli barang-barang yang tidak menambah sampah. Hal ini berlaku untuk shampoo, sabun, sabun cuci piring, dan detergent.
- Manfaatkan kembali bungkus plastic
- Jika terpaksa menggunakan plastic tambahan, maka plastic tambahan tersebut dapat digunakan kembali. Contohnya untuk membungkus buku-buku yang ada di rak supaya tidak kertasnya tidak menguning dengan cepat.
Walaupun sampah plastic terlihat hal yang sepele. Namun, jika tidak kesadaran yang dibarengi dengan aksi nyata, sampah plastic akan menimbulkan banyak kerugian dan bisa menyerang kesehatan. Peneliti dari Pusat Penelitian Oseonografi LIPI, Intan Suci Nurhati menyampahkan "Karena letak masalah penanganan sampah plastic terletak pada aksi nyata" maka, Intan pun mengajak untuk mengurangu sampah plasti selama PSBB atau WFH. "There is U in SOL-U-TION. Mari kota bersama-sama mengurangi sampah plastic dalam berbelanja online" imbuh Intan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H