Mohon tunggu...
Hanna Chandra
Hanna Chandra Mohon Tunggu... lainnya -

Bernafaslah selagi gratis, tersenyumlah selagi tiada larangan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Tax Amnesty: Teknik Jitu Membenahi Sistem Perpajakan yang Banyak Disalah Mengerti

29 Agustus 2016   18:02 Diperbarui: 29 Agustus 2016   19:24 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah terbersit dalam pikiran kita, mengapa Kementerian Dalam Negeri menyegerakan pemberlakuan e-KTP hingga akhir September 2016 ini? Berita terkait ada di sini. Tadinya saya mengira pemberlakuan e-KTP tsb akan disingkirkan atau ditunda sementara sambil menunggu penyelidikan yang dilakukan KPK mengingat berhembusnya aroma korupsi pada pengadaan sarana prasarana perangkat penyedia e-KTP. Tapi nyatanya e-KTP berlanjut, malah Mendagri mempercepat pendataan kependudukan secara elektronik ini yang diharapkan selesai pada akhir September ini. Meski tanpa sanksi tapi ada keterbatasan yang dirasa masyarakat tanpa e-KTP. Ini link penjelasan Mendagri Tjahjo Kumolo.

Kemudian saya membaca ulang berita Tax Amnesty dan keseriusan pemerintah menggodok, mensosialisasikan, mengajak bahkan tak tanggung-tanggung Presiden Jokowi sendiri sebagai Kepala Negara turun tangan langsung di lapangan bersama jajaran Kementerian Keuangan yang sekarang digawangi bu Sri Mulyani, salah satu sosok yang saya kagumi. Tax Amnesty ini adalah hasil pemikiran jenius untuk memperbaiki sistem perpajakan yang amburadul. Sayangnya, banyak petugas pajak yang belum mengerti benar ide jenius ini, sehingga kadang-kadang muncul penjelasan yang keliru dan membingungkan. Sekalipun demikian, amatlah salah bila kita menganggap Tax Amnesty ini menindas rakyat dan harus dihentikan.

Terus, apa kaitannya antara Tax Amnesty dan e-KTP? Tentu saja berkaitan erat. Seperti kita ketahui bersama, dengan e-KTP ini kelak semua data kependudukan terpusat pada satu NIK (Nomer Induk Kependudukan) atau dalam bahasa kerennya Single Identity Number. Dari NIK inilah semua data, baik tentang kepemilikan rumah, tanah, kendaraan, sertifikat dan berbagai aset berharga lainnya diketahui. Jadi, tidak bisa lagi seseorang menyembunyikan barang berharga yang dimilikinya dari kewajiban membayar pajak.

Sebagai warga negara kita bertanggung jawab membayar pajak penghasilan sebagaimana aturan yang berlaku. Untunglah perpajakan di Indonesia masih menggunakan Self Assessment System, dimana Wajib Pajak diberi kebebasan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya sendiri ke kantor pajak. Sistem dan asas kebebasan inilah yang sekaligus membuat begitu banyak potensial wajib pajak (bisa) menyembunyikan data penghasilan maupun berapa banyak aset yang dimiliki. Namun, dengan berlakunya Single IdentityNumber kelak, tak ada sesuatu yang tidak dapat dilacak, jadi berhati-hatilah!

Itu sebabnya mengapa pemerintahan Jokowi-JK gencar memberikan dan mendorong masyarakat menggunakan kesempatan pengampunan pajak (Tax Amnesty) hingga akhir Maret 2017 nanti. Tentu saja, makin cepat makin baik. Besaran repatriasi (uang tebusan) juga terhitung masih rendah ketimbang denda yang harus dibayarkan jika terlacak nanti. Berikut besaran repatriasi yang akan dikenakan;

  • Bila pelaporan pada 1 Juli-30 September 2016 akan dikenakan repatriasi 2 persen dari nilai aset
  • Kalau dilaporkan pada Oktober-Desember 2016, repatriasi sebesar 3 persen,
  • Sedangkan pada kesempatan terakhir program Tax Amnesty untuk periode Januari-Maret 2017, repatriasi akan naik menjadi 5 persen 

sumber kontan.co.id
sumber kontan.co.id
Program pengampunan pajak ini membuat wajib pajak tidak terbebani di masa mendatang. "Dengan melakukan penebusan terhadap aset yang belum dilaporkan, dijamin tidak akan diklarifikasi lebih jauh,” demikian bocoran salah seorang Account Representative kantor perpajakan.

Jika tidak mengikuti program Tax Amnesty, wajib pajak harus melakukan pembetulan SPT Pajak 2015 bila memiliki aset berharga yang belum/terlewat dilaporkan. Sesuai Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118 Tahun 2016, wajib pajak akan dikenai mekanisme Kurang Bayar yang memungkinkan petugas pajak melakukanpemeriksaan lebih  detil atas harta yang dilaporkan itu.

Terus, bagaimana dong dengan wajib pajak yang menaruh aset atau hartanya di luar negeri? Padahal, awalnya, publik termasuk saya mengira pengampunan pajak hanya akan menyasar pengusaha besar yang masih memarkir dananya di luar negeri. Ternyata mekanisme untuk menangkis hal tsb telah diatur sesuai kesepakatan AEoI (Automatic Exchange of Information). Terkait hal tsb, Menkeu sebelumnya Bambang Brodjonegoro telah berencana mengajukan revisi Undang-Undang Perbankan kepada DPR dengan tujuan agar pihak perpajakan bisa membuka data nasabah perbankan untuk keperluan pajak. Hal ini dilakukan pertama agar bisa melacak mereka yang tidak membayarkan pajaknya dengan benar. Dan yang kedua, keperluan pertukaran data nasabah bank untuk keperluan pajak dengan negara lain sesuai kesepakatan AEoI.

Seperti kita ketahui bersama, pada 2018 nanti Indonesia akan ikut serta dalam Automatic Exchange of Information atau pertukaran data untuk keperluan pajak, dengan negara anggota G-20. Melalui sistem ini, nantinya seluruh Wajib Pajak (WP) yang membuka rekening di negara lain akan terlacak oleh otoritas pajak negara asal. Artinya, seluruh aset para WP yang selama ini disembunyikan di negara lain akan terlihat dengan jelas. Bahkan Swiss yang dikenal sangat ketat menjaga rahasia nasabah banknya dan terkenal aman, sudah mau membuka data nasabah perbankannya.

Presiden Jokowi mengungkapkan, era keterbukaan yang diterapkan di setiap negara memang tidak bisa dielakkan kehadirannya. "Pada 2018 semua akan semakin jelas. Seluruh bank internasional akan buka-bukaan semua," kata Jokowi. Menurut Jokowi, aset-aset setiap individu maupun perusahaan masih banyak yang tersimpan di perbankan luar negeri. Artinya, potensi dana yang selama ini berada di negara lain masih cukup besar. Dengan kerjasama pertukaran data ini, pemerintah tidak akan khawatir adanya pelarian dana ke luar negeri. Jadi, tidak ada tempat untuk sembunyi lagi dari kewajiban perpajakan! 

Semoga bermanfaat, salam :)

**Diulas berdasarkan pemahaman penulis sebagai mantan SA (Bukan Secret Admirer loh….. hehehehe)

Sumber tulisan: 1,2, 3, 4, 5,6

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun