Mohon tunggu...
Hanna Chandra
Hanna Chandra Mohon Tunggu... lainnya -

Bernafaslah selagi gratis, tersenyumlah selagi tiada larangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Benarkah Alat Bukti dalam Mentersangkakan Jessica Lemah?

2 Februari 2016   20:14 Diperbarui: 2 Februari 2016   20:34 2715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

4.   Petunjuk

5.   Keterangan Terdakwa

Keterangan saksi dan keterangan ahli diklaim sudah dikantongi polisi, begitu juga alat bukti surat berupa visum et repertum atas korban (Mirna) dan petunjuk-petunjuk yang sampai sekarang masih dikumpulkan dan dilakukan pendalaman, termasuk lewat pengakurasian data dari Polisi Federal Australia (AFP) untuk menelusuri dan mengungkapkan motif dan latar belakang di balik kasus pembunuhan Mirna. Yang menjadi pertanyaan menarik adalah apakah polisi memiliki bukti langsung bahwa Jessica lah yang memasukkan racun sianida ke dalam cangkir kopi Mirna? Jika tidak, maka otomatis gugurlah sangkaan di mata hakim dalam persidangan nanti, demikian pernyataan mantan hakim Asep Iwan Iriawan. Secara pribadi saya berpendapat jika semua perbuatan harus ada bukti langsung, bukankah akan ada begitu banyak pembunuh yang lolos dan dibebaskan dari tuntutan? Ini tidak berarti saya menutup kemungkinan polisi tidak memiliki alat bukti yang kuat.

Sistem pembuktian pidana di Indonesia menganut sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif (negatief wettelijk), berdasarkan ketentuan pasal 183 KUHAP yang menyatakan:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Hal ini menandakan bahwa dalam hukum acara pidana Indonesia tidak ada satu alat bukti pun yang dapat dikatakan sebagai alat bukti terkuat/lemah, karena setiap putusan pemidanaan nantinya harus tetap didasarkan dengan 2 alat bukti yang sah (sesuai dengan ketentuan pasal 184 KUHAP) di tambah dengan keyakinan hakim berdasarkan alat bukti tsb apakah ada kesesuaian atasnya? Sangatlah wajar jika polisi keberatan membuka CCTV peristiwa 'hanya' demi tantangan pengacara Jess.

Menutup tulisan saya, marilah kita coba berprasangka baik pada kinerja polisi yang sudah berusaha menampilkan cara-cara penggalian dan identifikasi atas kasus pembunuhan Mirna secara fair dan apa adanya. Meskipun Jess sudah ditetapkan menjadi tersangka, tidaklah menutup kemungkinan keterlibatan pelaku lain atau bisa saja Jess terbebas dari sangkaan seandainya bisa memberikan penjelasan secara tepat dan konsisten. Tidak ada kejahatan yang sempurna, cepat atau lambat pasti terdeteksi. Semoga bermanfaat, salam.... :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun