Mohon tunggu...
Hanna Chandra
Hanna Chandra Mohon Tunggu... lainnya -

Bernafaslah selagi gratis, tersenyumlah selagi tiada larangan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kepada Jaksa Agung, Kasus SN Harus Dituntaskan Segera!

21 Januari 2016   08:42 Diperbarui: 21 Januari 2016   09:41 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Jaksa Agung M Prasetyo / sumber kompas.com"][/caption]

Hari Rabu kemarin (20 Januari 2016), Setya Novanto lagi-lagi mangkir dari pemanggilan ke dua kali untuk pemeriksaan di Kejagung. Ketua Tim Kuasa Hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail mengatakan alasan Novanto tidak hadir karena tidak ada keharusan dari kliennya untuk datang dikarenakan posisi kasus masih dalam tahap penyelidikan. Ia menyebut Novanto tidak merasa bersalah kalau kembali mangkir. Ckckck… jika pengacara saja melindungi klien dari tanggung jawab moral dan itikad baik memenuhi panggilan pemeriksaan, mana bentuk taat hukum yang harusnya diperlihatkan anggota Dewan yang terhormat?

Sementara berselang satu hari sebelumnya Jaksa Agung M Prasetyo mendapat cercaan bertubi-tubi dari anggota Komisi III DPR tentang kasus Setya ‘papa minta saham’ Novanto, melenceng dari yang seharusnya membahas kinerja Kejaksaan Agung. Nampaknya ada upaya menghambat kasus penyelidikan pemufakatan jahat yang tengah ditangani Kejagung agar tenggelam dan akhirnya dihentikan. Gentarkah Jaksa Agung meneruskan kasus pemufakatan jahat hingga tahap penyidikan dan penetapan tersangka?

Dalam rapat kabinet (Rabu, 20 Januari 2016), Presiden Jokowi menargetkan para menteri kabinet kerjanya agar kemudahan berbisnis di Indonesia bisa ditingkatkan. Selama ini indeks kemudahan berbisnis di Indonesia berada di peringkat 109 dari 189 negara yang disurvei. Hanya naik tipis dari peringkat tahun lalu di 120.

"Saya minta rankingnya di bawah 40. Caranya bagaimana? Bukan urusan saya, urusan para menteri dan urusan Kepala BKPM, urusan Gubernur, urusan BUMN. Saya memberi target itu"  

"Kalau penurunan kita hanya seperti ini terus, untuk masuk ke ranking seperti Singapura-- Singapura itu rankingnya 1, Malaysia itu ranking 18-- Jadi berapa tahun kita baru sampai," kata Jokowi kepada para menteri, saat membuka rapat kabinet di Kantor Presiden.

Wew… ingat kalimat ‘bukan urusan saya’, jadinya saya senyam-senyum sendiri mengingat kata sakti sang presiden yang pernah dilontarkan dan sempat ‘rame’ di kompasiana tercinta ini.

“Enak banget ngomongnya pak, caranya gimana..?”

“maaf pak, falsafah dasar berurusan di Indonesia adalah ‘kalau bisa dipersulit mengapa dipermudah’, jangan sampai hal ini diubah. Sudah menjadi tradisi dari dulu”

“Sy suka gaya lo Mr President. Iklim investasi yg baik salah satu kunci sukses negara maju. Membuka lapangan kerja, pendapatan negara, neraca surplus, IDR menguat”

“Selama Tukang Palak, Preman dan Mafia2 pengusaha hitam yg dibeking oleh Tentara atau Polisi masih dianggap sebagai budaya turun temurun, Investasi di Indonesia susah menyaingi Malaysia, apalagi Singapore... Benarkah?”

Begitu sekilas cuplikan komentar yang saya copas dalam menanggapi permintaan Presiden Jokowi. Yang jadi pertanyaan, mungkinkah bisnis di Indonesia bisa sama atau minimal gak beda jauh banget dengan di Singapura?

Jika mau dibandingkan dengan Singapura yang mungil, dengan luas tak melebihi kota Jakarta--tetapi geliat bisnis tumbuh subur di sana-- sementara Indonesia sendiri dengan keluasan wilayah berkali-kali lipat dan kekayaan sumber alam yang memikat, sangat sangat disayangkan jika investor seringkali mengeluh dan berpikir panjang sebelum berbisnis di Indonesia. Keberanian para menteri dalam memberikan terobosan dan kemudahan pengurusan usaha dan perizinan inilah yang diharapkan Jokowi dilakukan, yang selama ini dirasa masih kurang. Dalam konteks semacam ini, pembiaran kasus papa minta saham akan mempertegas kesan para investor, bahwa berbisnis di Indonesia tak mungkin dilakukan tanpa perundingan di bawah meja.

Kembali ke kasus papa minta saham yang disinyalir merupakan pemufakatan jahat terencana, saya mengharapkan agar Jaksa Agung tanpa keraguan sedikit pun segera menuntaskan kasus ini dengan beberapa pertimbangan sbb;

Pertama, dalam persepsi publik, pembiaran terhadap kasus SN adalah perlindungan terhadap tindakan korup yang dilakukan oleh para siluman.

Kedua, serangan masalah legalitas terhadap Sudirman Said (SS) dan Maroef Sjamsoeddin (MS) ditangkap oleh publik sebagai peringatan keras terhadap setiap orang siapa pun yang hendak membongkar kasus percaloan korupsi di Indonesia.

Ketiga, para investor diperingatkan bahwa menanam investasi di Indonesia akan menghadapi himpitan dari dua sisi, yaitu sisi KPK yang siap menghantam para investor yang ‘bermesraan’ dengan para pejabat negara  dan sisi para pejabat negara yang kompak menyerang setiap orang atau setiap perusahaan yang tidak bersedia mengikuti permainan di bawah meja.

Seharusnya kasus pemerasan terhadap PT Freeport ini diusut secara cepat dan tuntas! SS dan MS harus dilindungi sebagai saksi kunci dan bukan diserang. Dengan demikian, akan ada banyak orang atau perusahaan yang dengan sukarela dan bersemangat membantu membongkar tindak pemerasan, percaloan, dan korupsi di Indonesia.

Bila para investor bisa melihat kesungguhan membongkar dan memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia, para investor akan merasa tenang karena hal itu berarti bahwa mereka bisa menghitung biaya yang harus mereka tanggung untuk mengembangkan usaha di Indonesia tanpa perlu menyediakan dana siluman untuk para siluman!

Saya punya kenalan seorang WNI yang menjadi direktur perusahaan asing di Indonesia. Secara de facto ia menjadi orang nomor dua, karena pemimpin sebenarnya pastilah ekspatriat (WNA), tetapi secara de jure ia menjadi orang nomor satu di perusahan asing tsb. Ia menceritakan bahwa selama bertahun-tahun perusahaannya menetapkan sikap untuk menaaati peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Namun kesulitannya adalah dia harus menghadapi banyak pejabat yang ingin mempermainkan hukum dengan cara kongkalikong. Bagi perusahaannya, tidak ada keberatan untuk menaati ketentuan perpajakan dan peraturan lainnya. Tantangan terberatnya adalah bagaimana harus menghadapi para pejabat yang mempermainkan hukum. Bisa diduga bagaimana pandangannya saat melihat drama di MKD yang terjadi belakangan ini?

Sama hal nya ketika permintaan SN (Papa Minta Saham) disampaikan MS kepada pimpinan Freeport (di Amrik) Jim Bob, yang menjadi jawaban adalah, “Kalau kamu mau masukkan saya ke penjara, silahkan kamu lakukan (berikan saham).” Jim menyatakan dirinya akan dijerat korupsi jika melakukan kongkalikong pemberian saham kepada pejabat negara.

Jelas bahwa pembiaran terhadap kasus SN papa minta saham menghasilkan keresahan. Bila kasus SN tidak ditangani secara tuntas, tidak mengherankan bila investor akan berpikir panjang sebelum menanamkan modal di Indonesia.

 

Selamat pagi Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun