Mohon tunggu...
Hanna Chandra
Hanna Chandra Mohon Tunggu... lainnya -

Bernafaslah selagi gratis, tersenyumlah selagi tiada larangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kasus Pembunuhan “Deudeuh”, Benarkah Karena 'Bau Badan' Semata?

17 April 2015   18:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:58 729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari ini, masyarakat digegerkan oleh pembunuhan terhadap seorang PSK Online, Deudeuh Alfi Syahrin (Tataa Chubby – nama samaran di Twitter), yang dilakukan RS. Tersangka sudah ditangkap dalam tempo singkat, suatu bukti bahwa tidak ada hal yang terlalu sulit dipecahkan oleh kepolisian Indonesia. Bravo pak Polisi!

Alasan yang dikemukakan RS sepele, yaitu bahwa dia membunuh karena merasa terhina oleh ucapan Deudeuh tentang masalah 'bau badan'. Benarkah demikian? Yang pasti, sampai sekarang pihak kepolisian masih terus berusaha mengungkapkan motif pembunuhan tsb, apakah murni karena sakit hati ataukah merupakan pembunuhan berencana? Pasal-pasal penindakan pun telah diberlakukan sehubungan dengan penangkapan terhadap RS dan penetapan sebagai tersangka. Sambil menunggu hasil penyelidikan kepolisian yang lebih akurat dan terperinci, saya mencoba menganalisa alasan dibalik pembunuhan terhadap Deudeuh Alfi Tataa-Chubby Syahrin (selanjutnya disebut D).

Seperti diungkapkan beberapa media, bahwa tersangka RS pernah berhubungan intim dengan D dan kembali mem-booking untuk kedua kalinya pada 11 April 2015, saat naas bagi D yang hidupnya berakhir dengan cara tragis. Bila RS pernah berhubungan dengan D dan mengatakan 'tidak puas', tetapi penasaran untuk mencoba kembali, secara logika masuk akalkah? Coba kita menelusuri kehidupan dan pekerjaan RS yang notabene seorang guru bimbel matematika di bilangan Kedoya. Berapakah income ybs? Jarak tempuh yang cukup jauh antara lokasi tempat tinggal tersangka dengan lokasi mengajar tentu memerlukan biaya transportasi yang tidak sedikit. Jika income yang diperoleh terbatas, tetapi masih memiliki hasrat yang 'lain', wajarkah RS mengulangi tindakannya mem-booking kembali D untuk ketidakpuasan yang dirasakannya? Informasi tambahan, dalam testimoni RS untuk service D, tidak ada kata-kata menyesal atau caci maki terlontar. Berita terkait ada di sini. Sebaliknya, D tidak memasukkan testimoni RS seperti yang biasa dilakukannya untuk clientnya yang lain. Inilah hal pertama yang perlu digali kembali dari pengungkapan motif terbunuhnya D.

Hal kedua, jika semata karena tuduhan bau badan, RS merasa tersinggung, lalu selanjutnya 'tanpa sengaja' mencekik leher D, bahkan kemudian menyumpal dengan kaus kakinya, saya tidak habis mengerti apakah dari sisi psikologi jenis kepribadian RS telah sedemikian parah, sehingga setelah memanfaatkan jasa layanan biologis masih sempat-sempatnya membalas dengan sedemikian sadis pada korban yang sudah tak berdaya? Benarkah 'tanpa sengaja' atau sudah direncanakan, mengingat tersangka mengetahui persis keberadaan D dan situasi serta kondisi rumah korban? Bandingkan berita terkait berikut dengan kehidupan keseharian RS.

Alasan ketiga, setelah RS berhasil membalas 'penghinaan' D, beralasankah bila ia masih sempat membawa barang-barang berharga milik korban, berikut uang tunai yang cukup buat keperluan dan kehidupan RS selanjutnya. Di antaranya adalah empat handphone Samsung, satu Ipad, satu Macbook Mini, satu laptop, dan uang tunai Rp 2,8 juta. Saya tidak berani memastikan bahwa RS akan menggunakan uang itu untuk keperluan bersalin istrinya dan biaya hidup keluarganya, yang sangat terbatas dari sisi kehidupan layak – dengan seorang istri yang tengah mengandung dalam usia kehamilan 8 bulan dan seorang anak balita – dengan menumpang di satu rumah kontrakan yang terbatas. Terlalu itu! Tetapi bisa menjadi unsur dibalik penggalian motif pembunuhan tersebut.

Kasus yang mencuat tentang terbunuhnya seorang PSK Online mau tidak mau membuka mata publik bahwa dunia maya telah menjadi sisi yang menggiurkan sekaligus mengerikan, memberikan kebebasan sekaligus godaan, dan tidak sungkan menjadi alat propaganda penawaran berbagai keperluan, mulai dari persahabatan, perdagangan online sampai bisnis prostitusi. Ini sekaligus menjadi PR bagi pejabat terkait, bagaimana menertibkan penggunaan konten dunia maya, sehingga bukan jadi bumerang bagi generasi lanjut nanti. Bukankah tujuan berinternet seharusnya makin mencerdaskan, tentu bukan disusupi dengan hal yang berkonotasi negatif?

Bagi para penjaja kenikmatan tubuh, sadarilah bahwa kemudahan yang didapat akan berbuah juga dengan kemudahan lenyapnya kenikmatan sesaat. Kematian tragis D semoga membuka mata betapa berbahayanya bekerja dengan cara-cara yang tidak benar. Bukankah pemerintahan Jokowi-JK membuka banyak peluang bagi usaha kreatif, dan kesempatan yang selalu tersedia tidak ada salahnya dicoba bukan? Semoga menginspirasi!

Selamat malam Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun