Mohon tunggu...
Hanna Chandra
Hanna Chandra Mohon Tunggu... lainnya -

Bernafaslah selagi gratis, tersenyumlah selagi tiada larangan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Ketika Aku Jatuh Cinta (Lagi)

1 September 2014   14:15 Diperbarui: 18 Juni 2015   01:56 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terinspirasi artikel mbak Fidiawati "Kunci Hidup Tenang", dalam tulisan kali ini saya juga ingin berbagi dari hati ke hati. Menulis artikel politik beberapa kali membuat saya jengah juga, sekali-kali ingin menulis dalam suasana dan sisi yang lain. Inilah dasar saya memberi judul seperti diatas, eits... jangan curiga dulu, ini berkaitan dengan yang saya alami lho dengan suami tercinta (di dunia nyata) selain sahabat (soulmate) di kompasiana (dunia maya).

Awalnya saya gak ada niat nulis, mengingat gak punya bakat dan pastinya perlu waktu yang cukup buat mengerti, mengenal, dan berinteraksi dengan para kompasianer yang beraneka ragam kepribadian, yang ada di dunia maya, rumah kompasiana.

Sebagai pemula, tidak mudah bagi saya memahami dan mengerti keadaan yang terjadi, mungkin komentar atau tanggapan saya tidak menyenangkan, mungkin juga ada yang buat tersinggung, untuk itu saya mohon dimaafkan dan dihapus dari segala prasangka negatif.

Menulis di kompasiana ini menjadi satu tantangan menarik, menyenangkan - jika sedang punya ide dan terinspirasi dari dalam hati, sekaligus hal yang tidak menyenangkan. Kapok, satu kata yang akhirnya buat kompasianer enggan melanjutkan interaksi dan akhirnya mundur perlahan-lahan bahkan bisa saja pamit dari kompasiana.

Jujur saya pernah alami situasi demikian, suasana yang benar-benar gak nyaman, di salah mengerti baik lewat tulisan maupun komen, yang berujung menyerempet ke pertemanan dengan beberapa sahabat kompasianer. Mengapa ini bisa terjadi? Adakah cara memperbaiki suasana yang panas dan sudah penuh kecurigaan menjadi suasana bersahabat, saling menghargai, gak pake nge'judge' harusnya begini or begono menurut pola pikir kita yang ikut-ikutan TSM (Terstruktur, Sistematis, Masif) heheh, gak ngebully, dsbnya? Bagaimana supaya persahabatan itu menjadi apa adanya, bukan karena ada apa, apalagi sampai jadi apa-apa? (wkwkwk)

[caption id="" align="aligncenter" width="573" caption="Persahabatan ala Kompasiana (bisa gak sich?)"]

[/caption]

Konon katanya nih, Nazaruddin bersahabat dengan Anas Urbaningrum. Saking akrabnya, mereka sampai liburan bersama, janjian pesan baju yang sama modelnya dan pake penjahit yang sama, silahturahmi antar sesama istri dengan akrab dan girang. Tapi itu konon lho, apa yang terjadi setelah itu? Dalam persidangan korupsi, mereka saling klaim siapa yang paling benar, saling berlomba menjerumuskan dan cari pembenaran diri, saling sindir menyindir, saling buka aib, dsbnya. Padahal sekarang sama-sama penghuni hotel prodeo. Nah lho! Persahabatan macam beginikah yang kita harapkan?

Konon katanya juga, Roro Jonggrang minta Bandung Bondowoso membuat 1000 candi dalam satu malam sebagai syarat untuk menikahi dirinya (kisah menarik ada dalam tulisan mas Djoel “Kata Sekjen PKS yang Membuat Tangkuban Parahu itu Roro Jonggrang...”) Sayang, hanya 999 candi yang terselesaikan karena ada tipu muslihat dari si Roro Jonggrang. Karena kurang satu candi akhirnya syarat tidak terpenuhi dan lahirlah cerita terkenal tsb. Apakah hati seperti Roro Jonggrang yang kita harapkan terjadi dalam sebuah persahabatan?

Konon lagi katanya, artis Nia Daniaty dicurangi oleh sahabat akrabnya, Ani Muryadi yang melangsungkan pernikahan (diam-diam?) dengan suami mbak Nia, FA inisialnya (mau tau namanya, silahkan cek deh sama mbah gugel) . Pada kenyataannya, antara mbak Nia dan FA sudah tidak ada kecocokan lagi dan akhirnya jalan cerai ditempuh. Hubungan persahabatan dengan cara demikiankah yang kita harapkan terjadi?

Konon katanya, ada seribu alasan yang bisa merenggangkan tali persahabatan bahkan hubungan dalam pernikahan. So, bagaimanakah cara menguji seseorang pantas jadi sahabat atau bukan? Yuk, cekidot;

  1. TULUS

    Persahabatan sejati harus didasari nilai ketulusan, ikhlas dan tanpa pamrih. Tulus berarti apa adanya, ngomong A yah A, bukan B apalagi C. Orang yang tulus biasanya gak neko-neko, gak bermuka dua. Apa yang dikatakan yah memang seperti itu adanya, bukan yang suka ngarang-ngarang apalagi sampai berbohong. Perlu kepandaian membaca gelagat dan sikap teman yang tulus, kalo perlu ujilah apakah ada ketulusan dalam bersikap.

  2. Punya sifat Take n Give

    Sahabat sejati harus mau menerima dan memberi atau dalam bahasa kerennya take n give. Bukan cuma mau cari keuntungan sesaat apalagi sampai menyusahkan hati sahabatnya. Sebel juga kan kalau ada rekan kita yang selalu minta diberi, tapi ketika tiba gilirannya dia malah melontarkan segudang alasan yang intinya menolak untuk membantu. Wah, karakter yang demikian gak cocok disebut sahabat sejati.

  3. Rela Berkorban

    Cieee... kayak pahlawan donk. Yup, seorang sahabat mau berkorban bagi kepentingan rekannya, berusaha mensukseskan rekan bukan diri sendiri. Wajar kalo setiap orang punya egoisme masing-masing. Tapi, kalo seorang rekan selalu saja mengutamakan kepentingan dirinya dan gak peduli sama kepentingan orang lain, maka sulit baginya dapat dikatakan sebagai sahabat sejati. Sikap yang mau berkorban dan toleran pada kepentingan sahabatnya, itulah sahabat sejati.

  4. Ada dalam suka dan duka

    Seorang sahabat baru teruji ketika dalam situasi sulit yang sedang dihadapi rekannya dia ada dan hadir disana. Kalo dalam suasana senang dan nyaman (suka) dia ada, bukan hal yang mengherankan. Adakalanya dalam hidup ini muncul situasi ketika kita merasa down banget dan harus minta tolong entah sama siapa. Sahabat sejati biasanya akan peka dan peduli pada situasi seperti ini. Idealnya, tanpa dimintapun dia akan bertanya atau menawarkan bantuan.

  5. Dapat dipercaya setiap saat

    Seorang sahabat dapat diandalkan dan dipercaya dalam segala hal, sampai kapanpun tidak akan berubah, meski ada pihak yang coba menyiasati, ia tetap setia dan lebih percaya kepada sahabatnya daripada si pengusik. Sebaliknya teman yang gampang terbawa arus juga ada. Dengan gosip sedikit aja, dia langsung percaya. Atau, dengar orang lain yang menjelekkan temannya sendiri, dia langsung mudah berpihak. Padahal, belum tentu dia sudah cek sendiri kebenaran persoalannya. Kalo sudah begini, mungkin sebaiknya cari teman lain yang lebih positif dan setia kawan, itu yang bisa dipercaya sebagai sahabat sejati.

Lalu pertanyaannya, siapa soulmateku dalam dunia maya yang telah kuanggap sahabat? Siapa yang membuatku jatuh cinta lagi di dunia maya – dunia kompasiana, yang akhirnya berdampak positif bagi kehidupanku di dunia nyata (Lagi dan Lagi)? Jawabannya tentu saja RHS dunk hehehe, mau tahu aja deh, masalah buat Loe, begitu tagline artis pede Soimah.

Saya merasa boleh-boleh saja ketika kita berinteraksi di dunmay, pada akhirnya berlanjut ke dunia nyata, selama tidak ada pihak yang dirugikan dan merugikan pihak yang lain. Bayangkan, jika ada pihak yang terus asik mengusik, tentu jadi gak nyaman bagi yang diusik dan tidak ada cerita kisah mas Wahyu (murid Pakde Kartono) yang akan menikahi mbak Lin Halimah, dalam waktu dekat ini. Kisah mereka dibuat secara khusus oleh sang guru dalam tulisan Pakde Kartono yang berjudul "Jodoh, Dunia Maya ke Dunia Nyata (eg: Mas Wahyu & Lin Halimah)". Sungguh beruntung memiliki guru sebaik beliau, demikian pun saya (wkwkwk)

Saya berharap kompasianer dapat memberi batasan dunia maya tidaklah sama dengan dunia nyata. Ketika ada kompasianer yang membagi tulisan di dunmay lewat kehidupannya di dunia nyata, bahkan membuka diri secara nyata pulak, itu patut kita apresiasi, tetapi bukan jadi alasan untuk mendesak orang lain berprilaku yang sama, apalagi sampai mengusik privacy seseorang di dunia maya. Istilahnya, kalo kita tidak mau diusik, janganlah mengusik orang lain. Kalo kita tidak mau diganggu, janganlah mengganggu pihak lain. Saya perhatikan, ada beberapa kompasianer yang mendadak hilang dari peredaran, entah gak nyaman, sedang sibuk, sedang liburan panjang atau sebab yang lain, tanpa perlu saya sebutkan namanya pasti sudah banyak  yang  lebih tahu. (wkwkwk)

Menutup tulisan ini, harapan saya bagi mereka yang merasa gak nyaman (jika ada) dan sedang menepi entah kemana, agar bisa secepatnya berinteraksi kembali, agar saya dan para kompasianer tahu bahwa Anda baik-baik saja tidak seperti dugaan banyak pihak. Gak ada Loe, gak rame Bro or Sis...!  Tolong sudahi semua prasangka/kecurigaan (jika ada) dan kita lanjutkan persahabatan dengan hati tulus, dengan saling memaafkan dan saling menerima satu dengan lainnya. Semoga dunia kompasiana menjadi dunia yang menyenangkan, dunia saling berbagi dan menerima, dunia sehat dalam rumah kompasiana.

Dan semoga tulisan saya bermanfaat. Salam Kompasiana.

Sumber gambar 1

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun