Mohon tunggu...
Hani Rai
Hani Rai Mohon Tunggu... Petani - Belajar jadi petani

blogging, handcrafting, journaling, eco farming

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ramadhan Me Time: Menemukan Jatidiri Manusia

23 Maret 2024   22:27 Diperbarui: 23 Maret 2024   22:28 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencari Kemuliaan di Tiga Fase Ramadhan
Ramadhan adalah bulan istimewa bagi umat muslim. Ada 3 fase dalam 1 bulan ramadhan. Sepuluh hari pertama adalah fase rahmat. Sepuluh hari kedua adalah kesempatan memohon maghfiroh (ampunan). Sepuluh hari ketiga adalah pembebasan dari api neraka.

Sebagai seorang hamba, ramadhan ini musti dipergunakan sebaik-baiknya agar kita meraih tujuan dari 3 fase tersebut : mendapat rahmat dan ampunan sehingga terbebas dari api neraka.

Bagaimana caranya ? Banyak-banyak beribadah : sholat wajib 5 waktu dan sholat tarawih, berdzikir, bermunajat  juga tadarus membaca Al Quran. Bersedekah, berbagi takjil buka puasa, membayar zakat, dll. Gas poll hablum minallah dan hablum minannas. Inilah prime time ibadah yang sayang dilewatkan.

Ramadhan itu Berat, Maka Bersabarlah
Namun kehidupan berjalan seperti biasa di bulan ini. Pekerjaan tidak berubah, jam masuk dan jam pulang sama, load pekerjaan apalagi. Lalu lintas jam masuk kantor makin padat, sementara jam pulang kerja merayap. Pun demikian antrian KRL dan MRT. Jangan tanya kala arus mudik, bagaimana perjuangan menuju kampung halaman.

Itulah mengapa, ramadhan itu berat. Beratnya merasakan lapar dan haus, serta menurunkan nafsu. Beratnya merubah pola pikir dan kata-kata negatif yang diucap dan ditera. Beratnya menahan emosi kala perilaku berkendara di jalanan makin runyam dan savage.

Ada lagi yang membuat ramadhan ini berat, yakni cuaca. Setelah hujan beberapa waktu, berganti panas, lalu hujan lagi. Perubahan cuaca yang cukup ekstem ini membuat kondisi tubuh rentan.

Yang di dalam kantor kena ac, yang di luar kepanasan kehujanan. Maka wajar jika puasa ini badan mengalami kelelahan, dehidrasi, yang berujung demam dan sakit.

Namun sakit bisa jadi penggugur dosa. Kala terkapar tak berdaya, manusia jadi makin mengingat Tuhannya. Sakit di bulan ramadhan menjadi pengingat, bahwa manusia tak ada apa-apanya di hadapan Tuhan.

Ramadhan : Kesempatan Me Time
Mari kita posisikan ibadah di bulan Ramadhan sebagai me time. Saatnya hening menyerap rasa lapar dan haus kala mentari terik menyengat, kala tubuh kelelahan digempur panas dan hujan. Saatnya menahan amarah kala menghadapi  kemacetan dan keruwetan lalu lintas. Saatnya mengatur emosi kala pekerjaan dan rekan kerja tidak berjalan sebagaimana mustinya.

Ya, kadang kita lupa, ramadhan sekedar diartikan sebagai ujian fisik duniawi : menahan lapar, kesempatan belanja belanji, buka puasa bersama, dan mudik. Padahal, ramadhan memberi kesempatan hamba untuk memperkuat koneksi dengan Tuhan dan sesama.

Maka saat tubuh kelelahan tak berdaya, saat bekerja di titik nadir, jadikanlah sebagai kesempatan titik balik untuk memikirkan ulang hakekat keimanan dan penghambaan. Saatnya recharge mencari ilmu agama, mentafakuri ayat Al Quran, dan mengejar ketertinggalan. Saatnya kita mengatur mindset bahwa ramadhan ini merupakan ajang memperbaiki jiwa, tubuh, dan keimanan.

Bersatunya Kehidupan dan Ibadah
Beratnya ujian dunia membuat manusia mengumpat atas ketidakadilan dunia. Lalu  muncul pertanyaan, apakah setelah melalui ketiga fase ramadhan dengan hadirnya Idul Fitri, kita akan meraih rahmat, ampunan, dan dibebaskan dari api neraka ?

Tidak semudah itu fergusso ! Tuhan tentu tahu bagaimana sejatinya hambanya. Tuhan tak bisa dikelabuhi gimmick. Puasa itu milik Allah. Bisa jadi, puasa kita tak bernilai, jika perilaku kita tetap serakah dan tercela.

Maka salah satu cara untuk mencapai keseimbangan antara bekerja, hidup, dan ibadah adalah mengintegrasikan hidup sebagai ibadah.

Jadikan berlelah kerjamu sebagai ibadah.

Jadikan setiap kata yang keluar dari mulutmu sebagai ibadah.

Jadikan perilaku sehari-hari sebagai ibadah. 

Jadikan makananmu sebagai obat jasmani dan rohani.

Dengan demikian, semua lika liku kerasnya hidup ini merupakan bagian dari upgrade kualitas seorang hamba.

Ke manapun jalur kereta yang kau tuju, kau akan kembali pada Nya.

Naik kereta, bus, mobil, kapal, kau berjalan menuju Nya.

Apakah kita akan lulus menjadi manusia yang baik? Atau kita hanya menjadi manusia gimmick yang terombang-ambing oleh kehidupan ?

Wallahu 'alam.
Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan seluruh alam (QS Al Anam : 162)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun