Mohon tunggu...
Hani Rai
Hani Rai Mohon Tunggu... Petani - Belajar jadi petani

blogging, handcrafting, journaling, eco farming

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menemukan Pariwisata Berkelanjutan di Gunung Tunak Lombok

6 Desember 2021   19:06 Diperbarui: 13 Desember 2021   17:15 961
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Waru, salah satu makanan kesukaan rusa timor (dok pribadi)

Surya Namaskara, Rusa Timor, dan Pasir Putih:

Pernahkah anda ingin menghilang, berhenti sejenak dari rutinitas, sekaligus berkontribusi untuk konservasi dan pariwisata berkelanjutan?

Ada tempatnya : TWA Gunung Tunak. Sebuah surga tersembunyi di Pujut, Lombok Tengah, tak jauh dari Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Kami berkesempatan ke tempat ini berkat kerjasama Kompasiana dan Kemenparekraf.

Taman Wisata Alam Gunung Tunak merupakan kawasan konservasi seluas  1217 ha dengan bentang alam hutan, bukit, dan pantai. Di bawah manajemen BKSDA NTB, pecinta sport bisa bersepeda, hiking, outbond, dan bird watching di hutan hujan tropis nan eksotis.   

Taman Wisata Alam Gunung Tunak terpilih di antara taman nasional Indonesia untuk mendapat suport dari Pemerintah Korea Selatan. Salim, Ketua Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Tunak, telah mengikuti training ke Jeju Korsel.

Karena butuh waktu lebih dari sehari untuk bereksplorasi, pengunjung bisa menginap di Tunak Cottage. Ada hanbok dan patung khas Korea di sini. Untuk mengurangi sampah, air minum di kamar diletakkan dalam botol kaca, bukan botol minuman kemasan. Sederhana namun menunjukkan keberpihakan pada kelestarian.

Beryoga di Tunak Cottage (pic by Arai)
Beryoga di Tunak Cottage (pic by Arai)

Sebagai welcome drink, tersaji wedang hangat dari rempah cabe jawa, jahe, dan ketan hitam sangrai. Tambahkan gula sesuai selera, dan stamina bangkit lagi selepas perjalanan jauh. 

Kala lapar melanda, tersaji sup gurita dan pindang ikan segar hasil tangkapan nelayan. Fresh dan tidak amis. Somehow sup gurita ‘kenonong perengking’ ini mengingatkan saya pada sup gurita di Korea.

pagi hari dengan berenang di infinity pool atau beryoga dengan latar pemandangan menawan. Sungguh kesempatan langka bisa melakukan gerakan surya namaskara di tempat seindah ini. Matahari dan laut rasanya dekat saja.

Berjumpa Rusa Timor

Berlokasi di TWA Gunung Tunak, Balai Konservasi Sumber Daya Alam NTB mengelola sanctuary rusa timor. Rusa endemik ini posturnya kecil dan berbulu coklat polos. 

Di lahan 1,5 ha, rusa-rusa sitaan dari warga yang memelihara tanpa izin, bisa berlarian bebas. Secara rutin, dokter hewan memeriksa  kesehatan hewan mamalia ini.  

Wisatawan bisa ikut berpartisipasi lho, dalam konservasi rusa. Caranya, ikut paket wisata memberi makan rusa. Ternyata rusa punya daya gigit yang kuat. 

Rumput gajah yang disodorkan segera ditarik dan dikunyah dengan gigi mamalianya. Rusa Timor juga menyukai daun waru. Beberapa pohon sengaja ditanam di alam sebagai sumber makanan.  

Waru, salah satu makanan kesukaan rusa timor (dok pribadi)
Waru, salah satu makanan kesukaan rusa timor (dok pribadi)

Di sanctuary ini ada 3 jenis kandang : umum, isolasi, dan habituasi. Sebelum dilepasliarkan, rusa masuk ke kandang habituasi yang menyerupai alam. Di sini rusa dipantau kemampuannya untuk beradaptasi dan survival. Setelah dirasa mampu, rusa dilepas ke habitatnya.

Dahulu, warga berburu rusa secara tradisional. Dengan berkelompok, mereka membawa jaring dan tombak. Perburuan ini bukan untuk bertahan hidup, melainkan hobi turun temurun. 

Petugas  BKSDA  pun melakukan persuasi dan mengajak para pemburu ke sanctuary, melihat langsung bagaimana rusa dipelihara, ujar Lalu Gde Gangga Widarma, pengelola ekosistem hutan TWA Gunung Tunak. Syukurlah kini perburuan berhenti. 

Rusa-rusa timor bisa kembali berkejaran di alam. Warga juga terlibat dalam konservasi : sebagai karyawan, supplier bahan baku dan makanan, hingga ikut menjaga dan mengamankan taman wisata alam.

Melepas Tukik ke Pantai Teluk ujung

Senang dengan pantai ? Tenang, kawasan konservasi TWA Gunung Tunak juga punya pantai. Ada Pantai Teluk Ujung yang menawan. Penuh perjuangan untuk mencapai tempat ini. Dengan menumpang mobil 4x4, kami menyusuri  hutan perawan. Gerimis membuat jalan tanah jadi becek. 

So pastikan tidak salah outfit. Jangan pakai high heels atau rok tutu ya. Rombongan Kompasiana duduk di bak belakang dengan mengenakan mantel. Hati-hati, ranting pohon bisa membuat topi anda temangsang, atau bahkan menggores telinga. 

Setelah melalui perjalanan seru, terbentanglah Pantai Teluk Ujung. Hamparan pasir putih terengkuh perbukitan menjadi lanscape yang indah. 

Di sisi kiri, berdiri Bukit Raden yang dikeramatkan. Bahkan anjing pun tak berani mengejar rusa ke bukit yang menjulang ini. Tebing-tebing Teluk Ujung berdiri di ujung kanan kiri seolah melindungi garis lengkung pantai. 

Pecahan kerang biru berserak, berpadu dengan pasir putih yang menempel lembut di kaki. Pohon biduri tumbuh sporadis dengan kembang ungu merumpun menambah kekayaan vegetasi.

Pantai dan tebing Teluk Ujung (dok pribadi)
Pantai dan tebing Teluk Ujung (dok pribadi)

Di Pantai Teluk Ujung, kami mengadopsi dan melepas tukik. Anak penyu berusia 1,5 bulan ini ditangkarkan dari telur penyu yang diambil warga. Tak lebih dari sekepalan tangan, tukik dilepas dan disambut ombak ke laut lepas. Selamat berjuang sahabat, semoga kau bisa bertahan dalam seleksi alam.

Melepas tukik ke laut lepas (dok pribadi)
Melepas tukik ke laut lepas (dok pribadi)

Untuk menambah populasi tanaman, kami juga menanam pohon ketapang kencana. Pohon yang bakal tumbuh tinggi dengan dahan menjulang dan daun-daun kecil tersusun rapi ini ditanam di pinggir jalan setapak, tak jauh dari Taman Kupu-Kupu. Hiduplah, tumbuhlah, lindungi tanah dan air di bumi ini.

Berada di titik paling selatan pulau Lombok dan berhadapan dengan Samudra Hindia, inilah sanctuary dalam balutan pariwisata berkelanjutan, dengan keterlibatan komunitas. Di Taman Wisata Alam Gunung Tunak, kami bahagia. 

Bukan hanya berwisata, namun turut berpartisipasi dalam konservasi. Semoga terus lestari !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun