Mohon tunggu...
Hanin Septina
Hanin Septina Mohon Tunggu... lainnya -

i'm a dreamer..creating my future..fight!!!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hal-hal Kecil yang Sering (di)Lupa

12 Mei 2012   11:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:24 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kemacetan di Jakarta sudah menjadi hal yang wajar, hal yang sangat biasa. Setiap harinya orang sudah biasa dengan bunyi klakson di jalan, dan meskipun dengan MEMBUNYIKAN KLAKSON yang merusak telinga itu TIDAK AKAN MENGUBAH apapun, mereka tetap melakukannya. Entah mungkin karena sudah menjadi hobi.

Setiap harinya gedung-gedung bertingkat didirikan diatas lahan yang kian menyempit, seakan-akan hanya Jakarta yang memberikan peluang besar untuk mendapatkan keuntungan yang besar.

Jalan TOL telah kehilangan fungsinya sebagai Jalan BEBAS Hambatan menjadi Jalan Penuh Hambatan.

Namun mereka tetap BETAH dan BERTAHAN dengan situasi yang seperti itu, setiap harinya setiap bulannya setiap tahunnya.

Janji-janji pemimpin untuk MELEPASKAN Jakarta dari KEMACETAN hanya sekadar janji-janji kosong yang berhenti di mulut saja.

Perusahaan-perusahaan besar dengan karyawan ratusan bahkan ribuan berpusat diJakarta. Setiap harinya mobil bertambah tidak diimbangi dengan perluasan Jalan.

Kalau menyadur Teori Malthus tentang Pertumbuhan Penduduk, yaitu “Pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur, sedangkan Pertambahan Bahan Pangan mengikuti deret hitung”, maka itulah yang terjadi dengan PERTUMBUHAN KENDARAAN dan PELEBARAN JALAN.

Semakin lebar JALAN , semakin banyak POHON yang ditebang, semakin banyak TUMBUHAN yang tergantikan dengan ASPAL. Dan mengapa Jakarta menjadi kota yang SANGAT PANAS, SANGAT POLUSI, SANGAT KOTOR.

Solusi = Dengan adanya BUSWAY diharapkan akan MENGURANGI penggunaan kendaraan pribadi. Jalur khusus sudah disediakan untuk busway, dengan harapan dengan menggunakan BUSWAY akan TERBEBAS dari KEMACETAN sehingga orang-orang tertarik beralih ke BUSWAY.

Tapi kenyataan yang telah berjalan sekarang masih terlalu jauh dari HARAPAN. Busway layaknya ANGKUTAN yang KEJAR SETORAN, pada jam-jam SIBUK juga di jalur-jalur PADAT. Meskipun sudah PENUH SESAK, tetap saja dipaksakan MASUK. Meskipun telah ada tulisan “ANTRIAN UNTUK WANITA” tetap saja masih ada pria yang masuk di antrian tersebut. Meskipun telah tertulis “KAWASAN WANITA”, tetap saja masih ada pria-pria yang berada di kawasan tersebut.

Di pintu ANTRIAN pun tidak kalah, saat pintu BUSWAY yang ditunggu-tunggu terbuka, tidak peduli lagi semua orang saling dorong-mendorong. Tak peduli laki-laki perempuan semuanya bertujuan “BAGAIMANA BISA MASUK BUSWAY DAN MENDAPAT TEMPAT DUDUK”, alhasil dorongan, serobotan terjadi.

(Mereka tidak pernah memilih untuk berjalan dengan tertib, dan konsekuen. Jika memang antriannya dibelakang adalah WAJAR jika TIDAK mendapat tempat duduk. Mereka tidak menerima kenyataan tersebut. Yang mereka tahu, mereka lelah dan mereka ingin duduk, dan segera sampai tempat tujuan. Mereka tidak pernah berpikir bahwa semua orang disitu memiliki PIKIRAN yang sama)

Angkutan Umum pun sama saja. Entah Kuping Si Supir Angkot sudah tersumbat dengan berbagai kotoran yang tidak pernah mereka bersihkan, dan mata mereka sudah tertutup dengan katarak yang tidak mampu mereka obati, sudah tahu jalanan padat, bagaimana bisa mereka semakin menambah kepadatan dengan berhenti seenaknya, ngetem menunggu penumpang.

Mereka pun suka berhenti mendadak, seakan jalanan milik mereka.

(Sebuah APRESIASI untuk PARA SUPIR ANGKOT yang tetap TERTIB. Salut untuk Bapak/Ibu yang masih MENJAGA ETIKA mereka. Terimakasih)

KOPAJA, BIS UMUM pun SAMA dan SEBANGUN dengan Si Angkot tadi.

Mungkin ini memang BUDAYA turun temurun yang TETAP DIPERTAHANKAN oleh BANGSA INI.

MEREKA selalu MENGHARAPKAN PERUBAHAN BESAR, namun MEREKA sendiri TIDAK MENGUBAH DIRI MEREKA. PERUBAHAN BESAR berawal dari PERUBAHAN-PERUBAHAN KECIL yang SERING DIANGGAP SEPELE seperti (tidak menyerobot jalur Busway, Tertib mengantri). Hal-hal kecil seperti itu jika dibiasakan akan menghasilkan sebuah PERUBAHAN BESAR yang mereka DAMBAKAN.

Mereka sering MENGHUJAT, Jakarta masih tetap macet, Jakarta Ini dan Jakarta Itu, NAMUN mereka tidak sadar, bahwa MEREKA juga BERKONTRIBUSI terhadap semua MASALAH SOSIAL itu.

Pun MASALAH BANJIR, Lihatlah Keadaan SUNGAI-SUNGAI, Gorong-Gorong di Jakarta, yang seharusnya UNTUK MENGALIR AIR, tapi sudah beralih FUNGSI menjadi ALIRAN SAMPAH.

SUDAH TAHU SEPERTI ITU, MEREKA MASIH MEMPERTAHANKAN MEMBUANG SAMPAH DI SUNGAI, membuang KASUR, PLASTIK, seakan mereka tidak pernah diperkenalkan dengan TEMPAT SAMPAH.

Sekali Lagi Budaya seperti itu TETAP BERTAHAN hingga sekarang. Tempat-tempat RESAPAN Air pun sudah BERALIH Menjadi MARKAS Kaum ELIT yang membangun Vila, perusahaan, Mall atau apalah itu.

Lihatlah, SEMUA ORANG INGIN PERUBAHAN KE ARAH YANG BAIK dan CARANYA adalah MEMBIASAKAN HAL-HAL KECIL secara KONSISTEN.

Anggapan “Ah, aku hanya membuang sekantong plastik ke sungai, tidak apalah, nggak ngaruh”

“Ah, aku hanya menghilangkan 1 hektar hutan untuk membangun Lapangan Golf”

(HEY Bayangkan jika 10 orang berpikiran sama seperti itu setiap hari, sudah ada 10 kantong setiap hari. SETIAP BULAN? SETIAP TAHUN?) == Dan KALIAN BERHARAP BEBAS dari BANJIR?

BERHARAP BEBAS dari MACET?

==================================================================================

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun