Mohon tunggu...
Wuri
Wuri Mohon Tunggu... -

Orang Indonesia asli, bekerja dan tinggal di Abu Dhabi - UAE.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

The Battle of Sexes

9 Oktober 2009   00:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:37 932
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saat itu ngobrol sama temen Filipino yang istrinya lagi hamil tujuh bulan. Dia dihadapkan dengan pertanyaan klasik "Kepingin cowok atau cewek?" yang dijawab dengan jawaban klasik pula
"I prefer a boy,"
Karena penasaran (dan geram! Hehehe) aku cecar dia,
"Why you want a boy? A baby girl is not worth it?"
"No.. its not like that. A boy can taking care of his mom since I'm not there," belanya.
"So?! A girl cannot do that?"
"Well... a boy can do better and stronger,"
"Proof it!"
"Ok, I will proof it to you someday,"

Yang namanya gender issues memang belum menghilang dari peredaran walaupun Ibu Kartini, Dewi Sartika, dan pahlawan-pahlawan wanita lain sudah berjuang demi kesetaraan gender sejak berpuluh-puluh tahun silam. Bagaimanapun kata ‘emansipasi wanita' bergaung nyaring, definisinya pun masih sering disalahpahami.

Orang jawa bilang, wanita (atau istri dalam hal ini) adalah ‘konco wingking'. Lebih sebagai ‘brand ambassador' daripada ‘brand' itu sendiri.

Di negara-negara Arab, kebebasan seorang wanita sangat terbatas. Saudi Arabia terkenal paling kaku untuk masalah yang ini diantara negara-negara GCC lain. Para wanita dilarang keluar rumah tanpa pendamping muhrim (saudara pria). Wajib memakai abaya hitam. Tidak boleh ada Sales Girl, bahkan untuk lingerie sekalipun. Weleeh, lak yo sungkan tho... beli daleman dibantu Sales Boy! (lihat artikel ini )

Saking ketatnya peraturan di Saudi, justru malah jadi salah kaprah. Pernah nih, ada berita di koran, seorang gadis di Saudi dihukum rajam karena diperkosa. Loh? Masalahnya, si gadis ‘dianggap' menyalahi aturan karena keluar rumah dengan teman-temannya, yang juga ada teman prianya. Bagaimana dengan pemerkosanya? Tidak disebutkan apa hukumannya. Yang jelas kasus ini membuat heboh, sampai para feminist dari negara-negara lain bereaksi protes terhadap pemerintah Saudi.

Semakin kuat cengkeraman hukum Saudi, wanita-wanitanya justru semakin ingin keluar dari sangkar. Menurut cerita-cerita yang beredar, para penjaga perbatasan Saudi - UAE sering menemukan Abaya (jubah hitam untuk wanita) dibuang begitu saja. Sepertinya, UAE menjadi tempat pelarian bagi wanita-wanita ini untuk memakai pakaian biasa nan berwarna-warni, tak melulu hitam. Malah mungkin, baju-baju seksi... Nah loh! Jadi inget kata-kata bijak .... "pasir yang digenggam erat justru jatuh tak bersisa" . hmmm, mungkin ada benernya juga...

Selain Saudi, Afghanistan juga termasuk ekstrim memperlakukan wanita-wanitanya. Ada berita menyebutkan bahwa seorang wanita wajahnya disiram acid karena tidak memakai cadar! Sebegitunya!

Diantara negara-negara GCC (Gulf Cooperation Council: Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Saudi Arabia, dan the United Arab Emirates), sepertinya UAE yang paling bijak menangani masalah ini. Berbeda dengan Saudi, para ladies bukannya dibatasi kebebasannya... tetapi ‘diistimewakan'. Disetiap counter (apapun! Dari tiket konser sampai bayar telepon) selalu ada counter khusus wanita. Tempat duduk depan untuk bis kota diperuntukkan bagi wanita. Driving class, ada tempat khusus mendaftar dan kelas khusus untuk wanita. Pokoknya ‘ladies first' dah!

Tetapi, bagaimanapun juga, yang namanya ‘The Battle of Sexes' dimana-mana tetap ada. Di satu sisi, chauvinism masih tetap dipegang teguh. Terutama untuk bidang-bidang tertentu yang umumnya dikuasai pria. Secara spesifik, IT. Seperti suatu hari, CV ku mendarat di salah satu perusahaan besar di bidang industri makanan. Kantornya di Dubai. Aku ditelepon untuk interview. Bersemangat, mulai deh.. nyiapin segala macam hal dari portfolio sampai baju. Lah kok, besoknya aku ditelepon lagi,

"Hi.. I'm from bla bla bla.. about your interview tomorrow. Sorry, it is cancelled. The manager tought that you are a male,"

Grrrhhh! Rasanya kepingin mendamprat si penelepon, "Are you blind or what?! Cant you see my picture with hijab thereee?!!" tapi nggak ada gunanya. Toh si penelepon juga cuma sekretaris. Sempet sih, setelah itu nangis sakit hati (kalau gini kelihatan ‘wanita' nya... hahaha). But anyway, that's life. Aku mengambil bidang ini dengan segala resikonya. Termasuk dianggap nggak qualified hanya gara-gara gender. Padahal aku juga biasanya terjun ke site office untuk network cabling, sementara rekan IT cowok duduk dengan nyaman di kantor. Hhhhhh. Nasib.

Bagaimanapun juga, di satu sisi lain, kadang wanita juga ‘memanfaatkan' dengungnya emansipasi dan ungkapan ladies first. Contoh nih, waktu antri di lift. Lift untuk 8 orang cuma dua, padahal untuk gedung kantor 7 tingkat. Pagi selalu antri, belum lagi mepet mau telat. Sering nih, para wanita memanfaatkan dengan langsung merangsek ke depan dan masuk mendahului ke lift. Bisa kubayangkan, para pria yang kakinya udah pegel nunggu dari tadi pasti bete berat, tapi nggak bisa protes daripada dibilang nggak gentleman.... !! Hahaha.
Peristiwa lain lagi, mengenai barang bawaan. Sudah pemandangan biasa kalau para pria membawakan tas-tas belanjaan istri/gadisnya waktu jalan-jalan atau ke mall. Tapi ada satu hal yang sepertinya nggak pada tempatnya. Ada beberapa pria dari negara tertentu yang juga membawakan... tas tangan si wanita! Bisa dibayangkan, pria-pria macho menenteng tas mungil nan girly, sementara si wanita berjalan melenggang, tanpa bawaan! Temanku (cowok) bilang,
"What is this people? Don't they have dignity?! I will never carry those girly bags!"
Aku nyengir, "Gimana kalau tasnya 2 kilo? kasihan kan?"
"The hell I care! Its your own fault, why you want to carry those?!"
Huahahaha... untuk hal ini, aku sependapat dengannya!

Bagaimanapun, beneran nih nggak bohong, aku bangga lihat wanita-wanita Indonesia. Baju tetap rapi dan sopan walaupun bergaya dengan bermacam-macam model dan warna. Wanita Indonesia berkarya di berbagai macam bidang. So ladies... bravo! Keep moving forward! (just don't go over the limit, jangan lupa juga berterimakasihlah pada pendamping karena mereka pendukung anda nomer wahid!)

Notes: 'The Battle of Sexes' adalah ungkapan yang digunakan untuk menggambarkan ‘perseteruan' antara pria dan wanita

Tulisan ini saya buat sekitar bulan May, 2009. Teman filipino yang saya ajak ngobrol diatas ternyata punya bayi perempuan nan cantik. Sayangnya, tidak lama kemudian si cantik menderita demam dan dipanggil oleh-Nya. Semoga Ayah Ibunya diberikan ketabahan, dan diberikan lagi adik2 yang cantik atau ganteng. Insha Allah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun