Mohon tunggu...
Hanim Munfarida
Hanim Munfarida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Jember

Humor menjadi cara mudah menerima perbedaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Regional Economic Comprehensive Partnership: Liberalisasi Perdagangan

15 Maret 2024   07:58 Diperbarui: 15 Maret 2024   08:01 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perdagangan internasional pertama kali dilakukan oleh negara-negara Eropa, kemudian Asia dan Afrika. Perdagangan internasional dapat diartikan sebagai kegiatan jual beli yang dilakukan lintas negara. Dewasa ini perdagangan internasional biasa kita lihat contohnya yakni berupa kegiatan ekspor dan impor. Sebelum abad ke-19, merkantilisme menganggap bahwa perdagangan internasional merupakan transaksi yang zero-sum. Impor adalah sesuatu yang merugikan, sedangkan ekspor menguntungkan. Namun, sejak permulaan abad 19 terdapat pandangan baru yang menyebutkan bahwa perdagangan internasional justru merupakan transaksi yang saling menguntungkan.

Adam Smith, dalam teorinya menyebutkan bahwa pasar cenderung dapat berjalan dengan baik tanpa adanya intervensi dari pemerintah. Menurutnya, orang yang rasional akan secara natural menemukan cara terbaik untuk memanfaatkan sumber daya negaranya. Intervensi pemerintah dalam pasar justru merupakan sebuah hambatan bagi pertumbuhan ekonomi. Sejalan dengan hal tersebut maka lahirlah istilah liberalisai perdagangan atau pasar bebas. Sejalan dengan hal tersebut maka muncullah teori liberalisme dalam ekonomi. Liberalisme dalam ekonomi menghendaki tidak adanya campur tangan pemerintah dalam ekonomi.

Dalam perdagangan internasional juga dikehendaki adanya liberalisasi perdagangan. Dewasa ini, implementasi liberalisasi perdagangan ditunjukkan dengan adanya kerjasama internasional yang menghendaki pasar bebas, penghapusan atau pengurangan pajak serta kuota ekspor impor. Dengan dibukanya akses pasar diharapkan komoditi pasar suatu negara mampu menjangkau konsumen yang lebih luas. Adanya pengurangan atau bahkan penghapusan pajak juga diharapkan menjadikan transaksi terjadi dengan lebih mudah tanpa adanya hambatan tarif. Begitu juga dengan tiadanya batasan kuota, diharapkan komoditi dapat secara maksimal memenuhi permintaan pasar. Namun, liberalisasi perdagangan tidak selalu membawa keuntungan bagi semua negara. Beberapa negara yang belum siap bersaing dengan adanya pasar bebas justru berakhir dengan menjadi pasar bagi produk negara lain.

Regional Economic Comprehensive Partnership (RECP) merupakan sebuah perjanjian perdagangan bebas yang melibatkan sepuluh negara ASEAN dan enam negara mitra yakni, China, Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Selandia Baru. RECP ditandatangani dan disepakati pada 15 November 2020. Negara-negara yang tergabung dalam RECP mewakili 26.9% penduduk dunia, 30.2% GDP dunia, 27.4% perdagangan dunia serta 26.9% FDI dunia. Hal tersebut menunjukkan bahwa negara RECP merupakan pasar dan produsen yang cukup besar. Sehingga kemudahan ekspor dan impor diproyeksikan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi masing-masing negara.

RECP merupakan perjanjian ASEAN dan negara mitra yang masih berada dalam satu kawasan. Adanya perjanjian ini mampu menjaga konektivitas serta memperluas dan membuka peluang bagi bisnis yang ada di kawasan. RECP akan menghapus pajak terkait sekitar 90% barang yang diperdagangkan dalam kurun 10 hingga 15 tahun kedepan. Penyederhanaan yang akan dilakukan RECP juga dapat memudahkan pelaku usaha untuk lebih fleksibel dalam memanfaatkan akses pasar. RECP juga menghendaki penyederhanaan prosedur kepabeanan. Terkait dengan investasi RECP melarang persyaratan kinerja bagi investor dan ketentuan untuk mengunci relaksasi langkah-langkah di masa depan dan memitigasi pelacakan balik.

Bagi Indonesia RECP dapat mempermudah Indonesia dalam mendapatkan investasi luar negeri (FDI). Terlebih lagi negara-negara investor utama bagi Indonesia seperti Singapura, China, Jepang, dan Malaysia semuanya tergabung dalam RECP. Hal lain yang juga menarik dalam RECP adalah untuk pertama kalinya terdapat perjanjian perdagangan bebas antara Jepang dengan Tiongkok dan Korea Selatan. Bagi Tiongkok, RECP akan memperkuat kepemimpinan ekonominya di kawasan. Selain itu, Tiongkok juga dapat diuntungkan dengan dapat melakukan ekspor barang elektronik yang termasuk juga mesin dengan tanpa atau tarif yang rendah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun