Mohon tunggu...
Hanik Wijayanti
Hanik Wijayanti Mohon Tunggu... -

complicated

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ajarkan Anak Menjadi Kritis, Kreatif, dan Problem Solver

3 Desember 2011   14:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:52 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keterampilan memecahkan masalah, berpikir kreatif, dan kritis diperlukan dalam strategi pembelajaran problem solver. Anak yang berpikir kritis berarti tanggap terhadap lingkungan sekitarnya, tanggap terhadap situasi, dan cepat dalam menyelesaikan masalah. Bukan hanya berpikir bagaimana menyelesaikan masalah dengan secepat-cepatnya saja, namun dalam proses pemecahannya dilakukan secara matang dan logis sehingga menciptakan pemecahan masalah yang rasional.

Telah disinggung pada artikel sebelumnya bahwa kreatif itu tidak terpengaruh mutlak oleh bawaan. Kretivitas dapat dibentuk kapan pun selama lingkungan tersebut mendukung. Pengeksploran kemampuan untuk berimajinasi, pengalaman baru, diprlukan dalam menciptakan anak yang kreatif mengingat cirri-ciri anak kreatif adalah selalu ingin tahu. Penghargaan karya anak, pemberian pujian, dan komunikasi yang baik antara orang tua atau guru sangat dibutuhkan dalam memotivasi agar anak tersebut dapat meningkatkan kreativitasan. Namun pemberian reward atau hadiah bukan hanya sekedar Cuma-Cuma. Bukan semata-mata hanya memberikan hadiah saja, namun juga diperlukan pemberian tantangan. Misalnya “Wah karyamu bagus sekali. Coba deh kamu membuat karya yang ini, bisa atau tidak?” pujian yang diberikan disertai dengan tantangan sehingga anak akan termotivasi untuk menjadi kreatif lagi. Anak yang memiliki IQ tinggi belum tentu memiliki kretifitas yang tinggi pula. Jika dalam berpengalaman kurang, maka kekreativitasannya pun akan rendah.

Menjadikan anak kritis dan kreatif merupakan suatu tantang bagi pendidik. Guru sebagai fasilitator menciptakan lingkungan yang mendukung, tidak melarang namun membimbing, memberikan ruang kepada siswa untuk memecahkan masalah dan berperilaku sesuai dengan apa yang mereka kehendaki namun tidak keluar dari tatanan moral dan masih dapat diterima dalam masyarakat.

“Jika ada anak yang memanjat pohon jambu, apa yang akan kalian lakukan?”

Membicarakan kreatif dan problem solver mengingatkan pertanyaan yang dilontarkan oleh salah satu dosen pembimbing salah satu mata kuliah saya walaupun pertanyaan tersebut tidak ada kaitannya dengan jawaban mnjadikan anak kritis, kreatif, dan problem solver. Namun jawaban dari pertanyaan tersebut intinya sama dengan jawaban pertanyaan yang sedang dibahas ini, yaitu tidak berteriak agar anak tersebut turun dari pohon, memarahi, atau menakut-nakuti anak mengenai sakitnya jatuh jika tidak mau turun dari pohon, tetapi berada di sekitar anak tersebut dan memberikan pengawasan terhadap apa yang ia lakukan.

Kritis, kreatif, dan problem solver memiliki keterkaitan. Anak kritis dan kreatif merupakan dasar dari problem solver, karena anak yang problem solver pastilah anak yang kritis dan kreatif, namun bukan berarti anak yang kritis tapi tidak kreatif, atau anak yang kreatif tetapi tidak kritis bukan merupakan prolem solver. Bagaimana cara anak menylesaikan masalah yang diberikan merupakan dasar dari penilaian problem solver.

Ayo...ajarkan anak menjadi kritis, kreatif, dan problem solver! :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun