Mohon tunggu...
walkingbook
walkingbook Mohon Tunggu... Penulis - ghost writer

booklover, penulis the dark years-hans

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Crooks, Trumps dan Insiden Butler

19 Juli 2024   12:01 Diperbarui: 19 Juli 2024   17:06 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

suasana panik kala usai insiden penembakan Trumps sumber gambar wbur.org
suasana panik kala usai insiden penembakan Trumps sumber gambar wbur.org

Tapi seorang mantan petugas pemadam kebakaran berusia 50 tahun, Corey Comperatore tertembak saat melindungi istri dan dua anak perempuannya. Dua lainnya  mengalami luka-luka, David Dutch (57) dari New Kensington, Pennsylvania, dan James Copenhaver (74) dari Moon Township, Pennsylvania.

Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa insiden ini adalah ancaman untuk demokrasi. Sebuah statemen yang sebenarnya sangat disadari oleh siapapun para elit di Amerika. Terutama karena kebijakan mereka sendiri yang melegalkan kepemilikan senjata. Sehingga peluang kejadian serupa bisa terjadi lebih sering.

Fakta menariknya, bahwa  identitas pelaku penembakan Trump ternyata pria berusia 20 tahun bernama Thomas Matthew Crooks berasal dari Bethel Park di Pennsylvania, sekitar 70 km dari lokasi percobaan pembunuhan. Ia bekerja sebagai juru masak di panti jompo setempat. Dan ia terdaftar sebagai anggota Partai Republik. 

Fakta ini bisa menunjukkan banyak hal. Pertama bahwa jika benar Crooks adalah seorang republikan, tenyata seorang pembelot pun bisa datang dari internal pendukung partainya sendiri. Kedua, mungkin Crooks memanfaatkan kepesertaannya dalam partai Republik sebagai cara mengelabui rencana ekstrimnya.

Atau justru ketika ia masuk lebih dalam sebagai seorang Republikan, ia menemukan banyak fakta buruk tentang Partai dan kebijakan tokoh-tokohnya, seperti halnya Trumps yang penuh kontroversi.

Meskipun keputusannya bisa jadi muncul tiba-tiba, tanpa direncanakan bahkan bisa jadi insidental saat melihat momentum, kejadian ini memberi pelajaran bahwa cara orang melampiaskan kekecewaan pada para pemimpinnya bisa dengan banyak cara termasuk cara-cara yang sangat tidak masuk akal seperti dilakukan Crooks.

Namun hal ini juga sangat erat kaitannya dengan kebebasan kepemilikan senjata di negeri Paman Sam yang sangat legal dan sangat mudah dilakukan setiap warganya asal memenuhi persyaratan standar untuk menjaga keamanan.

Sebuah survei di tahun 2017, menyebut sekitar 40% warga AS mengaku memiliki senjata api atau tinggal di rumah yang menyimpan senpi. Dan kasus penyerangan penembakan masal juga menjadi kasus tertinggi di Amerika dibandingkan negara lain. Sejak 1982, terdapat lebih dari 90 penembakan massal di Amerika Serikat, yang setiap insidennya menewaskan empat orang atau lebih. Dan berdasarkan perkiraan, penduduk di AS mempunyai sekitar 270 juta pucuk senpi, jumlah terbanyak di seluruh dunia.

Bahkan meurut kajian yang dimuat American Journal of Public Health pada 2016 menyebutkan adanya keterkaitan kuat antara tingkat kepemilikan senpi yang tinggi di sebuah negara bagian dan taraf bunuh diri menggunakan senpi yang tinggi baik korban pria maupun perempuan.

Menurut temuan dalam salah satu kasus yang menghebohkan seperti penembakan di klab malam di Orlando dan Sekolah Sandy Hook di Connecticut, bahwa senpi relatif murah di AS. Pistol, milik pelaku penembakan yang ditemukan di kamar hotel yang diinapi Stephen Paddock di Las Vegas, harganya berkisar Rp2,6 juta dan bisa dibeli di toko senjata. Dan senapan serbunya harganya sekitar Rp20,2 juta.

Lantaran ada 23 senpi yang ditemukan di kamar hotel dan 19 pucuk lainnya di rumah Paddock, pria itu kemungkinan telah menghabiskan lebih dari Rp943 juta untuk membeli senjata dan beragam aksesorisnya, termasuk tripod, teropong, amunisi, dan magazin!.

Fakta itu menunjukkan bahwa kepemilikan senjata yang terlalu bebas menjadi salah satu pemicu kemunculan berbagai kasus dan tindakan yang berbahaya. Sehingga menjadi jamak rasanya jika kemungkinan timbulnya kekerasan atau tindakan yang melibatkan senjata akan lebih massif terjadi di negara yang melegalkan senjata api.

Banyak pelajaran yang bisa kita petik hikmahnya, termasuk soal kebijakan, sikap para tokoh politik, dan lainnya. Tak terbayang rasanya jika sampai kebijakan itu dijalankan di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun